Share

Give Me Your Love
Give Me Your Love
Penulis: Rein_Angg

01. The Heartless Player

Angin membiarkan mawar

Bergoyang pada tangkainya

Dari ribuan mawar yang tumbuh

Tak semuanya memberikan kedamaian

***

Karangan bunga menutupi seluruh bagian depan rumah mewah keluarga De Luca yang luasnya lima hektar lebih, hanya di depannya saja.

Semua bertuliskan ucapan duka cita dan bela sungkawa. Hari ini, kota San Angelo dan seisinya berduka. Mereka kehilangan sosok orang terkaya namun memiliki hati mulia.

Fransiscus De Luca, pemilik kerajaan bisnis Maximo Corporation telah berpulang dengan tenang pada usia delapan puluh lima tahun.

Ragam pelayat datang dan berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari yang hanya menggunakan pakaian lusuh dan bersandal jepit, sampai dengan mereka yang menggunakan pakaian sekelas Valentino dan Armani.

Seorang perempuan berambut hitam, lebat, ikal dan panjang berjalan menyusuri lorong sepi di area barat perumahan. Usia memang baru dua puluh lima tahun, tapi aura kedewasaan jelas terpercik di wajahnya.

Matahari yang mulai lelah memancar telah siap kembali ke peraduannya. Meninggalkan garis-garis sinar redup di dinding bata merah. Suasana senja, selalu menjadi terfavorit.

“Sedang apa di sini, Nona Lynea? Apakah sedang mengenang Tuan Besar Fransiscus De Luca?” Seorang lelaki berkacamata tebal menyapa.

“Betul sekali, Tuan Alonzo. Biasanya saat sore saya mendorong kursi roda Tuan Fransiscus De Luca menyusuri lorong ini,” jawab perempuan yang bernama Lynea tersenyum haru.

“Ah, ya! Saya masih ingat. Namun, maaf, untuk kali ini, Anda tidak bisa melewati lorong kesayangan Anda,” ucap Alonzo tersenyum datar. 

Lelaki bertubuh tinggi dan kekar ini adalah orang kepercayaan keluarga De Luca. Segala urusan mulai dari jadwal pertemuan bisnis sampai dengan jadwal mengambil pakaian di binatu ada dalam kekuasaannya.

“Mengapa tidak bisa?” tanya Lynea heran.

“Tuan Muda De Luca sedang ada urusan di ujung lorong.” Wajah Alonzo tetap tersenyum, namun dipaksakan.

Baru saja ia selesai berucap ketika dua orang kemudian keluar dari remang ujung lorong.  Sepasang lelaki dan perempuan, tertawa dan berbisik sambil saling bergelayut mesra.

Pakaian si wanita sedikit tersingkap pada bagian dada yang tidak dilapisi apapun selain sebuah gaun hitam tipis. Keduanya berjalan mendekati Alonzo dan Lynea.

“Maaf, Tuan Enrico.” Alonzo mendekati bos mudanya kemudian membisikkan sesuatu.

“Lihat perbuatanmu padaku, Gilda. Lipstikmu masih ramai menghiasi leherku!” seru sang Tuan Muda Enrico De Luca tertawa.

“Kalau saja Alonzo tahu bahwa masih banyak lagi bekas lipstik milikku di balik pakaianmu!” sambung perempuan cantik dan seksi itu terkekeh mesum.

“Ini, silahkan pakai sapu tangan saya untuk membersihkannya.” Alonzo mengeluarkan sepucuk kain kecil dari kantong jasnya, kemudian menjulurkan kepada Enrico.

“Kamu yang bersihkan! Saya mana tahu di mana saja bekasnya?” bentak Enrico berang lalu melempar sapu tangan Alonzo ke atas lantai.

Lynea tertegun melihatnya. Sungguh suatu sikap yang bagaikan langit dan bumi dengan Tuan Fransiscus De Luca. Mendiang sangatlah merendah, bersahaja dan sopan.

Sementara itu, Alonzo dengan kalem dan tetap tenang mengambil sapu tangannya dari atas lantai. Tanpa bersuara, ia segera melakukan perintah sang majikan. Wajahnya tetap datar saat leher Enrico ia bersihkan dari merah lipstik teman kencannya. Lynea menatap kagum akan kesetiaan Alonzo pada keluarga ini. 

Begitu selesai dibersihkan, Enrico dan Gilda justru kembali bermesraan, atau lebih tepatnya bercumbu. Tanpa memperdulikan kehadiran Alonzo dan Lynea, mereka berciuman dengan sangat panas.

Kedua lidah mereka saling bertautan, menjelajahi kedalaman bibir satu sama lain. Telapak tangan Enrico dengan liarnya mulai meremas gundukan kenyal di dada Gilda.

Sontak, Alonzo dan Lynea segera membalikkan badan. Lynea merasa panas mulai menjalar di wajah akibat melihat adegan dewasa di depan mata. Sementara Alonzo tetap saja berwajah datar, meski rona merah mulai terlihat muncul. Walaupun demikian, sepertinya pasangan yang sedang penuh birahi itu tidak mengurangi intensitas cumbuan mereka.

“Kamu sungguh seksi dan membuatku sangat bernafsu, Gilda,” desah Enrico dengan suara tidak jelas, karena mulutnya masih terus melumat bibir kekasih sesaatnya.

“Aahhh, aku pun begitu. Kita ke kamarmu saja, Sayang?” ajak Gilda bernada sangat centil dan menggoda. Kerlingan mata dan senyuman nakal menghiasi wajah etnik miliknya.

“Maaf, tapi sebentar lagi pembacaan surat warisan dari kakek Anda, Tuan Enrico,” ingat Alonzo masih tetap membalikkan badan, membelakangi tuan mudanya.

“Aku tidak peduli! Lelaki tua bangka itu pasti menyerahkan semua kepadaku! Semua orang tahu, bahwa aku adalah cucu kesayangannya!” tukas Enrico mencibir pesuruh utamanya. Ia bahkan memanggil kakeknya dengan sebutan Tua Bangka.

“Panggil saja aku di kamar kalau sudah mulai dibacakan!” perintahnya sambil mendekap Gilda dan segera berlalu.

Beberapa menit setelah keduanya pergi, Lynea dan Alonzo sama-sama menghela napas. Mereka beradu padang, kemudian tertawa ringan. Keduanya seolah merasa lega putra mahkota De Luca telah hilang dari pandangan.

“Maafkan perilaku Tuan Enrico. Dia kehilangan orang tuanya sejak masih lima belas tahun. Sehingga tidak ada yang mengajarinya kasih sayang dengan benar,” ucap Alonzo tetap dengan gaya kalem dan tenang seperti sebelumnya.

“Tidak perlu meminta maaf, Tuan Alonzo. Saya tahu, Tuan Enrico sampai dijuluki 'The Heartless Player' memang karena kepiawaiannya dengan wanita," kekeh Lynea tertawa kecil. 

"Saya pun akan segera pergi dari istana ini. Pemakaman telah usai. Tidak ada alasan untuk saya tinggal di sini lebih lama lagi,” lanjut Lynea tersenyum indah laksana senja.

“Tuan Fransiscus De Luca sangat beruntung memiliki anda sebagai perawat. Detik-detik terakhirnya ia lewati dengan ketenangan. Semua itu berkat keluwesan anda merawat beliau,” puji Alonzo memandang wajah Lynea penuh terima kasih.

“Anda terlalu berlebihan memuji saya, Tuan Alonzo.” Lynea tersipu mendengarnya.

“Saya akan merindukan kehadiran Anda, Nona. Teh buatan Anda sangat nikmat,” tutup Alonzo mengulurkan tangan sebagai sebuah jabatan perpisahan.

“Saya pun akan merindukan suara Anda, Tuan Alonzo. Betapa setiap hari Anda selalu melaporkan keadaan terkini mengenai perusahaan, dan Tuan Muda Enrico,” sambut Lynea menjabat tangan rekan kerjanya.

Mereka saling melempar senyum hangat dan mulai berjalan ke arah yang berlawanan. Masing-masing dengan tujuan yang berbeda.

***

Lynea menatap dirinya sendiri di depan kaca rias super besar. Meskipun ia hanya perawat, namun Fransisco De Luca memberinya satu dari lima belas kamar utama yang biasa digunakan menginap para tamu istimewa.

Ranjang kayu jati dengan atap berkelambu laksana kasur para raja telah ia tiduri untuk melepas lelah selama bekerja sebagai perawat Fransiscus.

Lantai pualam putih bercorak emas juga selalu ia tapaki tiap paginya. Namun kini, semua hanya akan menjadi selembar kenangan.

Hampir satu tahun ia menghabiskan hari-hari di rumah mewah atau yang biasa dijuluki “Istana De Luca” oleh seluruh warga kota San Angelo. Lokasinya yang menjulang megah di atas bukit sejuk memang sangat menawan.

Dari jendela kamarnya, Lynea sering menatap danau teduh yang terlihat berkilat saat mentari menyapa. Saking besarnya tanah hunian ini, sampai sebuah danau dibuat oleh mendiang Fransiscus di belakang rumahnya.

Dalam hari-hari selama setahun itu, sudah belasan bahkan mungkin puluhan wanita ia lihat dibawa masuk ke dalam kamar Enrico yang persis bersebelahan dengan kamarnya.

Tidak jarang ia gagal untuk tidur nyenyak karena suara jeritan dan erangan sampai dengan sukses ke telinganya, seperti yang sedang terjadi saat ini.

“Enrico, ayolah jangan menggoda seperti ini!” pekik Gilda menarik pinggang lelaki tampan di hadapannya agar segera memberikan kenikmatan, karena ia sudah tidak kuasa menahan buncahan gairah.

“Sabarlah, Gilda. Aku ingin melihatmu berteriak nikmat sekali lagi, hehehe,” tolak Enrico masih terus memainkan daerah sensitif wanita seksi itu dan membuatnya semakin menggeliat karena amukan birahi.

“Aaahhh … ayolah, Enrico! Aku mohon! Aaah … aduuuh … aku ingin kamu!” Gilda terus merengek, meminta dan meminta untuk segera dipuaskan.

Lynea hanya bisa menggigit bibir dan menahan napas mendengar itu semua. Bayangannya sudah berjalan jauh entah kemana dengan jantung yang berdegup sedikit lebih kencang. Biar bagaimana, wanita ini juga manusia normal yang pasti akan bereaksi bila mendengar hal-hal seperti itu.

Selanjutnya hanya desahan dan erangan yang terdengar dari kamar sebelah. Lynea merasa bersyukur ia tidak perlu lagi mengalami malam-malam penuh kekesalan akibat terganggu oleh kebiasaan cucu majikannya yang sudah terkenal dengan sebutan “The Heartless Player”.

Ya, pemuda itu memang terkenal sebagai penggemar cinta semalam. Seperti Gilda yang saat ini bersamanya, belum pernah sekalipun Lynea melihatnya. Entah dari mana asalnya dan bagaimana bisa berakhir di pelukan seorang Enrico De Luca. Yang jelas, esok sudah tidak akan ada seorang Gilda dalam kehidupan lelaki beralis tebal tersebut.

Tapi itu semua bukanlah urusan Lynea. Untuk saat ini, ia telah siap angkat kaki, berpisah dengan kemegahan dunia para milyarder. Sekali lagi pandangannya menyapu pada seluruh sudut kamar dengan segala kenangan baik suka maupun duka. Ia kembali tersenyum dalam helaan napas.

“Selamat tinggal Fransiscus. Merupakan kehormatan untuk merawat seseorang seperti Anda,” gumamnya agak tercekat.

Rasa sedih dan haru menghampiri.

Sudah tiga orang lanjut usia yang ia rawat sebelumnya. Hanya Fransiscus yang paling memperlakukan dirinya dengan penuh kebaikan, seolah Lynea adalah cucunya sendiri.

Baru saja Lynea hendak membuka pintu kamar ketika Alonzo sudah lebih dahulu membukanya. Mereka bertubrukan di pintu kamar. Keduanya sama-sama kaget dan saling meminta maaf.

“Tuan Romario, pengacara keluarga De Luca menginginkan Nona turut hadir untuk pembacaan surat warisan,” jelas Alonzo menjawab pertanyaan tanpa suara di wajah Lynea.

“Aku? Untuk apa?” Lynea tidak percaya.

“Saya kurang paham, Nona. Tapi demikian permintaanya.”

"Biasanya saat seseorang diminta hadir untuk mendengarkan sebuah surat warisan, orang tersebut akan disebut namanya sebagai penerima warisan tersebut," beber Alonzo pelan dan datar.

Lynea mendelik dan terperangah mendengarnya. Disebut namanya dan ikut menerima warisan? Betulkah itu? Batinnya langsung memekik dengan girang. Tidak butuh waktu lama sebelum seutas senyum menghiasi wajah polos namun jelita miliknya. 

Dalam bayangan, sejumlah uang dan beberapa barang mewah Fransiscus bisa jadi akan diberikan kepada Lynea. Lelaki tua itu selalu tahu betapa perawatnya sangat menyukai salah satu mobil klasik yaitu Dodge Firebomb 1955 yang terparkir dengan cantik di garasi. 

"Ayo, Tuan Alonzo! Kita segera menemui Tuan Romario!" resahnya tidak sabar lagi menanti warisan apa yang akan diberikan kepadanya. 

"BERSAMBUNG"

ON NEXT CHAPTER :

“Bersama ini saya, Franciscus De Luca, menyatakan bahwa di saat saya telah tiada, seluruh harta dan kekayaan saya akan jatuh kepada …”

Romario berhenti beberapa detik. Sepertinya ia sedang menguatkan diri untuk bisa meneruskan kalimat-kalimat selanjutnya.

*****

Rein_Angg

Hai Charming Readers...!!! Thanks sudah hadir dalam dunia Enrico & Lynea. Author harus kembali mengingatkan bahwa ada adegan 21+ di Novel Give Me Your Love. So make sure you're 18 years old, okeeeey...!!! Pastikan untuk terus mengikuti jalan kisah cinta Enrico & Lynea. Kita akan bersama merasakan bahwa cinta kadang tidak hadir begitu saja, tetapi melalui sebuah proses. Dimana dunia tidak seperti dongeng yang happily ever after. Namun, membutuhkan perjuangan. Leave your comment so we can say hai, okay 💖 Happy Reading & Enjoy

| 2
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Widya Dya
heyyy...just read this...
goodnovel comment avatar
Uum Rumsari
Kak Rein,ketemu di sini kita......
goodnovel comment avatar
Yanti Indriati
keren ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status