Share

Chapter 6

Pluuusssttt !

Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya.

Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja.

“Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa.

Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya.

“Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup.

“Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meninggalkan kamar mandi itu. Yuni dan juga Dina ikut lari. Hanya tersisa Rachel dan juga Angkasa di ruangan itu.

“Maaf, maafkan aku,” jelasnya sambil melihat temannya yang berlari meninggalkannya seorang diri. “ Kenapa kalian meninggalkan aku sendirian. Aku ingin ikut bersama kalian!” Rachel melihat wajah Angkasa sekilas lalu ikut berlari mengejar teman-temannya.

Menyadari dirinya ditinggalkan seorang diri membuat Angkasa makin marah. Dengan langkah cepat ia mengambil tisu dan membersihkan wajahnya. Setelah membersihkan wajahnya, dengan langkah cepat ia keluar dan mencari keberadaan Rachel.

Baru saja Rachel hendak menaiki tangga yang menuju kelasnya, Angkasa langsung muncul di belakangnya dan menarik paksa tangannya dengan kasar.

“Oemm,” ucap Rachel gemetar. Antara takut dan kesakitan iya meringis pelan. 

Angkasa tidak juga berhenti melepaskan tangan Rachel. Lantas ia menatap Rachel dengan  tatapan yang penuh dengan amarah.

“Wajahmu basah kuyup. Sini biar aku bersihkan dan aku keringkan yah.” Dengan cepat ia mengambil sapu tangan yang ada di saku bajunya. Rachel yang panik mencoba untuk membersihkan dan melap wajah Angkasa.

Hanya saja tingkah perempuan itu malah membuat Angkasa menarik tangan Rachel agar ia menghentikan kegiatan melapnya itu. Angkasa menarik tangannya sehingga membuat Rachel terdorong maju ke tubuhnya. Menjadikan jarak keduanya menjadi sangat dekat.

Jantung Rachel berdetak kencang. Namun kali ini bukan karena rasa takutnya, melainkan karena iya terpesona dengan ketampanan Angkasa. Membuat matanya tak berkedip memandang wajah Angkasa. Sekarang ia akui ketampanan lelaki itu. Pantas saja teman-temannya begitu terpesona dengannya.

“Tidak pernah ada orang yang melakukan hal seperti ini padaku sebelumnya. Kamulah orang pertama yang melakukannya. Kamulah wanita yang pertama. Atau ini adalah takdir.” Lamunan Rachel benar-benar membuatnya tenggelam dalam dunianya sendiri. Ia melihat bibir merah Angkasa yang begitu sexi, membuat lelaki itu terlihat makin sempurna saja.

Angkasa melangkah maju, mendekat ke wajah Rachel  dan melihat bibirnya yang bersiap untuk menciumnya. Dengan penuh semangat Rachel menutup matanya dan memonyongkan bibirnya, menantikan bibir Angkasa mendarat di permukaan bibirnya.

Namun sungguh malang nasib perempuan itu karena ketika ia membuka mata, bukannya mendapatkan ciuman malah yang ada hanya tatapan arogan dari Angkasa. Dengan kejam ia melemparkan sapu tangan milik Rachel ke lantai. Mendorong hingga Rachel tergeletak jatuh seperti nasib sapu tangannya pula.”

“Ini adalah sekolah menengah atas bukannya taman kanak-kanak tempat untuk bermain, jadi buatlah dirimu agar lebih cocok sebagai seorang siswi,” bentak Angkasa dengan tegas.

“Ada apa?” tanya Zigit yang baru saja datang menghampiri Angkasa.

Bukannya menjawab pertanyaan temannya, Angkasa malah berjalan meninggalkan tempat itu.

“Apa? menurutmu karena kau adalah Tuan Muda pewaris Ains-Soft dan juga pemilik yayasan ini lantas bisa membuatmu berlaku seenaknya,” teriak Rachel sambil mencoba berdiri dari tempatnya terjatuh tadi. “Di rumahku, ibuku juga memanggilku Tuan Putri. “

Angkasa berbalik dan berjalan ke arah Rachel, menatapnya tanpa berkedip sedikit pun. Rachel yang melihat itu, jadi terkejut dan takut sendiri.

Setelah berjarak 1 meter di depan Rachel, Angkasa lalu membuka Jas yang di pakainya lalu melemparkan tepat ke wajah Rachel. “Buanglah!” Lalu ia berlalu pergi meninggalkan tempat itu.

“Sa!” panggil Zigit yang mengikutinya dari belakang.

Rachel memonyongkan bibirnya, mengolok-olok Angkasa dari jauh sambil memperagakan ucapan Angkasa barusan. “Buanglahh!” dengan jengkel ia pun membuang jas itu ke lantai.

Namun baru saja ia hendak pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba saja terdengar bunyi handphone. Dengan ragu-ragu ia memeriksa saku jas yang dilemparnya barusan. Terlihat jelas di sana sebuah panggilan masuk di handphone Angkasa. Ternyata iya melupakan handphonenya di saku itu.

Dengan hati-hati Rachel mengambil ponsel yang terus berbunyi dan tanpa sengaja menekan tombol terima panggilan.

“Halo! Sa aku tau kamu nggak mau bicara dengan aku. Maka dengarkan saja aku. Maafkan aku tentang lamaranmu padaku waktu itu”

Baru saja Rachel hendak menjawab ucapannya, namun Angkasa tiba-tiba saja muncul merebut handphone itu dari tangan Rachel dan langsung mematikan panggilannya.

Dengan cepat Angkasa berdiri dan berjalan meninggalkan Rachel, sedangkan Rachel masih kaget dengan kenyataan yang baru saja di dengarnya di balik telepon.

“Jadi dia benar-benar akan menikah?” tanya Rachel kepada dirinya sendiri. Dengan cepat ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Melihat ke sekelilingnya, memastikan tidak ada orang yang mendengar ucapannya barusan.

Gara-gara ulah temannya yang mengajaknya berkejar-kejar sambil bermain sembur-semburan minuman, ia menjadi terjebak dengan kejadian yang tidak ia harapkan itu. Hingga harus melibatkan dirinya dengan Angkasa. lelaki arogan yang pernah ia temui selama hidupnya di bumi. Namun kini tidak ada yang bisa ia lakukan sebab nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Segalanya sudah terjadi.

                                                ***

Bel pulang akhirnya berbunyi. Membuat siswa dan siswi berteriak kegirangan. Rachel yang sedari tadi telah membereskan buku-bukunya pun segera mengambil tasnya dan berlari menuju parkiran sekolah. Dengan ceria ia mengambil sepadanya dan mendorongnya berjalan keluar meninggalkan sekolah.

Baru saja ia akan keluar dari gerbang sekolah, langkahnya mendadak terhenti karena melihat Angkasa yang tengah berdiri tegak di hadapannya.

Seolah acuh, Rachel tetap berjalan mendorong sepadanya, menundukkan kepala karena takut melihat wajah seram Angkasa. Namun dengan cepat pula ia dihadang oleh Angkasa.

“Ada apa denganmu?”

“Rupanya selain mengotori wajah orang lain kau juga suka mengangkat telepon orang lain yah. Bagimu itu hanyalah gosip. Tapi bagiku itu sangatlah penting,”

“Ap.” Angkasa langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Rachel. Membuatnya tidak dapat melanjutkan ucapannya.

“Jika kamu terlalu banyak bicara kamu akan mendapatkan masalah. Ingat itu.” ucapnya lalu pergi dan melap tangannya menggunakan celana yang dipakainya, seolah jijik karena telah meletakkan tangannya di bibir Rachel.

                                                ***

“Ben hari ini aku ingin mampir dulu ke suatu tempat kamu pulang lebih awal saja. Kalau bisa kamu sekalian coba cari alamat calon tunanganku itu yah. Coba minta alamatnya sama Papa. Sekalian nanti saya mau cek tempatnya.”

Begitu Ben selesai membaca pesan singkat dari Angkasa, mendadak ia langsung menghubungi Bambang dan segera meluncur menuju alamat yang di tuju. Cukup sepuluh menit saja untuk sampai ke tempat yang di carinya itu. Ben memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Sebuah perumahan kompleks yang biasa saja. 

Setelah turun dari mobil, Ben mencoba lagi untuk memastikan alamat yang di maksud oleh Bambang, orang kepercayaan Papa Angkasa. Matanya tertuju pada sebuah rumah dengan cat warna biru muda dan pagar berwarna putih. Di bagian tembok pagar tergantung sebuah poster kecil bertuliskan Rumah Pijat Ramon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status