Share

5. Tentang Jee

"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan

Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini.

Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya.

Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka.

'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.

Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi.

"Cari siapa?" Tanya Monica

"Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya.

Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi.

Kriiiiitttttt

Pintu terbuka perlahan, nampak Femi yang sedang tertidur dengan menahan kesakitan ditangannya.

Untuk pertama kalinya, Jee merasa kasihan pada orang lain

"Bangun lo" perintah Jee, mengguncang tubuh  Femi.

Femi menggeliat, mencoba membuka matanya.

"Tuan? Ada apa?"

Menyadari kesalahannya, di ulang lagi ucapannya tersebut

"Maaf Jee, aku ketiduran"

Lili menaruh piring yang berisi nasi, sayur, ayam, dan aneka buah. Tidak lupa segelas susu, ditaruhnya diatas meja dekat ranjang.

"Makan dulu" titah Jee

Femi bingung, pasalnya tangannya di perban saat ini. Ditambah dengan perihnya luka, bagaimana bisa makan.

Jee memutar bola matanya malas. Lalu menyuruh Lili untuk segera keluar kamar.

"Makanya hati hati kalau bawa air panas" kata Jee sembari mengambil piring dan sendok, menyiapkan kedalam mulutnya Femi. Femi dengan antusias menerimanya karna dia begitu lapar saat ini

"Dia tidak sengaja, Jee"

"Dia? Siapa?"

"Pelayan kamu"

Jadi benar dugaan Jee, ada orang yang sengaja menyiram tangan Femi. Teringat tadi sore, sepulang kerja. Jee tidak sengaja mendengar Ibu Widya sedang mengobrol dengan Ina. Menyuruhnya, menyiramkan air panas bila bertemu Femi.

"Habisin. Terus tidur" perintah Jee sambil menyuap Femi.

******

"Inaaaa"' Teriak Jee menggema di rumahnya.

Para pelayan berhamburan, sembunyi dibalik dinding. Mereka tau, jika Jee berteriak berarti ada salah satu diantara mereka melakukan kesalahan. 

Para pelayan ketakutan, tak terkecuali Ina. Ina yang saat ini dipanggil Jee.

"Gua bikin kesalahan apa ya?" tanya Ina dengan gemetar kepada yang lain. Para pelayan hanya menggeleng tidak tau.

"Ada apa sih Jee? " Tanya Ibu Widya, muncul dihadapannya Jee

Jee hanya tersenyum sinis. Bukan hal yang baru, Omanya itu bersikap sok baik kepadanya.

"Panggil Ina suruh kesini. Lili, bawa air panas!!!" teriak Jee, yang diyakini di dengar oleh semua penghuni rumah.

Mendengar teriakan Jee, Femi yang tertidur kini mulai terbangun. Buru buru dia melangkah turun untuk mengetahui apa yang terjadi.

Berkumpulah para pelayan, Ibu Widya, Monica, David, dan di tengah tengah ada Ina dan Jee yang sedang membawa baskom berisi air panas.

Perasaannya tak enak, Femi berlari menemui Jee.

"Jee" lirih Femi membuat semua orang menoleh kepadanya.

Jee hanya menoleh ke arah Femi.

"Diakan yang nyiram Lo air panas?" tanya Jee

"Dia tak sengaja"

"Dia sengaja Femi. Dia suruh Oma"

Ibu Widya terperanjat kaget, begitu juga dengan Ina. Ina menelan ludahnya kasar, cemas bila mukanya disiram air panas juga.

"Gue gak suka, ada yang sok arogan disini. Yang bayar Lo, gue atau dia?" teriak Jee pada Ina.

Ina mulai menangis, menangisi nasibnya. 

"Jee sudahlah. Toh, tangan aku sudah sembuh" rayu Femi

"Diammm!!" ketus Jee dengan tatapan tajam, membuat Femi terkejut.

"Jee kita bisa omongin ini baik baik" rayu Femi lagi, tak menyerah.

Jee tak mengindahkan kata Femi. Dia langsung menyiramkan air panasnya mengarah ke Ina

"Aaaaaaaaaaaaaaa!!" teriak Ina ketakutan

Byurrr...

Brakkk...

Semua orang menoleh, bahkan Jee menatap tajam Femi. Ya berkat Femi, Ina tidak terkena air panas sedikitpun, karna Femi menahan tangan Jee dan menangkis ke arah lain, di tempat yang kosong.

Melihat kelakuan Femi, Jee marah besar. Seakan matanya penuh dengan kobaran emosi.

"Lo apa apaan? Mau sok jadi jagoan?"

"Maaf, Tuan. Tapi sikap Tuan tidak benar. Kasian Ina, sampai ketakutan seperti itu"

"Gue gak peduli. Lo gak usah ikut campur, gue ngajarin pelayan gue buat gak semena mena tanpa perintah dari gue. Dan sekarang Lo bersihin ini semua"

Femi terkejut dengan perintah Jee. Bagaimana bisa dia membersihkannya sedangkan salah satu tangannya di perban.

Lili hendak bergerak maju, membantu Femi. Tapi sayang, baru selangkah Jee sudah melarangnya

"Ingat, jangan ada yang berani Pelayan membantunya" titah Jee kembali.

drttt..  drttt..

Ponsel Jee bergetar, segera Jee menerima telfonnya.

"Iya, 15 menit lagi saya akan sampai disana"

kata Jee ditelfon.

Melihat Jee sudah pergi, David menghampiri Femi disaat orang orang sudah bergerak menjauh darinya. Terkecuali Monica

"Lo gak usah bantu, kena damprat Jee tau rasa" sindir Monica

"Gue bukan pelayan. Berhenti ikut campur!!"

Monica berdecak sebal, dan pergi meninggalkan mereka berdua.

"Gak apa apa?" tanya David

"Benar kata Monica, kamu seharusnya gak bantu aku"

"Tidak apa apa"

"Ini non lap dan pel nya. Awas panas" kata Lili sambil membawa alat pel

"Terima kasih ....." ucap Femi menggantung

"Panggil saya Lili"

Femi tersenyum ke Lili, baru kali ini ada yang bersikap baiknya padanya setelah David.

"Bagaimana kabar ayahmu?" Tanya David.

"Puji Tuhan, baik. Terima kasih sudah memberi fasilitas untuk Ayahku"

"Tak masalah"

"Oh David, Apa kamu sudah menikah?"

"Hampir menikah, tapi Calon istriku meninggal sehari sebelum pernikahan"

"Aku turut sedih mendengarnya"

"Kamu bagaimana?"

"Aku tidak pernah dekat dengan pria lain" jawab Femi tersipu malu

"Menakjubkan"

Hening, diantara mereka berdua saling terdiam

"Dulu, Ibu Jee meninggal bunuh diri" kata David memecah keheningan

"Penyebabnya apa?"

"Oma Widya tak menyukai Tante Jenny, ibunya Jee. Setiap hari ada saja keributan diantara mereka, tak lepas dari pelampiasan amarah, selalu serba salah dimata Oma. Itulah sebabnya, Jee membenci Omanya"

"Lalu Ayahnya?"

"Sakit, ayahnya sakit"

Femi mengangguk paham.

"Aku dan Jee berteman sejak kecil, kami bertetangga. Ibuku, kepala pelayan dirumah ini, bahkan berkawan baik dengan Tante Jenny. Itulah sebabnya, agak banyak aku tau tentang Jee. Jee orang baik, hanya saja dia bersikap dingin karna trauma dengan orang yang bersikap baik padahal jahat, sama seperti halnya dengan Oma"

Femi tak menyangka, bahwa Jee mengalami kisah se dramatis ini. Padahal Jee hidup enak dan mewah bergelimang harta. Dan Femi yakin, Jee takkan pernah mengalami rasanya hidup di kegelapan dalam rumah karna tidak membayar tagihan listrik

"Dasar murahan, beraninya Lo sama David di belakang gue"

David dan Femi menoleh ke arah sumber suara. Terpampang sosok Jee yang sedang berdiri di tengah pintu dengan meletakkan kedua tangannya di dada. Membuat David dan  Femi terkejut

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status