Share

6. Diajak Jalan Tuan Besar

"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee

Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang

"Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?"

"Aku hanya ngobrol sebentar dengan David"

"Tanpa izin dari gue?"

"Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?"

Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain.

Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka.

"Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi.

Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah

"Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya.

"Kapan?"

"Apa?"

"Kita,, ikkeh ikkeh kimochi"

Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya mengernyit, bingung atas pertanyaannya. Kenapa akhir akhir ini, Femi menggunakan bahasa aneh?

"Lupakan!" jawab Femi

Femi yang salah tingkah tersebut, memilih menepuk bantalnya. Mencari posisi ternyaman untuk segera berbaring.

"Ngapain?" tanya Jee, melihat Femi yang mulai rebahan

"Tuan, ini sudah malam. Saya mau tidur"

Jee memutar bola matanya malas. Segera menarik tangan Femi untuk segera bangun. Tidak lupa, memberinya jaket untuk segera dipakainya. Jee tak memberi kesempatan untuk Femi berbicara sedikitpun, bahkan ketika Femi berkali kali bertanya padanya,  disaat mereka sudah memasuki mobil Crz putih milik Jee.

"Tuan mau membawa saya kemana?"

"...."

"Tuan mau menjual saya?"

"Gue bukan orang miskin, apalagi buat jual Lo. Paling lakunya cuman dikit, cuman cukup buat beli nasi bungkus" jawab Jee gamblang

Kedua bola mata Femi membulat, tak percaya kalau hinaan Jee begitu menyakitkan.

"Gini gini, ginjal saya mahal loh Tuan"

"Berisik!!"

Tibalah mereka di sebuah Mall terbesar di pusat kota. Femi terpana melihat gedung yang begitu besar ini, baru kali ini Femi masuk kedalamnya. Biasanya hanya di warung makan, itupun kadang di usir sama pemilik warung.

Jee tanpa sadar menggandeng tangan Femi, hingga orang orang memperhatikannya. Sampai akhirnya Jee tersadar, kalau Femi datang dengan pakaian piama Buluk dan sendal jepit jelek miliknya"

"Sejak kapan Lo pakai baju ini?" tunjuk Jee pada baju Femi.

Femi menunduk melihat pakaiannya. Apa yang salah?

"Tuan tadi yang tiba tiba menarik saya kesini, saya mana sempat ganti kostum"

Jee menghela nafasnya. Benar juga. Daripada Jee menahan malu, diajaknya Femi naik ke escalator.

"Lain kali, pakai baju yang pantas. Ketempat umum pakai piyama. Lo kira gue gak malu jalan sama Lo"

"..."

"Kalau gue ngomong tu, Lo nyaut. Budeg Lo?"

"..."

"Lo lemes apa gimana? Timbang ngomong aja susah. Bisu!!"

Jee merasa aneh, Femi tak menjawab sedikitpun omongannya. Saat dirinya menengok kebelakang, ternyata Femi sudah jauh tertinggal dibawah.

"Astaga!!" Umpat Jee menepuk dahinya

"Tuan, saya ketinggalan" teriak Femi melambaikan tangannya.

"Ngasih kerjaaan banget sih Lo"

Terpaksa Jee buru buru naik, lalu turun ke escalator menjemput Femi.

"Ngapain Lo masih disini, bodoh??!" Tanya Jee sampai di hadapan Femi

Wajah Femi begitu pucat. Tapi Jee tak perduli

 Saat hendak menarik tangan Femi, Femi dengan keras menampik tangannya. Bahkan Femi menggeleng cepat, menolak perintah Jee.

"Buruan naik!!"

"Saya takut, Tuan"

Jee tertegun, jaman sekarang masih ada yang takut naik escalator. Bikin malu!!

Orang orang semakin banyak yang memperhatikan mereka, terpaksa Jee menggendong Femi naik ke atas escalator. Bahkan di depan butik ternama.

"Pilih baju yang Lo suka!" titah Jee, duduk di tempat antrian.

Femi melihat sekeliling, menelan ludahnya kasar. Bagaimana dia bisa memilih pakaian yang kurang bahan seperti ini?

"Buruan!!" perintah Jee, merudak lamunan Femi

"Tapi, disini bajunya minim sekali Tuan. Saya takut masuk angin"

Jee begitu geram dengan sikap Femi. Femi begitu polos, membuat Jee gemas sendiri kepadanya.

"Ambil saja, buruan. Ganti baju Lo yang dirumah dengan baju baru. Sumpek gue ngeliatnya"

Sebenarnya Femi hendak menolak, tapi karna Jee menggunakan tatapan tajamnya. Dia lebih baik mengurungkan niatnya.

1 jam, Femi memilih pakaian. Dress rumahan berwarna pink dengan panjang selutut.

"Lo cuman beli segini setelah ngabisin waktu sejam? Are you seriously?" tanya Jee tak percaya.

"Saya harus ambil berapa tuan?"

"Ambil 2 lusin"

"24 lembar?"

"Terserah lo, yang sekiranya cukup buat gonta ganti dirumah"

Femi menelan ludahnya. Pasalnya, baju yang dia pilih saat ini berharga 500 ribu. Bagaimana kalau disuruh ambil banyak? itupun Femi mengambil yang paling murah.

"Gak usah perduliin dengan harga" Kata Jee sambil memainkan ponselnya

"Ambil yang ko suka. Kalau mau, sekalian baju buat pergi pergi" kata Jee lagi.

Femi mengangguk dengan senyuman kecilnya. Ternyata dibalik sikap dinginnya. Jee begitu baik.

Femi dengan penuh antusias mengambil baju yang di sukainya. Termasuk Gaun merah dengan tali spaghetti yang tergantung di manekin. Begitu cantik. Dicobanya gaun tersebut, lalu dipamerkan pada Jee

"Tuan, aku pantas gak pakai ini?" tanya Femi menghampiri Jee yang sibuk memainkan ponselnya.

Jee mendongak melihat Femi. Pipinya tersemu merah melihatnya. Femi begitu cantik. Ada rasa berdebar di dadanya saat melihat Femi.

"Bagus" jawab Jee datar, kembali memainkan ponselnya.

Femi berdecak sebal. 'Singkat sekali jawabannya' batin Femi. 

Setelah memilih baju yang disukainya, dibawanya semua pakaian tersebut ke meja kasir. Melihat Femi yang sudah di depan kasir, Jee lantas menghampirinya. Dikeluarkannya kartu ATM di dalam dompet kulitnya

"Semua total 900 juta" kata Petugas kasir tersebut.

Femi melongo, tak percaya dengan total belanjaannya. Seumur umur, baru kali ini dia berbelanja dengan total sefantastis itu. 

Merasa tak enak, Femi menarik lagi baju yang hendak di bungkus petugas kasir.

"Maaf mba, saya gak..."

"Biarkan!!" potong Jee.

"Cukup sekali Lo bikin malu pas di escalator tadi. Atau Lo, gak bakal bisa pulang malam ini juga" ancam Jee yang membuat Femi sudah ketakutan.

Femi mengangguk, menyetujui perintahnya. Sambil membawa paperbag barang belanjaannya, Mereka melewati butik yang berisi pakaian batik. Femi terhenti sesaat, melihatnya dari luar

"Kenapa Lo?"

"Boleh saya menukar salah satu baju tadi dengan baju yang ada di dalam, Tuan?" tanya Femi ragu ragu.

Jee gusar, kenapa Femi harus membuat penawaran seperti ini?

"Kalau Lo mau, ambil yang mana Lo suka"

tawar Jee sembari memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

Femi mengangguk senang, segera berlari masuk kedalam. Memilih kemeja batik dengan motif warna emas. Kemeja model pria

"Lo mau pakai kemeja kakek kakek?" tanya Jee saat di meja kasir

"Ohh, bukan Tuan. Ini buat Ayah saya" Senyum Femi.

Jee mengangguk paham, membiarkan Femi dengan kesenangannya.

Setelah selesai, mereka beranjak pulang kerumah.

"Terima kasih banyak, Tuan" kata Femi saat sudah sampai dirumah

Jee tak menanggapi. Dia berjalan cepat menuju kamar, ditinggalkannya Femi yang masih ada dibelakang

Di sisi lain, Monica ternyata melihat Femi yang membawa banyak barang belanjaan, apalagi bersama dengan Jee. Semakin bertambah pula kebenciannya pada sosok Femi. Kedua tangannya mengepal keras, dengan mata yang memerah menahan marah

"Awas saja Lo gadis miskin" dendam Monica

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status