Share

D2

“Darimana?” tanya Endi saat Leo sudah berada disampingnya.

“Anterin salah satu karyawan, itu yang selalu bawa anaknya.” Leo menjawab sambil memanggil pelayan.

“Putik?” Leo menatap Endi penuh selidik “Siapa yang nggak tahu dia.”

“Memang dia kenapa?” tanya Leo penasaran yang membuat Endi menatap penuh selidik “Aku penasaran aja.”

“Kamu nggak tahu dia?” Leo menggelengkan kepala “Pimpinan macam apa yang nggak tahu karyawannya?”

“Kamu pikir papi hafal karyawannya semua?” Leo menatap tajam pada Endi “Aku baru pegang hotel beberapa bulan yang lalu, selama ini di kantor pusat.”

“Alasan.” Endi mencibir alasan yang Leo berikan membuat Leo hanya memutar bola matanya malas “Lalu kenapa kamu mau tahu masalah dia?” 

“Penasaran aja, tapi memang dia sudah dapat persetujuan buat bawa anaknya ke hotel?” tanya Leo penasaran.

Endi mengangguk “Om Rifat yang kasih dan mami.”

“Mami? Ngapain ke hotel sama Om Rifat?” Endi memukul kepala Leo pelan yang membuatnya mendapatkan tatapan tajam “Aku nggak mikir negatif ya.”

“Kalaupun mereka ngapain di kamar juga bukan urusan kita.” Endi berkata santai “Lagian bukannya papi sudah bilang buat mereka menikah setelah nanti papi meninggal?” Leo menatap tajam “Papi yang bilang bukan aku, jangan protes.”

Leo terdiam menatap sekitar, café yang biasa mereka datangi. Biasanya bukan hanya berdua saja, Irwan selalu ikut dengan mereka berdua dan kali ini tidak bisa karena masih ada yang harus dikerjakan. Hotel mereka membuat konsep open kitchen sehingga bisa membuat tamu melihat bagaimana proses memasak mereka, mereka membuat sesuai dengan permintaan dari tamu jadi pastinya fresh.

“Irwan masih sama Dona?” tanya Endi membuka suara.

“Cemburu?” tembak Leo langsung.

“Dona itu sudah tahu kalau Irwan nggak akan sama dia masih aja berusaha, katanya Irwan mau ke Surabaya?” Leo mengangguk “Menikah?”

“Entah.” Leo mengangkat bahu “Kamu belum bicara tentang Putik?”

“Penting?” Endi memberikan tatapan menggoda “Perpisahannya sama suami banyak yang nggak paham, tapi dia orang tua tunggal dan nggak punya saudara sama sekali. Mami sama Om Rifat yang memberikan dia kebebasan membawa anak dengan syarat tidak mengganggu yang lain, lagipula anaknya sudah cukup besar kalau nggak salah usianya empat atau lima tahun.”

Mendengarkan penjelasan Endi dalam diam, menatap sekitar membuat Leo dapat melihat beberapa pria mengelilingi satu wanita. Leo menatap penuh selidik, sang wanita yang menunjukkan rasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka tampak terlihat jelas. Wajah sinisnya dan tidak nyaman membuat Leo berpikir tentang apa yang dilakukannya disini, tepukan pada lengannya membuat Leo menatap Endi penuh minat.

“Sudah biasa itu idol begitu.” Endi membuka suara membuat Leo menatap penuh selidik “Mereka akan melakukan segala macam cara agar namanya masih dikenal atau dipakai banyak tempat.”

“Tapi dia nggak nyaman.” Leo membuka suara.

“Akting supaya ada yang nolong.”

Leo tidak menyetujui perkataan Endi, wanita itu tampak benar-benar tidak nyaman dan ingin pergi dari tempatnya. Tidak lama kemudian wanita itu beranjak dari tempat duduknya, Leo berdiri mengikuti langkahnya dan tidak menghiraukan panggilan Endi. Leo melangkah mengikuti wanita itu berjalan, langkahnya menuju kamar mandi membuat Leo menghentikan langkahnya dengan berdiri di dekat kamar mandi. Kondisi kamar mandi yang sepi membuat Leo berpikir yang tidak-tidak, tapi tidak lama terdengar suara tangisan dalam kamar mandi.

“Aku nggak bisa melakukan ini, aku sayang sama mereka berlima dan nggak mungkin aku membiarkan mereka hancur mimpinya karena aku nggak bisa mengikuti permintaannya. Aku nggak bicara sama mereka dan pastinya kalau bilang mereka nggak akan setuju. Aku tahu kalau ini salah lagipula masa aku kasih ke orang yang bukan suamiku, aku nggak tahu harus gimana?”

Leo sedikit tidak yakin wanita itu berbicara sendiri atau melakukan panggilan dengan ponselnya, sedikit berpikir bahwa apa yang dilakukan wanita ini adalah berani. Leo tidak kenal dia tapi wajahnya sangat cantik, Putik jelas jauh dengan dia. Leo terdiam mencoba memikirkan kenapa membandingkan mereka berdua, pintu di kamar mandi belum terbuka membuat Leo mencoba mendengar kembali tapi sunyi.

“Aku tahu kalau banyak kekurangan dibandingkan mereka, tapi nggak mungkin juga melakukan hal gila ini. Anda sebagai orang yang menemukan kami bisa membuat sesuatu bukan hanya pasrah, aku nggak peduli dengan akusisi itu yang penting bagaimana anda sebagai pimpinan tidak berlaku begini. Anda kira aku akan menghentikan mimpi mereka? Kesuksesan ini bukan mimpi anda tapi mimpi kami.”

Leo tidak menyangka untuk menjadi artis harus berlaku seperti ini, menatap pria-pria tadi jelas menolak. Mereka rata-rata usianya bisa dikatakan seusia ayah wanita itu, Leo tersenyum simpul kalau pemilik agency sangat bodoh seharusnya lemparkan ke dia atau Lucas pastinya akan mau wanita itu, lebih tepatnya tidak akan menolak, tapi mami pasti akan marah sepanjang jalan kenangan.

Leo memainkan ponselnya tepat ketika wanita itu keluar dalam keadaan baik-baik saja, melihat itu Leo menatap tidak percaya sama sekali. Beberapa menit lalu marah dan pastinya menangis didalam sana, sekarang keluar dalam keadaan baik-baik saja. Memilih keluar dan sekali lagi terkejut dengan apa yang dilakukan wanita itu pada pria-pria yang harus dilayaninya, Leo menatap tidak percaya sama sekali.

“Baru kali ini ada wanita yang melakukan itu.” Endi menggelengkan kepala yang disetujui Leo “Tapi ya siapa mau harus melayani mereka, meskipun bergantian.”

“Harga dirinya tinggi.” Leo menyambungnya yang diangguki Endi.

“Aku sih nggak mau dapat jodoh dari kalangan Azka begitu.” Endi bergidik ngeri.

“Kamu udah cinta mati sama Tere, tinggal tunggu aja Mas Tian sadar anaknya kamu sukai. Pedofil.” Leo tertawa membayangkan reaksi Tian.

Endi menatap tajam “Usia kita nggak beda jauh, nggak kaya mami papimu.”

Leo menatap tajam, tapi detik berikutnya perhatian mereka teralih pada wanita tadi yang ditampar membuat Endi dan Leo langsung berdiri dan melangkah kearahnya. Langkah mereka terhenti saat pegawai cafe mendatangi mereka beserta dengan pihak keamanan, Leo menatap wanita itu yang langsung pergi meninggalkan tempat dengan keadaan kacau.

“Kita ikutin dia.” Leo berkata singkat membuat Endi melakukan hal yang sama.

Membagi tugas dengan Leo yang mengambil mobil dan Endi mendatangi wanita itu, mobil yang Leo kendarai sudah berada depan mereka tapi tidak semudah yang diharapkan karena pria itu tidak menginginkan wanita itu pergi. Endi menarik tangan wanita itu dengan membawanya masuk dalam mobil, tidak lama kemudian Endi menyusul dengan duduk dibelakang. Melihat itu Leo langsung menjalankan mobilnya dan seketika keadaan hening membuat Leo melirik wanita yang disampingnya.

“Memang mereka siapa?” tanya Endi membuka suara.

“Pria yang mau membawa aku ke bosnya untuk melayaninya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status