Share

4. Meet His Mom

Hari ini tepat seminggu Darla menjadi kekasih Dean, atau lebih tepatnya mungkin dipaksa menjadi kekasih Dean.

Darla tidak menyangkal, dia mulai merasa nyaman dengan sosok Dean. Ya, meskipun cowok itu memiliki sifat posesif yang tinggi.

Selama satu minggu ini, keseharian Darla dipenuhi aturan dari manusia posesif bernama Dean. Darla tidak boleh berdekatan dengan cowok lain, jika Darla ingin pergi kemanapun harus dengan seizin Dean, bahkan makanan Darla pun sekarang harus diawasi Dean.

Dean dan sikap pemaksanya.

Hari ini, Dean mengajak Darla untuk makan di kantin saat jam istirahat. Selama satu minggu terakhir ini mereka memang selalu makan di rooftop saat jam istirahat.

Alasannya, Dean ingin menyembunyikan Darla dari para sahabatnya yang terus memaksa ingin berkenalan dengan Darla. Dan, setelah bosan dipaksa, akhirnya hari ini Dean akan memperkenalkan Darla pada ketiga sahabatnya.

Saat ini mereka sudah berkumpul di meja kantin. Darla juga mengajak Marissa dan Qiana untuk ikut berkumpul dengan Dean, Fergie, Galvin, dan Nielson.

"Astaga Ibu negara manis banget sih. Gue jadi pengen meluk." celetuk Fergie dengan senyum jahilnya.

Dean menatap tajam Fergie, rahangnya mengeras karena emosi, "Lo udah bosen hidup?" sarkasnya pada Fergie.

Pertanyaan Dean itu membuat Fergie gelagapan. Cowok dengan bibir tebal itu menggeleng cepat, "Enggak bos, becanda gue!" jawabnya.

Galvin tertawa melihat raut ketakutan Fergie. Sudah tahu Dean sangat sensitif jika menyangkut Darla, masih saja berani untuk menggoda bosnya itu.

"Eh iya, dua cewek cantik ini siapa namanya? Diem aja dari tadi." tanya Galvin melirik Marissa dan Qiana.

"Gue Marissa."

"Gue Qiana, kak."

"Ternyata temen ceweknya Pak Bos juga cantik-cantik ya. Boleh dong abang minta instagramnya?" goda Fergie si manusia buaya.

"Dasar playboy!" ujar Galvin, tangannya menoyor kepala Fergie. Membuat playboy itu mendengus.

"Pesen makan." celetuk Nielson dengan datar.

"Eh iya kelupaan, kalian mau pesen apa nih? Hari ini Dean yang traktir. Ya gak, Bos?" Dean hanya menjawab pertanyaan Galvin dengan gumaman, pertanda dia setuju.

"Gue ramen level 5 ya, kak." pesan Marissa semangat.

"Gue samain kayak Marissa, kak." sambung Qiana.

"Beef steak." ujar Nielson singkat.

"Aku mau ramen jug-"

"Nasi goreng dua." Dean langsung memotong ucapan Darla.

"Kak! Aku mau ramen ih!"

Dean berusaha agar tidak luluh melihat Darla, "Gak."

"Ih, aku udah lama gak makan pedes, kak." rengek Darla.

Dean hanya menatap datar pada Darla, "Makan pedes gak sehat."

"Udahlah Bu Bos, nurut aja. Gue pesenin sekarang ya. Minumnya air mineral semua aja ya, biar gak ribet." semuanya mengangguki ucapan Galvin itu.

Lalu, Galvin menarik Fergie untuk menemaninya memesan pesanan mereka. Fergie mendengus malas, tapi tidak menolak.

"Dar, ini cowok lo sama temennya serem banget. Aura mereka dingin banget." bisik Marissa yang duduk di samping Darla. Dia berbisik sangat pelan, takut Dean dan Nielson dapat mendengar ucapannya.

"Mereka emang gitu, Sa. Kamu gak usah takut." jawab Darla ikut berbisik. Qiana hanya menatap mereka heran, ingin tahu apa yang menjadi perbincangan Darla dan Marissa.

Darla menoleh pada Dean saat merasa usapan lembut di punggung tangannya. Ternyata Galvin dan Fergie sudah kembali dengan nampan di masing-masing tangan mereka.

"MAKANAN DATANG!" seru Galvin.

Nielson memandang jengah Galvin, "Berisik!" desisnya kesal. Galvin hanya terkekeh mendengarnya.

"Makan. Mau gue suapin?" Darla langsung menggeleng, menolak tawaran Dean itu.

"Aku makan sendiri aja." jawab Darla.

"Qiana, mau gak disuapin gue?" tanya Fergie dengan kerlingan jahil.

"Jangan mau, Qi. Kak Fergie itu fuckboy jahannam." ujar Marissa.

Galvin tertawa puas mendengar julukan Marissa untuk Fergie, "Jahannam gak tuh, Fer."

"Sialan." umpat Fergie.

"Kelakuan lo emang jahannam." ujar Nielson datar.

Fergie memegang dadanya dramatis, "Buset si kulkas kedua, sekalinya ngomong suka nyelekit."

Sedangkan Dean dan Darla, mereka berdua sibuk menikmati makanan mereka dalam diam. Dean melirik Darla, keningnya mengernyit melihat bibir Darla yang sedikit berminyak saat memakan nasi goreng.

Cowok itu mengambil tisu yang tersedia di meja mereka, lalu dia mengusap bibir Darla dengan tisu itu.

"Bibir manis lo sedikit berminyak." ujarnya. Darla menunduk malu diperlakukan seperti ini. Belum lagi Fergie dan Galvin yang langsung bersiul menggoda.

"Aduh, hargai kita semua yang jomblo dong." ucap Qiana.

"Gue uwuphobia, anjir!" lanjut Marissa.

"Si bos gemes banget sih kalau udah bucin." gemas Galvin.

Nielson hanya menatap Dean dan Darla dengan senyum tipis.

"Kak, lain kali jangan gini. Aku malu." cicit Darla dengan kepala yanh tetap menunduk.

"Hm? Kenapa malu? Lo cewek gue, wajar dong kalau gue perhatian sama lo?" tanya Dean bingung.

Qiana dan Marissa menggigit bibir menahan gemas. Melihat pipi Darla yang semakin blushing membuat mereka bertambah gemas.

Tiba-tiba, Fergie mengajukan pertanyaan yang membuat mereka semua terdiam, "Eh bentar, tadi Dean bilang bibirnya Darla manis. Bos, lo udah nyoba bibirnya berarti?"

♡ || ♡ || ♡

Saat ini, Darla sedang berada di mobil Dean. Cowok yang berstatus kekasihnya itu ingin mengajaknya berkunjung ke mansion Gevariel.

Awalnya Darla menolak dengan alasan belum siap. Tapi Dean meyakinkannya bahwa ibunya pasti menyukai dirinya.

Dean menoleh kearah Darla yang tampak gelisah, "Lo gak usah gugup. Bunda gue gak gigit, lagian siapa sih yang bakal gak suka sama cewek semanis lo?"

Perkataan Dean lagi dan lagi membuat pipi Darla memerah. Oh, jangan lupakan jantungnya yang ikut berdebar kencang.

Semenjak menjadi kekasih Dean, cewek keturunan Amerika itu menjadi sering blushing akibat ulah manis cowok dingin itu.

"Yuk, kita sampai."

Karna terlalu sibuk melamun, Darla sampai tidak sadar mobil yang dikendarai Dean ini berhenti.

Darla turun dengan perasaan gugup. Tangannya saling bertaut. Lalu, Dean meraih tangan mungilnya. Dean menggenggam tangan Darla, membuat tangan mungil cewek itu tenggelam dalam kungkungan jemarinya.

"Tenang. Okay?" Darla mengangguki perkataan Dean.

"Loh, Dean?"

Seorang wanita paruh baya yang tampak anggun keluar dari mansion mewah Gevariel. Darla yakin wanita yang masih tampak cantik di usianya ini adalah Nyonya Gevariel.

Dean menyalimi Auri, diikuti oleh Darla, "Bun, ini Darla. Pacar aku."

"Oh my godness, princess. You look so pretty." pekik Auri sambil memeluk Darla.

"Makasih, Tante. Tante juga cantik." balas Darla tersenyum manis. Dirinya merasa lega Auri menyukainya.

"Panggilnya Bunda aja dong. Ayok masuk." Auri merangkul Darla untuk memasuki mansion. Dean mendengus kesal karna Auri memonopoli gadisnya.

Saat memasuki mansion, Darla dibuat kagum dengan interior mansion ini yang bertema klasik, tampak sangat elegan. Keluarga Gevariel memang tidak main-main dalam semua hal.

"Dean kamu ganti baju dulu sana, biar Darla sama Bunda aja." perintah Auri yang dituruti Dean dengan pasrah.

"You wanna drink, princess? Bunda suruh maid ambilin, ya." tawar Auri.

"Enggak usah, Bunda. Darla takut ngerepotin." tolak Darla merasa tidak enak.

"Don't said that. Gak ngerepotin sama sekali kok." lalu Auri menyuruh seorang maid untuk membawakan orange juice dan beberapa snack.

Tak lama, Dean turun dengan buru-buru, "Bun, aku dipanggil Ayah di kantor. Disuruh nemenin meeting."

Dean memang sering membantu Ayahnya di kantor. Untuk latihan saat nanti dia sudah menjadi penerus Gevariel Corp.

"Okay. Hati-hati, ya." jawab Auri.

"Lo sama Bunda dulu ya? Gue udah izin ke Mami kok. Nanti pulangnya gue anter." Darla mengangguk.

"Iya, Kak. Aku juga masih mau ngobrol sama Bunda." balasnya.

Auri tersenyum lembut. Darla sangat manis. Beruntungnya Serly memiliki putri seperti Darla.

Saat menyalimi Auri, Dean berbisik di telinga Bundanya, "Bun, jangan bahas hal aneh-aneh sama Darla ya. Jangan bongkar aib aku."

Auri terkekeh geli mendengarnya, membuat Darla mengernyit penasaran.

"Lo jangan lupa makan siang. Kalau sampai Bunda laporan lo gak makan siang, gue hukum lo." ancam Dean.

Darla mengangguk, "Iya. Aku pasti makan, Kak."

Dean pun pergi meninggalkan mansion. Setelah Dean benar-benar menghilang, Auri menepuk bahu Darla.

"Tau gak? Tadi Dean bilang sama Bunda, katanya Bunda gak boleh sebar aib dia sama kamu."

"Masa sih, Bun?"

"Iya. Tapi, Bunda mau ceritain masa kecil Dean ke kamu."

"Boleh, Bun. Darla juga penasaran." jawab Darla terkikik geli.

"But, please keep it under wraps ya!" peringat Auri.

"Okay!"

"Kita cerita sambil lunch ya. Bisa keluar tanduk anak Bunda kalau kamu gak makan." ujar Auri.

Auri pun mencerikan bagaimana masa kecil Dean si cowok es itu. Membuat Darla melongo tidak percaya saat mendengarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status