Share

D7

Menata barang-barang Wulan untuk dibawa pulang, tidak terlalu banyak barang yang dibawa karena memang Azka tidak membawa apapun. Wulan sendiri masih dalam kamar mandi, setelah pertemuannya dengan Dona membuat mereka menjadi akrab.

“Kamu terima tawaran Dona?” tanya Azka yang entah sudah ke berapa kalinya.

“Belum dipikirkan, lagian aku malu kalau harus kembali ke agency.” Wulan menjawabnya dengan nada sedih.

“Mereka nggak ada yang tahu siapa wanita itu.” Azka menenangkan Wulan dengan membelai lembut lengannya.

Wulan menggelengkan kepalanya “Agency kamu juga dalam keadaan tidak baik-baik saja.”

“Semua sudah selesai, berkat uang.” Wulan mencibir perkataan Azka.

Azka tidak berbohong, tidak tahu apa yang mereka lakukan sampai akhirnya berita mengenai dirinya hilang. Wartawan juga tidak ada yang mendatanginya, kasus itu seakan berhenti begitu saja. Azka tahu jika Josh tidak akan tinggal diam dengan usahanya yang tidak berhasil itu, dia pasti akan mencari segala macam cara agar wartawan mendengarkan dan membuat jatuh dirinya.

“Sudah nggak ada yang ketinggal?” Azka menatap Wulan yang hanya diam.

Wulan mengangguk “Kita pulang ke apartemen?”

Azka menggelengkan kepala “Kita ke rumah.”

“Rumah siapa?” tanya Wulan sedikit takut.

“Tinggal bersama.” Wulan menatap tidak percaya yang diangguki Azka tanpa beban “Nggak, aku lebih baik tinggal di apartemen, aku nggak mau bertemu Rena.”

“Rena ingin bertemu sama kamu dan berbicara.” Azka menatap lembut pada Wulan dengan memberikan tatapan memohon.

“Tidak ada yang perlu kita bicarakan, katakan pada Rena untuk tidak meminta hal yang akan membuat kita berdua sama-sama sakit.” Wulan berkata sambil menggelengkan kepala “Banyak hal yang akan membuat kita sakit, katakan itu pada Rena.” Wulan menatap Azka dengan memberikan senyuman terbaiknya.

Hembusan nafas panjang terdengar “Aku akan mengatakan pada Rena, tapi kalau dia tetap dengan pendiriannya aku tidak bisa melakukan apapun.”

“Baiklah, kita pulang. Aku sudah merindukan apartemenku.” Wulan mengangkat kedua tangannya dan tersenyum lembut “Kamu tidak akan melarang lagi, kan?” menatap Azka penuh curiga.

Azka menggelengkan kepala, menarik pinggang Wulan dengan mencium bibirnya lembut “Disana nanti akan ada pengawal yang berjaga tidak jauh dari tempatmu dan aku akan kesana nantinya.”

Wulan menggelengkan kepala “Kamu terlalu curiga.”

“Semua demi kebaikanmu.” Azka menatap lembut Wulan dan mencium bibirnya kembali.

Menggenggam tangan Wulan keluar dari kamar inapnya, langkah mereka terhenti saat melihat orang tua Azka masuk kedalam. Wulan semakin erat menggenggam tangan Azka, yang hanya bisa membalas dengan sentuhan pelan.

“Bunda mau jemput dan anter kamu pulang.” Vita berkata tanpa bersalah dengan memberikan senyuman terbaiknya “Udah siap?” Wulan mengangguk kaku.

“Kita beda mobil, Bun.” Azka mencoba mengingatkan Vita yang hanya mengangguk “Ya udah ayo.”

“Tunggu, bunda belum meluk Wulan.” 

Azka menatap Wulan yang membeku, tidak lama terlihat bundanya mrmeluk Wulan erat dengan menepuk punggungnya pelan. Azka dapat melihat wajah Wulan yang seakan memendam rindu, merindukan sentuhan dari kedua orang tuanya.

“Ayo.” Azka membuka suara yang diangguki mereka bertiga.

Tangan mereka masih saling menggenggam satu sama lain, dapat terasa ketakutan dari genggaman tangan mereka. Azka menghembuskan nafas panjang, memiliki tugas yang besar. Permasalahannya sendiri belum selesai, masih ada beberapa panggilan yang harus dipenuhinya, cepat atau lambat semua orang bisa melihat wajah Wulan dengan sangat jelas.

“Gugup?” tanya Azka menatap Wulan lembut, jawabannya hanya diam “Bunda nggak jahat kok.” Wulan hanya mengangguk “Kamu bisa berbagi sama aku tentang apapun, aku suami kamu.”

Wulan tersenyum “Aku harus mulai belajar tanpa kamu, cepat atau lambat kita berpisah.” Azka membuka mulutnya “Langsung jalan kasihan mereka menunggu kita.” Wulan menghentikan gerakan bibir Azka.

Memilih melajukan mobilnya menuju apartemen Wulan, sepanjang perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan. Azka beberapa kali melihat Wulan dari sudut matanya, diam dan tampak berpikir yang Azka tidak tahu apa. Mengambil tangan Wulan diatas pahanya untuk digenggam, gerakan Azka membuat Wulan terkejut tapi tetap membiarkan apa yang dilakukannya.

“Lelah?” Vita membuka pintu mobil Azka, mereka berdua menatap terkejut “Maaf kalau mengejutkan kalian.”

Wulan tersenyum “Nggak papa, Tante.”

Vita mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Wulan “Tante? Bunda panggil bunda sama kaya Azka, Dona dan Rena panggilnya.”

Azka dapat melihat keterkejutan dan sikap tidak nyaman “Bun, jangan dipaksakan dan semua butuh proses.”

Azka memilih keluar dari mobilnya, diikuti Wulan yang tangannya digenggam erat oleh Vita. Melihat itu membuat Azka tersenyum bahagia, tapi tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya dengan mengamati apa yang dilakukan bundanya pada Wulan.

“Apa sulit punya dua istri? Ayah jadi pengen.” Bima mengatakannya di sebelah Azka yang membuatnya terkejut.

“Coba aja,” jawab Azka santai “Kalau bunda marah jangan mengadu, lagian ayah udah pernah melakukannya.”

Meninggalkan Bima yang menatap Azka tajam, seakan tidak peduli Azka mendekatkan diri pada bundanya dengan Wulan. Azka dapat melihat Wulan mencoba mendekatkan diri pada bundanya, beberapa kali tampak tidak nyaman. Azka sendiri hanya bisa melihat, salah satu tangan Wulan digenggamnya erat.

“Kamu yakin tinggal disini?” tanya Vita menatap setiap sudut apartemen Wulan.

“Yakin,” jawab Wulan dengan memberikan senyuman terbaiknya.

“Sementara Azka biar disini aja, Rena biar nanti sama bunda.” Vita menatap Azka seakan memberikan ijin.

“Jangan, biarkan Azka pulang kasihan Rena hamil pasti butuh Azka disampingnya.” Wulan menolak tawaran Vita.

“Aku pulang nanti agak malam, Bun.” Azka mengambil keputusan netral.

“Maaf, tempatnya sempit jadinya nggak ada tempat buat duduk dengan nyaman.” Wulan menatap tidak enak pada kedua orang tua Azka, sesekali meminta bantuan Azka untuk menjelaskan.

“Bukan masalah besar, saya dulu juga pernah berada dalam kondisi seperti ini.” Bima membuka suaranya membuat semua menatap kearahnya “Lebih baik kita langsung bicara mengenai masa depan kalian berdua.”

“Ayah,” tegur Azka saat melihat ekspresi tegang Wulan “Belum saatnya kita bicarakan hal ini....”

“Saya akan pergi dari kehidupan Azka setelah nanti benar-benar sembuh.” Wulan membuka suaranya langsung membuat Azka menatapnya tajam.

“Kalau kamu pergi akan semakin membuat orang membenarkan berita yang beredar,” ucap Bima, Azka hanya bisa pasrah dengan apa yang akan dibicarakan orang tuanya pada Wulan.

“Kamu bisa menganggap kami sebagai orang tua.” Vita menatap Wulan lembut dengan membelai punggung tangannya.

“Pernikahan kalian memang tidak sah secara agama, bahkan untuk mendaftarkannya saja tidak ada. Kami juga tidak berniat membuat pria di keluarga ini memiliki dua wanita, pria di keluarga ini hanya setia pada satu wanita yang dicintainya. Jalan satu-satunya adalah kamu tetap bekerja di sekitar Azka, seakan semuanya tidak terjadi apa-apa. Bersikap sebagaimana pekerja pada atasannya, tidak lebih.” Azka menatap tidak percaya pada apa yang Bima katakan.

“Bagaimana bisa kita berlaku seperti itu?” Azka mencoba menolak saran Bima.

“Suka tidak suka, kalian harus melakukan itu. Semua demi masa depan agency dan juga kamu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status