Share

Bab 4. Dia

"Selamat datang!" sambut seorang pramusaji di muka pintu. Pramusaji itu segera menunjukkan meja kosong yang ada dan mempersilakan Diana dan Liana untuk duduk disitu. Selanjutnya pramusaji itu berkata kepada mereka, "Ini menunya. Kalau mau order, langsung ke kasir saja ya. Bayar duluan. Oh ya ada wifi juga disini. Kalau mau online, passwordnya sama dengan nama cafe ini."

"Okay, thank you," jawab Diana.

Diana dan Liana segera melihat menu-menu yang ada di dalam cafe tersebut. Lumayan lengkap sebenarnya. Untuk makanan, memang lebih ke makanan western seperti spaghetti, pancake, pizza, dan lain-lainnya. Untuk minuman, juga banyak pilihannya, mulai dari smoothies, jus, kopi, teh, dan lainnya. Diana dan Liana sempat beberapa kali ganti menu pilihan, namun akhirnya mereka berhasil menetapkan pilihannya masing-masing. Liana menuliskannya di kertas yang ada di meja makan mereka.

1 American Pancake Original

1 Chesese Spaghetti

1 Chocolate Juice

1 Avocado Juice

"Nanti gue ganti lo, Diana. Bayarin duluan ya," kata Liana sambil menyerahkan daftar pesanan kepada Diana.

"Okay, tenang aja." Diana menerima kertas itu dan segera mengambil dompetnya. Lalu Diana berjalan menuju kasir dan menyerahkan kertas itu. Kasir tersebut segera menghitung jumlah total pesanan dan menginformasikannya kepada Diana. Diana segera membuka dompetnya dan menyerahkan uang kepada kasir itu. Kasih itupun segera menghitung uang dan memasukkannya ke dalam sistem. Tak lama kemudian, kasir segera menyerahkan uang kembalian dan struk transaksi kepada Diana.

"Terima kasih," kata Diana kepada kasir itu. Diana segera menunduk dan memasukkan kembalian dan struk ke dalam dompet. Tanpa Diana sadari, Richard keluar dari pintu di belakang kasir dan melihat Diana.

"Loh Diana, sudah sampai sini saja," kata Richard mengejutkan Diana. Diana langsung mendongak dan terkejut melihat Richard berdiri disitu. Dia mematung sejenak, namun untungnya Diana segera menyadarinya. Diana berkata kepada Richard, "Iya, tadi kami cari makanan tapi belum ketemu yang cocok di Sunmor. Jadi akhirnya Liana ngajak aku kesini."

Richard menganggukkan kepalanya dan berkata kepada Diana, "Oh gitu ceritanya. Baiklah. Duduklah dahulu Diana. Nanti aku samperin kalian ya di meja."

"Oh okay," jawab Diana singkat seperti kehabisan kata-kata. Richard tersenyum manis. Diana segera berbalik ke mejanya. Mata Liana sudah berbinar-binar melihatnya kembali.

Begitu Diana kembali ke mejanya, Liana langsung menyerbunya dengan pertanyaan, "Richard tadi ngomong apa?" Diana memandang Liana dengan tatapan kesal. Dia mengambil nafas panjang dan segera duduk di kursinya. Diana mengatur posisi duduknya beserta belanjaan di sampingnya. Mereka duduk saling berhadapan.

"Dia cumen bilang mau gabung ama kita nanti," jawab Diana singkat. Senyum Liana mengembang, "Asyik. Siapa tau makanan kita digratisin."

"Ngga usah berimajinasi! Udah gue bayar semuanya!"jawab Diana ketus.

"Ih jangan marah-marah dong sayangku," kata Liana. Lalu Liana menatapku dan berkata,"By the way, Richard itu ganteng banget lho Di. Lebih ganteng daripada mantan-mantan lo atau cowok-cowok yang deketin lo. Cocok banget sama lo, lo cantik, dia ganteng. Pasti anak-anak lo nanti kece badai." Mata Liana berbinar-binar mengharap sahabatnya membuka pintu hatinya kembali.

"Emang ganteng sih, gue akuin. Tapi..." Diana terlihat berpikir. Liana langsung memotongnya,"Ngga usah kebanyakan tapi! Nanti kalau Richard kesini, lo wajib memperlakukan dia layaknya manusia. Bukan barang yang bisa lo tolak atau buang,"

"Ih, selama ini gue juga memperlakukan semuanya seperti manusia. Ada-ada aja lu!" kata Diana sambil tertawa.

"Iya, tapi gue inget lo gimana nolak cowok siapa tuh yang jualan hp. Lo ampe biarin dia ujan-ujanan di depan rumah. Tega bener," kata Liana kepadaku.

"Itu kan salahnya dia sendiri. Orang gue ngga suka," kata Diana datar.

Mereka melanjutkan perdebatan mereka sampai pramusaji datang dan menghidangkan makanan serta minuman di atas meja mereka.

"Terima kasih mba," kata Diana.

"Sama-sama. Silakan menikmati hidangannya," jawab pramusaji itu.

Liana mulai mengambil sendok garpu yang tersedia, memainkannya sebentar, dan bertanya kepada Diana, "Di, Richard kok ngga dateng-dateng ya?"

Diana mengernyitkan dahinya dan menggelengkan kepalanya. Dia berkata pada Liana,"Mungkin doi masih di dapur. Lo kangen Richard ya? Padahal juga baru ketemu tadi." Diana menertawakan Liana.

"Gue kangen Richard bukan karena gue suka dia. Tapi gue kangen ngejodohin dia sama lo!" jawab Liana enteng. Mata Diana terbelalak.Diana menjawab singkat, "Terserahlah. Makan yuk!"

Liana mengiyakan Mereka segera menyantap makanan yang tersedia di depan mereka.

Setelah beberapa suap, Liana berkata kepada Diana, "Asli, spaghettinya enak Di." Diana mengangguk dan berkata pula, "Pancakenya juga enak."

Liana memperhatikan suasana sekitarnya dan berbisik, "Pantesan disini ramai ya."

Diana mengiyakan dan mereka segera makan dengan lahap sembari bercanda satu sama lain.

"Hi Diana!" Richard datang tiba-tiba ke meja Diana dan Liana. Melihat Richard, Diana buru-buru menyingkirkan tas dan plastik belanjaannya ke bawah. Liana melihat Diana dan tersenyum penuh makna.

"Hi Richard, sini kalau mau duduk," kata Diana kepada Richard. Richard tersenyum dan segera duduk di samping Diana. Liana berdehem kencang. Diana menyenggol kaki Liana.

Richard menoleh ke arah Diana, "Uda sempat cek telor-telornya? Apa ada yang pecah?"

Diana menjawab sambil tersenyum, "Ngga kok. Telornya juga buat konsumsi sendiri jadi pecah pun juga ngga masalah. Kalau telor-telormu tadi?"

"Aku beli lagi kok. Itu udah jadi pancakemu," kata Richard sambil menunjuk pancake di depan Diana. "Oh, bailklah," jawab Diana datar. Hati Diana saat ini berbunga-bunga.

Liana menyela, "Makanannya enak-enak Richard. Harusnya kami kesini lebih awal ya. Sayang, ini uda semester terakhir." Richard tersenyum senang dan memandang mereka bergantian.

"Oh ya, ini semester terakhir kalian? Kalian ambil jurusan apa?" tanya Richard. Diana menghentikan makannya sebentar dan segera menjawab, "Aku ambil Sastra Inggris sedangkan Liana ambil Kimia. Jadi jangan heran kalau liat rumus molekuler di wajah Liana." Diana menjawabnya dengan nada datar.

Richard tertawa keras. Melihat Richard tertawa, hati Diana seperti tertimpa aliran air menyegarkan. Liana memelototi Diana. Diana mencibirnya tanpa setahu Richard. Liana membela dirinya, "Eh, kalian tuh ya ngga bisa hidup tanpa rumus kimia! Ngga inget apa air itu juga bahan kimia. H2O namanya."

"Eh iya ya, sorry, aku kelepasan tertawa,"kata Richard lagi,"Ngomong-ngomong kalian memang asli Jogja atau mana?"

Liana menjawabnya, "Kita berdua dari Jakarta."

Richard mengangguk-anggukan kepalanya. Diana melihat arah pembicaraan Liana dan Richard. "Kalau kamu sendiri asli sini?" tanya Diana kepada Richard.

Richard menjawab, "Bisa dibilang iya bisa juga dibilang ngga. Ayahku orang Sydney sedangkan ibuku orang Jogja. Aku sendiri lahir di Sydney. Lalu keluargaku semua pindah ke Jogja karena ibuku lebih senang merawat anak-anak disini. Jadi aku tumbuh besar di kota ini. Oh iya, Aku juga punya kakak lho di Jakarta. Kalian dari Jakarta mana?"

Diana menjawabnya, "Kami berdua dari Jakarta Utara. Aku di Kelapa Gading dan Liana rumahnya di Sunter."

Richard mengangguk, "Oh, kakakku di Jakarta Barat daerah Meruya. Dia kerja di perusahaan pangan juga. Jakarta barat dan Jakarta utara jauh kan ya? Ngga kayak di Jogja. Dari Sleman ke Bantul aja ngga sampai satu jam." Diana mengangguk dan menjawabnya, "Karena Jakarta macet parah."

"Iya sih, tapi Jogja juga sekarang sama macetnya apalagi musim liburan. Semuanya pada kesini." Diana dan Liana mengiyakan perkataan Richard. Pandangan mata Richard melayang ke arah meja makan mereka. Richard berkata, "Ayo makan lagi aja. Sorry banget uda ganggu waktu kalian makan."

"Santai aja Richard. Kita berdua biasa kok makan sambil ngobrol-ngobrol," jawab Liana.

Diana dan Liana segera melanjutkan makannya. Richard mengangguk dan memandangi mereka dengan tersenyum. Richard bertanya kepada kedua sahabat itu, "Oh iya, kalian ngekos dimana?"

Liana menjawab, "Daerah Gejayan. Kita berdua ngontrak rumah sih, bukan ngekos."

Richard mengangguk. Diana bertanya kepada Richard, "Kalau rumahmu dimana?"

"Rumahku di Selomartani, Diana. Rumah orang tuaku sih sebenernya. Oh ya, kapan-kapan main yuk ke rumahku," jawab Richard tanpa basa-basi.

Wajah Diana memerah. Jantungnya berdegub sangat kencang. Namun Diana berusaha menyembunyikan perasaannya. Untungnya Liana tanggap dengan perubahan warna pada wajah Diana. Liana segera mengalihkan pembicaraan.

"Kamu usaha ini uda lama ya Richard?" tanya Liana.

"Iya. Sekitar 5 tahunan sih. Dulu awalnya aku usaha sama temenku cumen modal gerobak kecil. Tapi syukurlah lama-lama usaha itu berkembang sampai sekarang. Aku jadi punya penghasilan sendiri dan bisa dibilang uda lebih dari cukup. Selain itu, bisa kasih lapangan pekerjaan ke orang lain juga."

Liana mengangangguk sedangkan Diana terdiam mendengarnya. Kata-kata Richard seperti melekat pada sanubarinya. Memberikan lapangan pekerjaan kepada orang. Dia sangat dewasa.

"Oh iya, kalian ada kritik saran ngga buat makanan ini atau mungkin masukan buat usahaku ke depannya?" tanya Richard kepada kami. Liana berpikir sejenak.

"Oh ya Richard, mungkin bisa ditambahkan makanan lokal yang umum-umum saja. Jadi variasinya semakin banyak, misal nasi goreng, mie goreng, pecel lele atau apapun itu."

Richard menjawabnya, "Aku sempat kepikiran itu juga sih, tapi cari koki yang cocok dan enak itu susah. Aku pun juga ngga ahli banget untuk bikin makanan-makanan lokal. Beberapa kali nyoba kesana kemari tapi belum nemu aja sih koki yang bisa diandalkan."

Mata Liana membelakak. Dia berkata kepada Richard, "Diana pintar masak Richard. Serius!. Makanan model apapun yang dipegangnya menjadi enak padahal bumbunya sama." Diana segera menginjak kaki Liana tapi Liana tidak mempedulikannya. Mata Richard terlihat sangat senang. Richard menoleh ke arah Diana mengharapkan jawaban.

Diana akhirnya menjawab, "Ngga juga kok. Keberuntungan aja itu. Lagian aku cuman lihat resep-resepnya dari g****e dan uji coba sendiri kok. Bukan tipe koki profesional."

Richard tersenyum memandang Diana dan berkata, "Kalau gitu boleh aku cobain masakanmu?" Diana menjadi salah tingkah. Dia berpikir sejenak dan akhirnya mengangguk pelan.

"Thank you Diana. Kalau nanti malam, aku ke rumahmu gimana? Apa kamu bisa masakin sesuatu?" tanya Richard pada Diana.

"Nanti malam aku mau ngerjain proposalku. Kalau besok biasa," jawab Diana sambil menatap mata Richard.

"Okay. No problem," jawab Richard sambil tersenyum. Richard melanjutkan, "Aku pamit duluan ke dapur ya. Masih banyak yang dikerjain. Sampai ketemu besok!"

"Okay," kata Diana singkat. Richard tersenyum manis kepada Diana. Dia menatap Diana tajam. Richard segera berdiri dan melangkah pergi kembali ke dapurnya. Sekembalinya Richard ke dapur dan bayangannya menghilang, Liana segera meledek habis-habisan Diana.

"Ya ampun Diana. Akhirnya gue lihat wajah lo yang memerah gara-gara cowok." Liana tertawa puas. Diana menjadi kesal mendengarnya, "Udah ah, berhenti ngledekin gue!"

Liana masih tertawa dan akhirnya berkata, "Abisin dulu ah makanannya." Liana dan Diana segera menghabiskan makanan mereka dan meminum habis minuman yang telah mereka pesan. Mereka kagum dengan rasa makanan dan minuman di cafe Richard. Semuanya enak.

Setelah mereka selesai, mereka segera keluar dari cafe itu dan pulang ke rumah mereka. Sepanjang jalan mereka saling bercanda satu sama lain.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status