Share

4.Pulanglah

"Makanlah yang banyak."

Gama mengangguk mengiyakan permintaan perempuan baruh baya yang baru saja ia ketahui bernama Lusi tersebut.

Gama menatap satu demi satu semua menu yang tersaji di hadapannya. Tidak ada satu pun yang ia ketahui, selain sayur sup di mana terlihat beberapa potong wortel, kentang dan potongan tomat segar.

"Kami tidak bisa menyajikan makanan mahal. Ini makanan seadanya, maaf jika tuan tidak terbiasa memakan semua ini," seru Anna tiba-tiba.

Gama tampak tidak merasa canggung, lelaki itu tersenyum, lalu memakan habis satu mangkuk kecil sup yang sudah disediakan untuknya.

"Enak," pujinya singkat, lalu menatap Anna lekat-lekat, "Anak-anak jaman sekarang mudah sekali tersinggung," sambung Gama kembali dengan sedikit pelan. Anna yang mendengar hanya diam dengan sedikit lirikan mata yang tajam.

"Ibu memasak semuanya?"

"Bukan. Anna yang memasak semuanya setiap hari. Ibu sangat lelah, jadi biasanya akan tertidur setelah kembali dari kebun."

Gama kemudian melirik Anna yang masih sibuk menyantap makanan. "Makananmu sangat lezat. Ya, ini tidak luar biasa, tapi cukup lezat sehingga siapa pun pasti akan menambahkan nasi beberapa kali."

Anna mulai berhenti menyuapi dirinya dan menatap Gama sekilas. "Terima kasih, Tuan."

"Apa kalian terbiasa memanggil orang lain dengan sebutan tuan?" tanya Gama dengan nada tak suka.

Anna dan Lusi saling menoleh satu sama lain. Tidak ada dari keduanya yang membuka suara untuk menjawab pertanyaan sederhana itu. Gama kemudian menatap piring yang telah kosong, lalu memfokuskan pandangannya pada Anna.

"Kamu masih menyebut lelaki tidak sopan itu dengan sebutan tuan? Apa tidak ada rasa berat hati? Dia hampir melecehkanmu, apa menurutmu kata tuan tidak menjijikkan untuk lelaki sepertinya?" tanya Gama dengan nada jauh lebih tegas.

Alih-alih Anna yang menimpali perkataan Gama, Lusi lah yang justru terkejut luar biasa setelah mengetahui bahwa ada seseorang yang hendak bertindak buruk terhadap putrinya. Perempuan itu memandang putrinya penuh tanda tanya. Rasa tak percaya tengah menyelimutinya, namun melihat Anna diam saja mampu membuatnya paham bahwa semua perkataan Gama adalah kebenaran.

"Ann, apa yang dikatakannya benar?"

"Tidak, Bu."

"Lalu, kenapa kamu diam saja di fitnah begitu? Sekali lagi ibu tanya, apa Luis melakukan sesuatu?"

"Hampir, setidaknya jika aku tidak ada mungkin akan terjadi hal buruk pada putrimu," timpal Gama membuat Anna dengan cepat menutup mulut lelaki di sampingnya.

"Ibu jangan khawatir, dia terlalu berlebihan."

"Hei, ak-"

Belum sempat Gama menceritakan kebeneran, Anna sudah lebih dulu menarik tangan lelaki itu menjauh dari meja makan. Gama tersenyum jahil, ia tidak memberikan perlawanan apa pun saat tangan mungil terus menariknya secara paksa hingga berhenti di halaman belakang.

Tatapan Anna menajam seolah tengah memberikan bidikan pada Gama, tetapi Gama tidak terlihat terintimidasi sama sekali.

"Jangan bicarakan semua pada ibu. Dia akan terus memikirkan hal-hal buruk yang akan mengganggu kesehatannya."

"Bagaimana dengan kesehatanmu sendiri?" timpal Gama tak ingin kalah.

"Aku tidak apa-apa. Ini sudah berlalu."

"Kamu pikir dia tidak akan melakukannya lagi? Kamu yakin? Dia sudah terlanjur bersikap buruk, kamu sudah tahu apa yang ada dalam pikirannya, kenapa ada perempuan bodoh sepertimu, hah?"

Mendapati lelaki di depannya menuturkan kata 'bodoh' membuat Anna mematung dalam beberapa detik berikutnya. Tangannya mengepal sempurna, air matanya tampak terbendung dengan bibir yang terus mengulum umpatan.

"Pergilah dari rumahku dan tidak perlu mengajari anak yang bodoh ini. Tempat tuan bukan di sini. Lagi pula apa urusan tuan?"

"Ini menjadi urusanku karena kamu sudah merawatku dengan baik selama di sini. Anggap saja ini sebuah balas budiku padamu dan juga ibumu," jawab Gama seketika membungkam kemarahan Anna yang hampir memuncak, "Aku tahu bukan hal yang mudah untuk kalian merawatku selama ini, jadi biarkan aku membalaskan semuanya sekarang."

"Tidak perlu, Tuan, aku dan ibuku ikhlas merawatmu, lagi pula kami tidak memberikan yang terbaik."

Gama tidak lagi berucap, ia menatap wajah Anna yang disangkanya masih menaruh benci karena kalimat buruk yang sempat diutarakannya.

"Biar aku bantu siapkan sesuatu untuk dibawa pulang olehmu," tutur Anna seraya masuk kembali ke dalam rumah dan dengan cepat memasuki kamar.

Gama tahu apa yang akan dilakukan oleh Anna, bagaimana pun ia merasa tidak enak hati karena menyakiti perasaan seseorang yang telah menolong dan merawatnya. Langkah tidak kalah cepat hingga berhasil menyusul perempuan yang tengah merajuk tersebut.

"Ini, ini barang-barang yang aku dan ibuku temukan di pakaian tuan. Hanya ini saja, tidak ada identitas apapun, itu sebabnya kami tidak bisa melaporkannya pada polisi, selain jarak yang juga sangat sulit ditempuh. Ambilah dan pergi sekarang juga." Anna berucap sembari memberikan beberapa benda kecil pada Gama.

"Anna! Kenapa bicara begitu? Kondisi kesehatannya belum stabil. Sulit mendapat akses untuk sampai di kota, hari juga sudah mulai gelap." Lusi menatap anak lelaki di depannya, "Jangan diambil hati, duduk dan istirahat saja lagi sampai benar-benar pulih."

Berbeda dengan Anna, Lusi justru melarang Gama untuk meninggalkan rumah karena khawatir akan kesehatan Gama.

"Dia sudah pulih, Bu, tempat ini tidak cocok untuknya, dia sepertinya dari kalangan atas, itu sebabnya aku memintanya pulang agar seseorang bisa merawatnya jauh lebih baik."

"Ann, siapa yang mengajarkanmu begitu, hah?"

"Aku akan pergi! Terima kasih dan maaf sudah banyak merepotkan kalian," seru Gama yang dengan cepat menyambar barang-barang miliknya dan bergegas keluar dari dalam rumah.

Sementara Gama berlalu pergi, Lusi masih menatap putrinya dengan rasa tak percaya. Untuk pertama kalinya ia melihat bagaimana perempuan selembut Anna bisa mengusir orang yang sedang dalam masa sulit.

"Kamu ini kenapa, Ann? Bisa-bisanya kamu mengusir Gama."

Anna tidak menjawa pertanyaan sang ibu, ia hanya diam seraya memilin ujung bajunya sendiri.

"Kamu lupa kenapa kita merawatnya? Kamu sendiri yang memaksa ibu untuk merawatnya, menjaganya sampai sadar. Kamu bahkan sudah mengorbankan banyak waktu untuk selalu menjaganya dengan baik, lalu setelah sadar kamu mengusirnya? Bagaimana jika lukanya yang belum pulih itu kembali bereaksi? Tempat kita bukan perkotaan, Ann. Gama tidak akan mendapat transfortasi apa pun menjelang malam begini.

Masih tidak mendapat respon apa pun dari putrinya, Lusi mendekat dan menatap Anna lebih dalam, "Kamu suka pada Gama karena dia selalu menggenggam tanganmu agar tetap tinggal di sisinya, meski kamu tahu dia dalam keadaan tidak sadar. Kamu menyukainya, 'kan?" tutur Lusi, pelan.

Alih-alih menjawab pertanyaan sang ibu, Anna lebih memilih untuk berpaling dan berlari keluar sampai kakinya tersandung dan tubuhnya tersungkur di hadapan sepasang kaki seseorang. Perlahan wajahnya menadah, hingga menyadari sesuatu.

"Tuan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status