Share

2. Tuan Luis vs Tuan Gama

Kedua mata Luis menyipit dengan rasa penuh tanya melihat sosok lelaki bertubuh kekar dan berfaras dewasa sudah berdiri tegak di depannya. Keheranannya pun kian bertambah ketika Anna berlari dan bersembunyi di balik tubuh lelaki tanpa baju tersebut.

"Siapa dia, Ann? Kamu menyembunyikan lelaki di rumahmu?" tanya Luis sembari berusaha mendekat pada Anna.

Tahu bahwa perempuan yang berada di baliknya merasa takut, lelaki yang masih dipenuhi luka itu lantas menahan dada Luis agar berhenti mendekat.

"Pergilah dulu, kekasihmu sepertinya sedang takut padamu, memaksanya untuk bicara hanya akan memperkeruh keadaan."

"Dia bukan kekasihku!" sahut Anna cepat.

"Ann!" bentak Luis tak terima karena sahutan Anna sedikit banyaknya menjatuhkan harga dirinya sebagai lelaki.

"Aku mohon tahan dia untuk tidak mendekat, aku takut!" Anna berucap seraya mencengkram kuat lengan lelaki di depannya.

Dengan sedikit rintihan kecil dari luka yang sedikit terganggu, lelaki itu mengerti apa yang terjadi dan kembali melakukan perlindungan untuk Anna. Ia kembali menatap Luis yang masih menunjukan kemarahan.

"Pakai bajumu dan keluarlah dari rumah ini. Apa kamu tidak lihat dia sangat ketakutan? Kamu masih berani melecehkannya meski aku ada aku di sini?"

"Siapa kamu beraninya mengusirku, hah? Aku pemilik tanah ini dan aku bisa saja mengusir kalian sekarang juga."

Pernyataan Luis membuat sang lelaki mengulum senyum. Ia menatapnya dengan tenang, namun lebih tegas dari sebelumnya. "Kalau begitu aku juga bisa membelinya darimu detik ini juga," timpalnya tak kalah mengejutkan.

"Sebenarnya siapa kamu?" Luis bertanya seraya menatap Anna dengan senyum penuh curiga, "Apa karena ini kamu berani menolakku, Ann? Kamu tidak tertarik dengan hartaku karena sudah ada lelaki yang bisa memberikan semuanya padamu. Bagus! Seorang Anna menjadi simpanan lelaki beristri."

Tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan oleh Luis, Anna melangkah maju dan dalam satu gerakan menamparnya sekeras mungkin.

PLAK!

"Kamu pikir aku tidak ada harganya?"

"Beraninya kamu, Ann! Das-"

BRUG!

Tubuh Luis tersungkur sebelum tangannya berhasil menyentuh Anna. "Kubilang pergilah! Memangnya apa masalahmu jika aku menjamin hidupnya? Dia kekasihku, aku berhak atas itu."

"Apa?"

Tidak hanya Luis, Anna sendiri pun terkejut dengan pernyataan itu. Ia menatap lelaki di depannya dengan rasa tak suka, namun di sisi lain, ia merasa lega karena Luis sudah benar-benar pergi meski Anna tahu bahwa kebencian mungkin sudah mendarah daging dari Luis untuknya.

"Kamu harus membayar semuanya, Ann."

Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Luis sebelum benar-benar meninggalkan rumah.

"Ahhh ...." Rintihan dari mulut lelaki itu berhasil membuat Anna tersentak dan segera membantunya kembali masuk ke dalam kamar.

Dibaringkan kembali seperti sebelumnya. Anna tidak tahu apa yang membuat lelaki itu meringis, namun ia melihat bahwa tangan kanan sang lelaki sibuk memijat kepalanya sendiri.

"Apa kepala tuan sakit? Biar aku lihat."

Anna mencoba memeriksa semua yang ia tahu. Luka kemerahan seperti sebuah luka benturan itu mungkin menjadi penyebabnya. "Aku akan ambilkan obat dulu." Anna beranjak dari tempatnya.

Sepeninggal Anna, lelaki yang sudah sadarkan diri itu menelaah kesetiap sudut kamar. Tidak ada hal menarik selain dinding kayu tengah mengurungnya entah sudah berapa hari lamanya. Ia juga melihat pakaian yang sempat dikenakannya sudah menggantung rapi di salah satu bagian dinding.

Tidak ada lampu tidur, meja rias, lemari besar atau meja belajar untuk usia Anna yang diperkirakan olehnya. Tidak hanya ruangan, ia juga sudah tahu ada banyak luka di tubuhnya. Rasa sakit dari luka-luka itu mengingatkannya pada kejadian terakhir.

"Berbaringlah, biar aku obati lagi," ucap Anna setelah kembali dengan sebuah nampan kecil berisi obat-obatan herbal yang baunya cukup khas.

Tidak ada bantahan, lelaki itu berbaring dan membiarkan Anna mengobati kepalanya.

"Nama tuan siapa? Apa tuan ingat sesuatu?"

"Gama."

Jawaban singkat itu cukup membuat Anna terkejut dan sejenak menghentikan aktivitasnya. "Tuan Gama. Tuan mengingatnya? Apa tuan ingat tuan dari mana?"

"Maksudmu?"

"Ah, tidak. Aku pikir tuan hilang ingatan karena sudah tidak sadarkan diri tiga hari, itu pun setelah aku menyelamatkan tuan dan membawanya kemari."

"Tiga hari? Selama itu?" Gama sontak duduk tegak karena setengah tak percaya jika dirinya pingsan selama itu.

"Di mana kamu menemukanku? Dengan siapa aku saat itu? Apa yang aku bawa dan apa yang terjadi denganku?"

Gama menodongkan banyak pertanyaan pada Anna secara bersamaan. Anna yang gugup mencoba menganggukan kepalanya perlahan seolah meminta Gama untuk lebih tenang.

"Di sana, di-"

"Di mana?" potong Gama cepat membuat Anna gelagapan.

"Di sungai."

Jawaban itu lantas menimbulkan kerutan halus di keningnya. Keheranan jelas tergambar.. Semua yang ia ingat berbeda dengan apa yang diucapan oleh perempuan bernama Anna tersebut.

"Kamu yang menolongku?"

"Iya, aku dan ibuku."

"Namamu Anna?"

"Iya. Apa tuan tidak hilang ingatan? Tuan ingat sesuatu? Tuan tidak berpikir aku pelakunya, 'kan? Aku hanya menolong saja. Demi Tuhan!"

"Aku tidak hilang ingatan. Aku ingat semuanya, tapi, aku lupa kenapa aku bisa ada di sungai."

"Jadi, tuan tidak ingat apa pun bagaimana bisa terjatuh di sungai?"

"Tidak sama sekali. Anna, bisa jawab pertanyaanku lagi? Aku ing- ahhh!"

Rasa penuh antusias itu tampaknya membuat Gama kembali membuka luka-lukanya yang masih basah. Anna dengan refleksnya menyentuh kedua bahu Gama dan perlahan membaringkannya kembali.

"Istirahatkan saja dulu. Tuan baru saja sadar, pasti masih banyak rasa sakitnya. Setelah tuan pulih, akan aku ceritakan semuanya. Sebelumnya terima kasih sudah menolongku dari tuan Luis. Jika tuan tidak menolong, entah apa yang akan terjadi. Sekali lagi terima kasih banyak."

Entah mendengarkan atau tidak, namun tampaknya Gama masih sibuk menerka-nerka yang terjadi padanya, meski sesekali meringis kesakitan.

'Sungai? Kenapa bisa di sungai?' Gama menatap Anna yang tengah mengobatinya, 'Apa mungkin anak ini berbohong?' Gama bergumam dalam hati.

"Aku akan keluar dulu."

"Tunggu!" Gama menahan pergelangan tangan Anna dengan cepat hingga perempuan itu tetap berada di tepatnya, "Bisa temani aku sebentar saja? Sampai aku tertidur lelap?" pinta Gama membuat Anna sedikit tersipu dan salah tingkah.

Anna menurut, ia duduk kembali dan membiarkan Gama menggenggam tangannya agar bisa terlelap. Itu bukanlah hal aneh untuk Anna, selama Gama berada dalam perawatannya, lelaki itu selalu terbiasa tertidur dengan tangan saling menggenggam. Anna menganggap bahwa itu sebuah rasa trauma berat yang dialami oleh Gama.

Tatapan Anna begitu dalam, ia melihat wajah Gama setiap lelaki itu beristirahat.

'Apa setelah pulih kamu akan pergi dari sini dan tidak akan kembali? Apa bisa kamu lupa saja semuanya dan ... dan tinggal bersamaku? Aku butuh teman, aku butuh seseorang yang bisa menjagaku darinya.' Anna bergumam dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status