Share

Bab 4 Anak Kecil Menangis

Jadwal Ghea praktik hari ini adalah sore saja. Jadi dia bisa menikmati waktu di rumah. Pagi-pagi sekali dia sudah bersiap berolah raga. Dengan sepatu memakai sepatu olah raga dan topi di kepalanya, rencananya dia akan berlari keliling kompleks.

Sambil memasang earphone di telinganya, Ghea berlari menyusuri jalanan kompleks. Sekali pun libur, dia tidak mau hanya berleha-leha saja di rumah. Sambil berlari, dia memerhatikan sekitar. Perumahan memang disusun dengan baik. Banyak sekali fasilitas yang diberikan di perumahan ini. Dekat dengan mal, ada kolam renang, dan terutama ada taman yang dihuni beberapa rusa. Ghea merasa perumahan ini benar-benar paket komplit. Ke depan, dia akan usulkan pada kakaknya perumahan seperti ini.

“Sepertinya jika perumahan secantik ini, aku akan sangat betah.” Ghea sudah tidak merasa pindah ke kota ini adalah pilihan yang tepat karena dia tidak pusing mendengar suara sang mommy yang protes kapan dia akan menikah.

Tepat saat melihat melintas rumah Gemma, dia memerhatikan rumah anak kecil yang memanggilnya mommy itu. Jarak rumah Ghea dan Gemma memang ternyata tidak terlalu jauh. Mereka berada dalam satu perumahan. Hanya saja perumahan Gemma berada di paling depan. Perumahan yang diisi dengan rumah-rumah megah. Untuk rumah yang disewa Ghea berada di kompleks perumahan paling belakang, karena rumahnya termasuk tipe kecil.

“Daddy, tunggu.”

Ghea mendengar suara Gemma yang berteriak. Dilihatnya anak itu sedang berlari menuju ke mobil sang daddy. Seragam sekolah yang dipakainya, menandakan jika Gemma sedang akan berangkat sekolah. Daddy Gemma yang berada di dalam mobil, membuat Ghea tidak tahu siapa daddy Gemma.

Mobil melintas tepat di depan Ghea. Buru-buru Ghea menunduk. Karena tidak mau Gemma melihatnya. Karena dia memakai topi, pastinya Gemma tidak akan mengenalinya.

Mengingat Gemma, rasanya menyisakan perih di hati Ghea. Sebagai anak kecil yang tumbuh tanpa ibu, pasti sangat berat untuk Gemma.

“Kenapa aku selalu memikirkan anak itu,” ucap Ghea menyadarkan pikirannya. Kemudian melanjutkan kembali untuk berlari. Menikmati olah raga.

⭐⭐⭐

Suara tangis terdengar di lobi Klinik. Suara tangis anak-anak itu sudah menjadi hal biasa di klinik. Biasanya, anak-anak menangis karena tidak mau diperiksa oleh dokter. Namun, Raya yang sedang melintas tertarik untuk mendekat karena sedari tadi anak kecil itu menangis memanggil mommy-nya.

“Kenapa ini?” tanya Raya yang penasaran pada para perawat.

“Ini, Dok, dia mencari mommy-nya.” Perawat menunjukkan anak perempuan yang menangis. “Tapi, asisten rumah tangga ini tidak tahu nama mommy-nya.”

Raya yang melihat anak kecil itu begitu penasaran. Dia memiringkan kepalanya untuk dapat menjangkau wajah anak tersebut. Alangkah terkejutnya ketika melihat jika itu adalah anak kecil yang di sekolah TK tempo hari. Yang memanggil Ghea dengan sebutan ‘mommy’.

“Aku tahu mommy-nya,” ucap Raya pada perawat.

Perawat tersebut pun langsung mengangguk dan menyerahkan anak tersebut pada Raya. Melihat anak kecil di hadapannya, Raya langsung berjongkok. Menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh anak kecil.

“Hai, siapa nama kamu?” tanya Raya lembut.

“Gemma.” Dia masih terisak karena tadi dia tidak menemukan mommy-nya.

“Gemma mau bertemu mommy?”

Gemma langsung berbinar. “Mau-mau,” jawabnya pasti. Dia begitu senang ketika melihat

“Kalau begitu ikut Dokter ke rumah, kita bertemu mommy.” Raya tersenyum. Mengulurkan tangan untuk membawa Gemma ke mobil.

Tepat saat di depan mobil, Gemma mengenali jika mobil yang dipakai Raya adalah milik Ghea yang dipakai kemarin. Jadi dia yakin akan bisa bertemu dengan mommy-nya. Raya yang melihat keceriaan itu hanya bisa tersenyum saja. Merasa aneh, tetapi juga merasa bingung.

Mobil melaju ke perumahan yang sama dengan perumahan milik Gemma. Di jalan, Gemma menunjukkan belokan ke rumahnya. Raya baru tahu jika ternyata rumah Gemma berada dalam satu kawasan dengannya. Hanya berbeda blok perumahan saja.

Saat sampai di rumah, Raya mengajak Gemma untuk masuk ke rumah. Anak kecil itu begitu antusias untuk bertemu dengan mommy-nya. Hingga membuat Raya geleng kepala. Raya yang masuk rumah, tidak mendapati Ghea di ruang tamu. Dia yakin sekali jika temannya itu sedang tidur.

“Buka sepatu dulu, lalu Aunty Raya antar ke kamar mommy.”

Gemma mengangguk. Dia langsung duduk di kursi dan membuka sepatunya. Asisten rumah tangga pun ikut membantu Gemma membuka sepatunya.

Raya mengajak Gemma ke kamar Ghea. Dilihatnya Ghea sedang asyik menikmati tidurnya. Pendingin ruangan dengan suhu minus delapan belas derajat itu membuatnya meringkuk di bawah selimut. Melihat hal itu, Raya ingin mengerjai temannya itu.

“Mom—”

“Shutt ….” Raya memberikan kode dengan menempelkan telunjuk di depan bibirnya. Meminta Gemma untuk tidak berisik. Dia berjongkok-menyejajarkan tubuhnya pada Gemma. “Gemma naik ke tempat tidur pelan-pelan. Peluk mommy dan tidur bersama mommy.”

Gemma dengan semangat mengangguk. Kemudian berjalan pelan-pelan ke tempat tidur Ghea. Raya yang melihat itu, langsung keluar dari kamar. Membiarkan anak dan ibu itu berdua.

Gemma naik ke tempat tidur dengan perlahan. Masuk ke dalam selimut yang dipakai oleh Ghea. Tangan mungilnya melingkar di leher Ghea. Bola mata indah milik Gemma pun tak berhenti memandangi wajah cantik Ghea. Dia merasa senang karena mommy-nya begitu cantik. Jauh lebih cantik dari apa yang pernah dia lihat. Satu kecupan mendarat di dahi Ghea. Ungkapan rasa senang Gemma yang akhirnya memiliki ibu.

Merasakan bibir menempel di dahinya, Ghea mengerjap. Hal pertama yang dilihatnya pertama kali membuka mata adalah wajah Gemma. Membuatnya begitu terkejut.

“Mommy,” panggil Gemma dengan senyuman di wajahnya.

Ghea pikir sedang bermimpi, tetapi ternyata dia salah, karena suara Gemma benar ada. Tangan Gemma yang mengeratkan pelukan juga menandakan jika yang terjadi adalah kenyataan.

“Kamu di sini, Sayang?” Ghea masih bingung dengan keberadaan Gemma.

“Iya, Bu Dokter yang membawa.”

Mendengar kata ‘dokter’ Ghea menebak jika itu adalah temannya. Pasti, temannya itu yang membawa Gemma ke rumah dan ke kamarnya.

“Tadi aku menangis mencari mommy.” Ghea menceritakan apa yang terjadi tadi.

“Kenapa menangis?” Ghea membelai rambut Gemma lembut.

“Mommy tidak ada.”

Ghea tersenyum. Walaupun usianya baru lima tahun, Gemma sudah lancar berbicara tanpa cadel. Juga pintar untuk ukuran anak seusianya. “Mommy tidak bekerja tadi pagi, jadi tidak ke klinik,” jelasnya, “tetapi, Gemma sudah di sini, jadi jangan menangis.” Ghea memeluk Gemma. Entah kenapa naluri keibuannya muncul begitu saja. Merasa begitu menyayangi Gemma. Tak rela anak itu menangis.

“Baiklah, ayo kita bangun.” Ghea melepaskan pelukannya. Menyibak selimut dan mengajak Gemma untuk keluar. Dia juga ingin tahu bagaimana ceritanya temannya itu bisa membawa Gemma ke rumah.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
apa papa gemma nyimpan fotonya Ghea ya jadi prasangka gemma Ghea mama nya
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
pernah lihat di mana gemma foto mamanya, apa mirip Ghea???
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status