Share

Ketiduran

Ruangan senyap dan tegang. Di pintu, pria seram berkepala plontos itu tidak sendiri. Di belakang tubuhnya, ada empat orang pria lain dengan perawakan yang sama. Sama-sama seram dan berbadan besar. 

Salah satu pria berambut gondrong, berkaos hitam, sedang mencengkeram kerah kemeja Ko Hendri, manajer Yuna. Dia ketakutan setengah mati, rambut klimisnya berantakan, kaca matanya pecah sebelah.

“Cepat katakan siapa yang bernama Yuna di sini?!” Suara laki-laki berkepala pelontos terdengar lagi menghardik pada siapa saja yang ada di ruangan ini, termasuk pada Ko Hendri, sang manajer.

Tapi ruangan tetap saja senyap, tidak ada yang menjawab. Enam orang rekan kerja Yuna kompak tutup mulut. Mereka tentu tidak akan memberitahukan yang mana yang bernama Yuna. Mereka ingin melindungi gadis itu. Jelas sekali yang datang ini adalah orang jahat, jika mereka memberitahu, tentu Yuna akan disakiti. Namun itu tidak berlaku untuk Ko Hendri, manajer Yuna yang terkenal pengecut dan ngga pedulian. 

“I-tu, yang kemeja merah. Dia yang namanya Yuna.”

Mata Yuna membelalak tak percaya. Manajernya menyerahkan dirinya begitu saja alih-alih melindungi dirinya seperti teman yang lain. Sudah tak dapat mengelak lagi, Yuna bangkit berdiri dengan tubuh yang gemetaran. 

“Lepaskan saya, Om. Bawa saja Yunanya. Silakan kalau mau diapa-apain, tapi jangan ribut di kantor ini.” Ko Hendri menunjuk Yuna seraya minta dilepaskan cengkeraman kemejanya. Yuna menatap kecewa pada manajernya itu. 

“I-iya, Sa-saya Yuna. Anda mau apa? Apakah anda yang bernama Mamat Boncet?”

Pria seram berkepala plontos mengkerutkan dahi, seperti tersinggung dipanggil dengan nama itu.

“Siapa itu Mamat Boncet? Seperti nama tukang urut langganan saya. Saya James! Saya ke sini ada urusan penting sama kamu. Ayo ikut kami!

“Jadi anda bukan Mamat Boncet?” Kening Yuna makin bertaut bingung. Jika pria seram di pintu itu bukan Mamat Boncet, lantas siapa?

“Enak saja. Memangnya tampang saya ada tampang Mamat-Mamatnya? Ayo ke sini kamu, ikut saya.”

Pria bertubuh besar itu menyelonong masuk. Dia lansung mencengkeram erat lengan Yuna dan menyeret tubuh mungil gadis itu keluar ruangan. Semua rekan kerja Yuna hanya bisa diam, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Lima pria bertubuh besar yang menyerobot masuk kantor itu bukanlah lawan mereka. 

“Ini ada urusan apa, sih? Saya ngga kenal kalian!” kata Yuna saat tiba di depan meja resepsionis di dekat pintu utama. Sementara rekan kerja yang lain termasuk Ko hendri mengintip takut-takut dari pintu ruangan operator yang berada di sebelah kanan ruang resepsionis. 

“Mana Ares?” Pria pelontos bertanya lagi dengan nada mengancam.

“Ares? Mana saya tahu.” Yuna makin bingung.

“Jangan bohong! Kamu bersamanya semalam, di hotel dan juga di rumah sakit. Kami lihat di rekaman CCTV.”

“Iya, saya memang sama dia semalam. Tapi saya ngga kenal dia, kami baru saja bertemu.”

“Ach! Bohong, kamu pasti pacarnya.” Si Pria pelontos tidak mendengarkan penjelasan Yuna. Dia memerintahkan anak buahnya untuk membawa gadis itu. “Bawa dia!”

Yuna diseret keluar kantor. Tangannya dicengkeram erat oleh dua orang pria bertubuh besar. Dia dibawa ke mobil putih mini bus yang terparkir serampangan di depan pintu masuk. Yuna dimasukkan ke dalam mobil. Dia didudukkan di bangku belakang, seseorang mengikat tangannya dan menutup mata Yuna dengan ikatan kain. 

“Lepaskan saya! Saya ngga tahu apa-apa, kalian gila!” 

Sekeras apa Yuna meronta, tak ada yang mendengarkan. Gadis itu merasakan mobil melaju, tak tahu dia akan dibawa kemana. Tak seorang pun ada yang mampu menyelamatkannya di kantor itu. 

“Ko, telepon polisi, Ko. Itu penculikan namanya.” Mega panik dan memberi usul pada Ko Hendri. Bersama rekan kerja yang lain, mereka berdiri putus asa melihat kepergian mobil yang membawa Yuna.

“Itu urusan pribadi dia, kenapa bawa-bawa polisi. Ayo! Kembali kalian bekerja!” 

Ko Hendri memberi perintah. Dia menolak untuk lapor polisi. Berurusan dengan polisi akan membahayakan perusahaan pinjaman onlinenya yang illegal, bisa-bisa dia yang tertangkap. Ko Hendri tak mau ambil resiko, lagian, dia juga tidak peduli akan nasib Yuna.

**

Sepanjang perjalanan, Yuna meringkuk di belakang mobil dengan ketakutan dan gemetaran. Gadis itu menangis, namun ditahan, karena setiap suara yang ia keluarkan, Yuna akan mendapatkan hardikan. 

Perjalanan terasa lama, Yuna tak bisa menebak ke mana arah laju mobil yang membawanya. Tapi jika diterka, mobil ini mengarah ke luar kota 

Saat di perjalanan, tiba-tiba, terdengar suara rem mendecit, mobil berhenti mendadak. Yuna yang duduk tanpa pengaman, lansung terpental ke depan. 

“Brengsek. Siapa itu?” 

Dalam mata tertutup, Yuna mendengar pria-pria yang semobil dengannya mengumpat. Pintu dibuka, semua orang berhamburan keluar. Terdengar cek cok adu mulut dan kemudian berganti menjadi suara pertarungan. Suara tinju, tendangan dan suara pria-pria mengerang kesakitan, bahkan Yuna juga mendengar suara pistol ditembakkan. Suara riuh dan gaduh terjadi cukup menegangkan, membuat gadis itu semakin ketakutan. 

Beberapa menit berlalu, suara perkelahian yang tadi terdengar intens kini berangsur senyap. Suara tembakan menutup perkelahian itu kemudian senyap sesenyap-senyapnya. Yuna makin gemetaran, apalagi saat pintu mobil dibuka. Ada seseorang yang naik ke mobil dan mendekat ke arahnya.  

“Si-siapa kamu?” Yuna berteriak parau, bertanya pada siapa yang datang mendekatinya. 

Sentuhan tangan yang hangat dan aroma parfum maskulin bercampur aroma mesiu membuat Yuna lansung mengenali siapa sosok itu. 

“Ares?” tebak Yuna. Seseorang itu tidak menjawab. Dia sibuk membuka ikatan di tangan dan mata Yuna, Setelah membuka ikatan yang menutup mata, mereka berdua bersitatap. Mata Yuna membulat. Melihat Ares yang datang, Yuna lansung merasa lega, namun hanya sementara. Rasa lega itu berganti dengan rasa ingin tahu yang teramat besar.

“Mereka siapa? Kenapa mereka menculikku? Mereka nanyain tentang kamu ke aku. Aku malah mereka kira adalah pacar kamu. Apa-apa ini, Ares?” Yuna tak henti-hentinya mengoceh dan menyerbu Ares dengan pertanyaan beruntun. Ares tidak menjawab, dia menarik tubuh Yuna agar cepat keluar ke mini bus itu. Saat keluar mobil, mata Yuna melebar lagi melihat lima orang pria berbadan besar dan kekar sudah tumbang bergelimpangan tak sadarkan diri di jalanan. Yuna geleng-geleng kepala melihat hal itu.

“Ini kerjaan kamu?” tanya Yuna lagi, sementara Ares menariknya untuk cepat-cepat masuk ke mobilnya sendiri yang terparkir di belakang mini bus.

“Ares, sebenarnya kamu ini apa dan siapa? Superhero? Superman atau apa?” Pertanyaan gadis itu terus saja meluncur beruntun seiring dengan laju mobil yang Ares kemudikan dengan kecepatan tinggi saat meninggalkan lokasi kejadian. Pria itu masih diam dan tidak kunjung menjawab. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status