Share

Bab 8. Makan Malam Bersama

Makan malam kali ini berbeda. Diana merasa sangat bahagia karena orang-orang yang disayanginya semuanya berkumpul bersama, tidak terkecuali Richard. Pria yang baru ditemuinya kemarin namun menarik hatinya secara instan.

Setelah Dino datang, Diana langsung mengajak untuk segera berkumpul di meja makan. Mereka segera menempati tempat duduk di meja oval yang terletak di ruang makan. Pak Wisnu, Bu Wisnu, dan Diana berhadap hadapan dengan Richard, Dino, dan Liana. Richard terlihat gugup makan langsung berhadapan dengan Pak Wisnu.

Setelah duduk, Bu Wisnu berbisik kepada Diana, "Mama seneng lihat Richard. Orangnya baik. Dia juga ganteng."

"Ih apaan sih ma," balas Diana. Mama terkekeh. Diana melirik Richard di ujung sana yang masih terdiam.

Pak Wisnu berdeham dan berkata, "Ini siapa ya yang punya acara?" Liana pun menendang kaki Diana. Diana memandannya dan Liana memberikan isyarat supaya Diana yang berbicara. 

Diana menarik nafas panjang dan membuka mulutnya, "Okay langsung aja ya. Thank you banget buat semua yang sudah dateng disini. Pasti semuanya uda tau kenapa ada disini malam ini dan secara pribadi, aku bahagia banget karena bisa kumpul."

Diana melempar senyumnya kepada mereka bergantian, "Jadi malam ini dari aku dan Liana bikin bakwan jagung, perkedel, tempe goreng, dan Rawon. Siapa tahu nanti cocok sama Richard terus bisa usaha bareng deh." Richard tersenyum mengangguk.

"Oh ya, Richard juga bawain pancake lho yang nanti kita makan sebagai dessert. Jadi intinya menu malam ini adalah gado-gado, campuran eastern dan western. Selamat menikmati dan silakan berdoa masing-masing."

Mereka pun bertepuk tangan. Bagi Diana pribadi rasanya aneh karena dirinya jarang makan bersama seperti ini. Namun, hal yang baru baginya ini cukup menyenangkan.

Masing-masing personel segera mengambil porsinya masing-masing. Richard segera mengambil nasi rawon dan bakwan jagung di piringnya. Dino dan Liana makan lahap dan mengambil hampir semua lauk yang tersedia. Papa Mama pun menikmati masakan Diana dengan lahap.

"Enak banget lho sayang. Komposisinya pas," puji mamanya. Diana tersenyum puas.

"Iya enak banget," timpal Richard setelah menyelesaikan mengunyah bakwan jagung dalam mulutnya.

"Tuh kan bener apa gue, Richard," kata Liana kepada Richard.

"Iya bener, Li. Nanti boleh share resepnya dong Diana. Kalau kamu mau sih. Atau ajarin anak-anak resto," kata Richard kepadanya.

"Okay. No problem," jawab Diana sambil mengangguk dan tersenyum tipis. Jantungnya berdegub kencang mendengar perkataa Richard namun dia berusaha menutupinya.

Pak Wisnu segera menambah pembicaraan mereka, "Diana itu dari kecil diasuh sama pembantu kami, namanya Bi Inah, orang Jawa, makanya dia tahu cara memasak makanan lokal yang enak, Richard. Nah, kebetulan, mamanya Diana juga kalau makan enak. Jadi nurun juga ke Diana."

Richard mengangguk dan berbicara ke arah mama Diana, "Oh ya tante, mungkin lain kali, saya boleh nyobain masakan tante."

"Jelas boleh dong, Richard. Tadi harusnya kamu lebih awal. Tadi pagi tante masak soto. Diabisin tuh ama Liana." Mendengar hal itu, Liana jadi terbatuk-batuk. Richard tertawa kecil melihat Liana.

Liana menimpali, "Abis masakannnya tante Wisnu enak banget dan tadi kan emang dibolehin buat diabisin."

"Halah, emang dasar Liana yang maruk," timpal Dino.

Liana mencubit lengan Dino yang duduk di sampingnya, "Namanya juga anak rantau." Dino meringis kesakitan.

Diana tertawa melihat kelakukan dua sahabatnya. Diana berkata kepada Richard, "Richard, sorry ya klo liat kelakuan Dino sama Liana. Mereka tuh kayak Tom and Jerry. Kadang berantem kadang akur, tapi lebih banyak berantemnya."

"Kayak suami istri ya," jawan Richard terkekeh. Dino dan Liana seketika batuk bersama.

Pak Wisnu hanya geleng-geleng kepala. Anak muda masa kini memang berbeda dengan masa di jamannya. Kalau jaman dulu, makan bersama orang tua, pasti anak-anak sering merasa takut dan segan, tapi sekarang malah pada berantem sendiri. Tapi Pak Wisnu dan bu Wisnu malah menyukainya. Mereka sudah menganggap Dino dan Liana sebagai anak mereka sendiri. Pak Wisnu memandang Richard dan menganalisannya lebih dalam.

"Jadi Richard, kamu ada darah campuran ya?" Pak Wisnu menunjuk rambut Richard yang berwarna coklat.

"Iya om. Ayah asli Sydney sedangkan ibu yang orang Jogja. Saya lahir di Sydney tapi ibu minta semuanya pindah ke Jogja karena kata beliau biar lebih bisa mendidik anak-anak karena dekat dengan saudara-saudara."

Pak Wisnu mengangguk-anggukan kepalanya.

Dino menyaut, "Wah seru dong. Aku juga kapan-kapan pengen ke Sydney lihat Opera House. Oh ya Richard, itu rambut kamu asli warna itu?"

"Iya, asli kok ini."

"Kena guru BK ngga dulu waktu sekolah?" tanya Liana kepadanya.

Richard tertawa mengenang masa lalunya,"Ah iya. Awalnya ibu ngecat rambut saya terus jadi hitam, alhasil lama-kelamaan rambut jadi gampang rontok. Ibu saya yang stress. Jadi akhirnya saya gundul waktu SD-SMP. Tapi waktu SMA, saya bosen gundul. Maklum lah anak muda. Mana ada cewek yang mau sama cowok gundul?, alhasil saya biarin rambut saya tumbuh lagi. Eh, dipanggil guru BK. Saya dibilang gaya-gayaan ngecat rambut jadi coklat. Alhasil ayah saya yang langsung datang ke sekolah. Baru diijinin deh."

Diana menyahut, "Masih coklat lho itu, belum pirang."

Richard menjawabnya, "Ayah saya yang pirang kecoklatan. Mungkin karena ketemu ibu, jadilah saya campurannya. Bule ngga, lokal juga ngga. Orang-orang kadang bingung kalau ketemu saya. Malah ada beberapa customer resto saya yang bicara pakai bahasa Inggris ke saya , begitu saya bales pakai bahasa jawa, merek kaget sampai ada yang tersedak."

Richard menceritakan dengan lebih detail ketika customernya tersedak. Cara bicara Richard memang menyenangkan. Mereka semua tertawa bersama mendengan cerita Richard.

Diana tersenyum sambil fokus makan. Tak lama kemudian, Liana tergelitik untuk bercerita juga, "Kalau waktu SMA, yang sering dipanggil guru BK itu si Dino nih. Kerjaannya berantem terus buat ngehajar mantan-mantan pacarku sama Diana. Dia kayak bodyguard kita."

Dino tersenyum bangga. Dia menengadahkan kepalanya sambil memperlihatnya giginya.

Pak Wisnu menimpali, "Lho, kok om ngga tau?"

Dino menjawab, "Ngga tahu bagian mananya om? Om kan tahu mantan-mantannya Diana."

"Bukan, bagian kamu sampe dipanggil guru BK."

"Oh itu, gpp kok om. Guru BK nya juga ngerti. Lagian mantan-mantannya mereka juga aneh-aneh, apalagi mantannya Diana," jawab Dino. Liana menyenggol keras Dino. Dino segera menutup mulutnya.

Diana menyahut, "Ngga usah nganiaya Dino Li. Santai aja, gue juga uda ngga kepikiran kok."

Liana tersenyum sedangkan Richard terlihat berpikir keras. Richard pasti memiliki banyak pertanyaan namun dia urungkan demi menjaga suasana malam ini.

Bu Wisnu bertanya kembali kepada Richard, "Richard, ayah ibu kerja apa?"

Richard terdiam sebentar lalu dia menjawabnya, "Ayah sudah meninggal tahun lalu, tante, karena kanker otak. Sedangkan ibu adalah dokter hewan. Beliau bekerja di klinik hewan. Kalau dulu ayah itu pelukis."

"Oh maaf Richard. Pasti sulit buatmu kehilangan ayahmu."

"Iya gpp tante," jawab Richard sambil tersenyum.

Raut wajah Richard berubah seketika. Dia terlihat sedih. Diana menyadarinya dan tiba-tiba mengalihkan pembicaraan, "Abis ini pada mau main truth or dare ngga? Mumpung ada Richard nih. Biar tambah seru."

Dino dan Liana langsung setuju. Richard pun menyetujuinya.

"Kalian aja yang main, papa mama uda ketuaan main gituan. Lagian besok papa mau ketemu supplier. Jadi harus nyiapin proposal malam ini."

Richard mengernyitkan dahi, "Maaf, kalau boleh tahu, om tante punya usaha apa?"

"Kami punya usaha penyulingan minyak atsiri, Richard, di Jakarta. Nah beberapa supplier memang orang-orang Jawa. Mereka mengirim barangnya ke Jakarta untuk kita olah. Nah, besok kami ada supplier baru, mereka menanam cengkeh dan kita minta segera dikirim ke Jakarta," jawab Bu Wisnu.

"Kalau memang suppliernya banyak di Jawa, kenapa ngga buka disini saja om tante? Biaya logistik lebih murah, barang jadi ngga cepat busuk, dan SDM juga lebih murah," kata Richard bertanya-tanya.

Pak Wisnu menjawabnya, "Kemarin pertimbangannya karena Diana sekolah di Jakarta sejak kecil, Richard. Tapi kalau ekspor, jatuhnya malah mahal kan kalau di luar Jakarta."

Richard mengangguk," Iya memang benar sih om. Tapi mungkin harus dilihat komponen baiya secara keseluruhan. Kalau memang ekspor mahal tapi biaya lainnya yang dikurangin ternyata lebih dari selisih nilai ekspor, why not?"

Pak Wisnu terlihat berpikir dan akhirnya berkata kepada Richard, "Kamu benar-benar brilian! Nanti coba ya om hitung-hitung. Mungkin nanti kamu bisa bantu koreksi."

Richard tersenyum dan mengangguk, "Pasti bisa om. Nanti saya bantu."

Selain Pak Wisnu dan Richard, semua orang terdiam mendengarkan mereka. Diana takjub dengan strategi cerdas Richard. Namun yang membuat dirinya lebih takjub adalah cara bicara Richard yang sangat percaya diri. Diana melihat Richard sebagai seorang laki-laki dominan yang secara tidak langsung menghantam hatinya. Dibalik wajahnya yang lembut, ternyata dia punya aura yang tegas.

"Sudah, sudah. Bicara bisnisnya nanti lagi," potong bu Wisnu.

Diana menimpali, "Jangan lupa makan pancakenya Richard ya."

Mereka semua langsung mengambil pancake tersebut dan pancakenya banyak dipuji termasuk oleh Pak Wisnu dan Bu Wisnu. Mereka semua banyak bercanda gurau selama makan malam.

Selepas makan malam, orang tua Diana berpamitan dan masuk ke kamarnya, sedangkan keempat anak muda itu berencana bermain truth or dare. Mereka memilih bermain di halaman depan.

Mereka semua membentuk formasi lingkaran dan ditengahnya ada botol. Liana berkata kepada mereka, "Aku akan muter ini dan ujung botol yang kecil akan menunjukkan siapa yang dapat giliran untuk memilih. Apa kalian siap?" 

Ketiganya menangguk bersamaan, Liana segera memutar botolnya. Giliran pertama jatuh pada Liana sendiri.

"Ah, sial," umpatnya.

Diana bertanya, "Truth or dare?"

Liana menjawab, "Truth aja lah"

Diana tersenyum penuh makna. Dia segera mengajukan pertanyaan, "Apa akhir-akhir ini lo sering mikirin cowok?

Liana menangguk dan berteriak, "Iya."

"Siapa?" tanya Diana lagi.

"Cumen satu pertanyaan Di! Berarti tugas gue uda selesai. Liana segera memutar kembali botol di tengah. Ujung botol menunjuk ke arah Richard.

Richard langsung menjawab, "Dare!. Anak cowok ngga boleh cemen."

Dino dan Liana berbisik-bisik, lalu Dino berkata, "Gue tantang lo nglakuin seven minutes in heaven sama Diana!"

Mata Richard terbelalak, lebih-lebih Diana.

"Ngga mau gue," kata Diana.

Liana menyangkalnya, "Ngga bisa Di, lo satu lawan kita berdua." Diana menarik nafas panjang karena jantungnya berdegub tidak karuan. Berduaan dengan Richard di kemar gelap selama tujuh menit? Apa yang akan terjadi? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status