Share

DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI
DUSTA LELAKI BERGELAR SUAMI
Author: Asda Witah busrin

BAB 1

Brakk!

Pintu kamar dibanting dengan keras. Elya yang sedang duduk di meja rias menggunakan skincare malam melihat sekilas ke arah Bram, suaminya.

Lelaki itu terlihat kacau. Dia berjalan ke arah kasur, lalu membanting badannya hingga tidur terlentang dengan kedua tangan menutup wajah.

"Berapa harga skincare itu, El?" Bram menoleh dan menatap tajam pada Elya yang masih sibuk di meja rias. wanita itu mengoleskan entah krim apalah di wajahnya yang mulus terawat.

"Kenapa, Mas? Mau pesan? Paket gold atau platinum?" Elya tertawa sinis menanggapi pertanyaan suaminya.

Elya memperhatikan Bram dari pantulan di dalam cermin. Lelaki itu duduk kemudian melonggarkan dasi yang dipakainya. Sementara Elya tetap diam, meneruskan memakai serum dan dilanjutkan dengan krim malam.

"Kamu berubah, El!" Bram beranjak berdiri, berjalan menuju meja rias, kemudian memegang bahu Elya.

"Maksudnya?" Wanita cantik berusia tiga puluh tiga tahun itu mengangkat alis sambil menatap suaminya dari pantulan cermin.

"Kamu berubah! Mana Elya yang kukenal dulu? Yang lemah lembut? Elya yang penurut? Elya yang selalu menyambut suaminya saat pulang kerja?" Bram mengguncang pelan bahu Elya.

Elya melepaskan tangan Bram di bahunya. Dia berdiri dan membalikkan badan. elya menatap Bram tepat di matanya. Mata cemerlang itu berkedip dengan anggun. Siapapun yang menatap mata itu, akan terpesona karena keberanian dan ketegasan yang terlihat jelas dari cahaya matanya. Cahaya mata yang mengendalikan. Cahaya mata milik Elya.

"Sayang ..." Elya mendesah. dia membasahi bibirnya dengan lidah sambil tersenyum manis, kemudian memegang pipi Bram dengan kedua tangannya.

Elya berjinjit. Keningnya dan kening Bram beradu. Sebegitu dekatnya mereka, sampai Bram bahkan bisa merasakan hangat napas Elya di wajahnya.

Elya berbisik pelan. Sangat pelan. Bahkan desau angin pun kalah dengan pelannya suara Elya.

"Setelah semua kebohongan dan luka yang sengaja kau tuliskan dalam kisah rumah tangga kita, kamu masih berharap aku menjadi orang yang sama?" Elya tersenyum tipis.

"Tujuh tahun kau simpan rapi semuanya, Mas. Sayangnya, istrimu ini masih belum terlalu bodoh untuk terus larut dalam sandiwara yang kau ciptakan." Elya berkata lembut sambil menjauhkan wajahnya dari wajah Bram. Senyum manis itu tetap tersungging di wajah cantiknya.

Elya mengembuskan napas perlahan. Tangannya bergerak, berpindah dari wajah Bram menuju dada. Elya kemudian mengelus pelan dada itu. Dada yang selama sepuluh tahun pernikahan mereka, dia kira merupakan tempatnya bersandar. Dada bidang yang selalu menjadi pelabuhan, saat hatinya tengah di ombang-ambing lautan kesedihan.

Elya tertawa kecil. Ternyata semua hanya kebohongan belaka. Lelaki yang sangat dicintainya itu menyimpan rahasia yang membuat cintanya terkikis begitu saja. Bahkan melihat lelaki di hadapannya saat ini pun, sebenarnya dia sudah sangat jijik.

"Aku benar-benar minta maaf, El," ucap Bram sambil menggenggam tangan Elya di dadanya.

Elya tersenyum manis sambil melepaskan tangannya dari genggaman Bram.

"El … " Bram berusaha menangkap tangan Elya yang berjalan menjauhinya.

Elya melangkah anggun menuju kasur mereka. Kasur busa kualitas ekspor itu terlihat sangat mewah berpadu dengan seprai satin merah hati.

"Tadi kamu tanya harga skincareku, Mas? Tujuh belas juta satu paketnya. Kenapa?" Elya duduk di pinggir kasur, kakinya menyilang dengan kedua tangan ke belakang badan sebagai penopang.

Elya tersenyum manis. Senyuman itu tidak pernah hilang dari wajah cantiknya.

Bram mengacak rambut. Dia menghela napas kasar. Lelaki itu akhirnya mengikuti Elya duduk di samping kasur.

"El, harus berapa kali lagi Mas minta maaf? Mas benar-benar menyesal, El." Bram menopang kepalan dengan kedua tangan yang bertumpu di paha.

"Kalau tidak ketahuan, Mas masih menyesal juga tidak?" Elya tertawa renyah sambil mengelus paha Bram lembut.

Bram memejamkan mata dengan tangan terkepal. Giginya bergemeletuk menahan amarah, sesal, kesal, sedih semua perasaan itu menjadi satu. Campur aduk. Sulit diterjemahkan. Yang pasti Bram hanya mengerti satu hal, dia sangat takut kehilangan Elya.

"Mulai bulan depan, kuhentikan semua jatah bulananmu! Kebutuhan dapur biar aku yang menyiapkan, tagihan-tagihan aku semua yang akan membayarkannya!" Bram akhirnya berbicara setelah terdiam agak lama.

Elya menautkan alis dan menarik napas panjang. Dia berusaha mengatur dentum di dadanya. wanita itu memejamkan mata. Dia harus tetap bisa mengendalikan diri. Dia harus bisa mengontrol emosi yang sebenarnya sudah di ubun-ubun. Ingin rasanya dia menampar dan meludahi laki-laki di hadapannya.

"Terus uang skincare, biaya ke salon, ke gym, sama uang arisan Mas juga yang atur?" Elya mengedipkan sebelah mata ke Bram. Centil.

Dulu Bram sangat menyukai jika Elya bersikap centil dan menggoda. Tapi kini, dia tahu Elya melakukan semua itu untuk mengejeknya.

Bram menghela napas. Ingin sekali rasanya dia mengecup kening wanita di sampingnya. Membawanya ke dalam pelukan. Melabuhkan semua rindu yang selama berbulan-bulan ini terabaikan.

Elya berubah seratus delapan puluh derajat setelah mengetahui semua. Wanita berwajah cantik, dengan kulit halus bak porselen itu tiba-tiba menjadi orang yang benar-benar berbeda dari yang selama ini dikenalnya.

"Tidak ada jatah untuk itu!" Bram berkata tegas. Dia menatap Elya tepat di matanya untuk mengetahui bagaimana tanggapan istrinya dengan keputusan itu.

Tadi sebelum pulang dari kantor, lama dia termenung. memikirkan bagaimana cara agar istrinya kembali seperti dulu. Bagaimana agar rumah tangga mereka kembali penuh kesenangan, kebahagiaan dan gairah.

"Kenapa?" Elya menautkan kedua alis. Bibirnya manyun menggemaskan. Rambut hitam bergelombang, dengan sedikit warna blonde di ujungnya menambah kecantikan Elya.

Bram terengah. Ingin rasanya dia menerkam wanita di sampingnya itu. Tapi dia harus menahan diri. Entah kejutan apa lagi yang akan dilakukan Elya jika dia memaksa.

"Kini kau sadar kan kau menggantungkan hidupmu padaku, El?" Bram meremas pahanya.

"Kau tetap bisa terlihat cantik dengan biaya perawatan yang tidak sedikit, tetap bisa tampil modis dengan biaya yang fantastis, tetap bisa berkumpul haha-hihi dengan teman-teman sosialitamu, karena siapa? Karena aku!" Bram menggertakkan gigi. Rahangnya mengeras.

"Itu sudah kewajibanmu sebagai suami." Elya berkata datar sambil memperhatikan kuku tangan. Sudah waktunya berganti warna dan corak. Dia mulai bosan dengan motif bunga anggrek bulan di kukunya.

"Sudah kupenuhi semua kebutuhanmu selama ini, El. Nafkah lahir kau kucukupkan, nafkah bathin kau tidak pernah kekurangan. Apalagi kurangku sebagai suami?!" Wajah tampan Bram memerah melihat istrinya yang bersikap jauh dari yang diharapkan.

Tadinya dia berpikir Elya akan memohon, berusaha merayunya, lalu Bram akan memberikan beberapa syarat agar tidak jadi melakukan aturan tersebut. Jauh panggang daripada api. Elya bukan berusaha melembutkan hatinya, wanita itu dengan enteng mengatakan itu semua sudah kewajibannya.

"Apa kurangmu sebagai suami?" Elya mengulangi pertanyaan Bram dengan lembut. Suaranya yang halus membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi betah berlama-lama berbincang dengan Elya.

"Kau hanya kurang jujur, Mas…." Bibir basah Elya menyunggingkan senyum yang sangat manis.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status