Share

Harta, Tahta, My Anna
Harta, Tahta, My Anna
Penulis: Daisy

1. Jangan pergi!

"Jangan pergi. Tetap di sini."

Genggaman tangan kekar lelaki yang tengah berbaring itu kian erat. Tangan mungil yang begitu lembut hanya pasrah membiarkan tautan terus terjadi, terlebih melihat banyak luka pada wajah dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Kalimat yang sama terus berulang terdengar. Anna, perempuan yang begitu setia menemani hanya sesekali tersenyum ketika rintihan lelaki yang sudah beberapa hari berbaring di atas ranjangnya itu merasakan seperti sebuah bentuk kesakitan.

"Dia baik-baik saja?" tanya perempuan bertubuh kurus bernama Lusi yang duduk di samping putrinya, Anna.

Seperti yakin akan kondisi yang dialami oleh lelaki di depannya, Anna melirik sejenak sang ibu, lalu kembali menatap sosok yang masih meringis kesakitan. "Dia pasti akan baik-baik saja. Aku rasa dia hanya trauma karena sakitnya," jawabnya.

"Apa tidak sebaiknya dia dibawa ke rumah sakit saja, Ann? Lukanya banyak."

"Uang dari mana, Buk? Kita bisa membawanya, tapi rumah sakit tidak akan memberikan perawatan secara cuma-cuma untuk kita. Kita bisa membawanya pergi, tapi kemungkinan tidak akan membawanya kembali dalam keadaan lebih baik. Kita akan tunggu dia sadar agar mengatakan di mana keluarganya, itu akan lebih mudah sepertinya."

"Lapor polisi saja."

Anna menoleh pada Lusi dengan tatapan yang sama, tatapan yang dipenuhi keinginan untuk memahami semua keputusan yang ia ambil.

"Buk, kantor polisi di sini jauh. Kita harus ke kota."

Mendengar jawaban tegas dari putrinya, Lusi akhirnya mengangguk mengiyakan dan mengusap bahu Anna dengan lembut. "Kamu benar. Ibu turuti semua perkataanmu, semoga dia masih bisa diselamatkan. Kalau begitu ibu pergi ke ladang dulu. Jaga rumah dan kunci semua pintu jendela. Jangan biarkan Tuan Luis kemari. Mengerti?"

Anna mengiyakan perintah Lusi dengan menganggukan kepala secepatnya. Dengan penuh kehati-hatian, Anna melepas genggaman di tangannya dan segera menutup semua pintu serta jendela agar lelaki lelaki bernama Luis yang selalu menganggunya tidak berpikir bahwa dirinya berada dalam rumah.

Rumah kayu yang besarnya tidak seberapa itu memang sering dikunjungi oleh anak orang terkaya di desa, bukan tanpa alasan, kecantikan Anna yang usianya baru dua puluh tahun ternyata berhasil membuat Luis terpesona, bahkan tergila-gila.

Pergerakan Anna begitu cepat. Satu demi satu jendela ditutupnya rapat-rapat. Rasa yakin tidak ada siapapun dalam rumahnya membuat Anna terperanjat kaget ketika membalikan tubuh dan sosok Luis sudah berdiri di belakangnya dengan senyum menjengkelkan.

"Tu- tuan Luis?"

"Hallo, Anna, sudah lama tidak bertemu, ya."

Anna menepis tangan tak sopan lelaki di depannya yang berucap seraya hendak mengusap rambutnya.

Anna benar-benar merasa jengkel, kalimat 'sudah lama' terdengar berlebihan karena kenyataannya keduanya masih bertemu tiga hari yang lalu.

Luis melirik setiap sudut rumah dengan pikiran dan rencana jahatnya, saat itu pula Anna berusaha membuka kembali jendela yang sempat ia tutup rapat, namun Luis sudah lebih dulu menarik tubuh Anna hingga berbalik menghadapnya.

"Tuan, lepas!"

Seperti biasa, Luis selalu menuruti semua permintaan Anna, termasuk melepas sentuhannya pada kedua bahu perempuan tercintanya.

"Tidak perlu dibuka lagi, Anna, aku senang karena kamu melakukannya sendiri. Kita berada dalam rumah berdua, itu akan membuat orang tidak tahu apa yang akan kita lakukan sekarang. Ini seperti sebuah kesepakatan bersama, bukan?"

Anna mengernyit jengkel, kalimat Luis benar-benar selalu terdengar kotor di telinganya. "Aku rasa tuan perlu memberishkan pikiran tuan karena sudah sangat kotor. Aku tidak tahu sama sekali jika tuan ada di dalam rumah. Lagi pula, orang berpendidikan mana yang akan masuk ke dalam rumah orang lain tanpa izin? Itu hanya bisa dilakukan oleh seorang penyusup."

Merasa perkataan Anna sangat menghina kedudukannya sebagai anak terpandang di desa tersebut, Luis tanpa ragu kembali menyentuh kedua bahu Anna lebih erat dari sebelumnya.

"Kamu semakin berani, Anna! Kamu lupa jika aku bisa mengusirmu hari ini juga dari rumah ini? Selama ini aku selalu menuruti permintaanmu, aku rasa karena itu kamu sangat berani menghinaku sekarang."

Meski ketakutan tengah menguasai diri, Anna berusaha tetap tenang. "Permintaan apa hingga seperti aku meminta segalanya darimu? Aku hanya memintamu untuk tidak mengangguku dan menyentuhku, tapi sepertinya hari ini tuan tidak menindahkan permintaanku."

"Karena kamu juga tidak sopan terhadapku, Ann. Kata-katamu merendahkanku."

"Itu sebuah fakta," sahut Anna dengan berninya menimpali ucapan Luis.

Tatapan Luis yang semula dipenuhi amarah perlahan berubah lebih tenang, namun senyuman yang terukir seolah menunjukan niat jahat sudah bersarang dalam pikirannya. Tangan kekarnya mulai naik menyentuh leher, hingga Anna berusaha menepis kuat, meski hal itu membuat Luis semakin berani sampai menangkup wajah Anna dengan keras.

"Tuan, jangan macam-macam! Aku bisa teriak."

"Teriak saja, Anna, siapa yang akan percaya jika rumahmu sudah dalam keadaan tertutup siang hari begini, hah? Kamu harus diberi sedikit kekerasan agar tidak besar kepala hanya karena ada lelaki sepertiku mencintaimu."

Anna mencoba mundur secara perlahan-lahan agar bisa berlari ke tempa yang lebih luas dan meninggalkan Luis dalam rumahnya. Tegukan ludah di tenggorokannya yang terdengar jelas membuat kedua sudut bibir Luis menyungging senang.

"Kenapa, Anna? Kamu pikir aku akan selamanya menuruti keinginanmu? Aku akhiri pembudakanku padamu mulai hari ini."

"Tuan, jangan berbuat kurang ajar, aku mohon maafkan aku. Biarkan aku pergi. Aku minta maaf untuk ucapanku tadi."

Alih-alih mendengarkan permohonan Anna, Luis justru mencoba mengecup pipi perempuan di depannya yang sudah gemetar ketakutan, dengan sekuat tenaga Anna mendorong dan berlari menuju pintu, tetapi langkah besar Luis berhasil menahan pergerakannya.

Tangisan Anna tidak membuat Luis peduli, lelaki berusia dua puluh lima tahun itu terus berusaha melakukan hal tak senonoh pada sosok yang sempat ia anggap sebagai adik sendiri tersebut.

Tangisan Anna kian pecah saat pipi kanannya berhasil tersentuh oleh Luis.

"Baj1ngan! Jangan menyentuhku!" pekik Anna seraya menahan diri saa tubuhnya berusaha diseret menuju kamar.

"Ayolah, Anna, aku sudah menyentuhmu. Terlalu tanggung jika sampai pipi saja."

Anna menggeleng ketika ucapan Luis kian menggila. "Tuan, aku mohon. Tolong!"

"Kamu ingin aku melakukanya di sini saja?"

Pertanyaan itu sontak membuat Anna menggeleng cepat. "Tidak! Tidak, Tuan, aku mohon, jangan!"

Tubuh kecil Anna sudah terkukung di bawah Luis. Melihat tangisan dan ketakutan Anna menambah hasrat Luis meninggi untuk melakukan sesuatu pada perempuan pujaannya itu.

"Kamu akan segera tunduk padaku, Ann, kita akan berperan terbalik mulai hari ini."

"Lepas!"

Anna menangis sejadi-jadinya saat melihat lelaki yang berada di atas tubuhnya tengah membuka satu demi satu kancing baju yang dikenakan. Pikirannya sudah berada di dalam situasi yang jauh lebih buruk, tetapi dalam hitungan detik semu berubah saat Luis tiba-tiba ditarik oleh seseorang yang telanjang dada.

Kedua mata Anna membulat tak percaya. "Dia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status