Share

BAB 4

Hujan gerimis mengiringi langkah Elya. Dia masuk ke kafe dengan sedikit berlari-lari kecil. wanita itu ada janji temu dengan seorang kawan lama.

[El, aku terjebak macet. Mungkin sekitar setengah jam lagi aku sampai disana.]

Elya mengangguk membaca chat dari temannya. Tidak masalah. Dia juga tidak terburu-buru. Cukup sudah selama ini dia menjadi burung di dalam sangkar emas Bram. Kepak sayapnya harus kembali dilatih agar bisa terbang dengan sempurna lagi.

dia memilih duduk di kursi paling pojok. dari sana, Elya bisa dengan jelas melihat tetes air di dinding kaca. Bulir-bulir air yang menempel perlahan jatuh, membentuk aliran garis lurus. Hingga akhirnya berkumpul menjadi satu, membentuk genangan di bawah dinding kaca.

Dingin.

Hujan menderas. Seperti waktu itu. Hatinya hancur saat Ranti, adik iparnya, menghancurkan harga dirinya sebagai seorang istri.

Elya termenung. Kilatan masa lalu datang menghampiri. Maka biarlah. Biarlah kenangan itu kembali. Biarlah dia dengan suka rela mengingat lagi semua memori, bersama hujan sore ini.

"Kakak sudah coba cek ke dokter kandungan?"

Elya hampir tersedak mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Ranti, adik iparnya. Dia segera mengambil gelas air minum untuk menetralisir dentum di dadanya.

Hari itu acara rutinan keluarga Harimurti. Makan malam bersama setiap satu bulan sekali. Bram anak sulung dari tiga bersaudara. Semuanya terpaut umur yang tidak terlalu jauh, hanya berjarak dua tahun. Untuk membuat keluarga tetap intens berhubungan, Papa Lin dan Mama Vania —orang tua Bram– membuat acara rutinan itu.

Kedua saudara Bram sudah menikah. Ranti, adik Bram yang nomor dua, menikah dengan pengusaha kilang minyak dari Malaysia. Dia tinggal ikut suaminya di sana. Setiap bulan dia dan suaminya akan kembali ke Indonesia. Dua anak kembarnya dibawa serta, menambah ramai suasana.

Adik bungsu Bram, Lira, baru saja menikah tiga bulan lalu, saat ini sedang mengandung dua bulan.

"Belum, Ran. Masmu setiap Kakak ajak selalu ada saja alasannya. Ya capek lah, ya sibuk lah …."

"Kakak periksa saja dulu sendiri." Ranti memotong ucapan Elya.

"Sudah hampir tiga tahun kan?" sambungnya.

Elya mengangguk sambil tersenyum tipis. Diletakkannya sendok dan garpu perlahan. Selera makannya hilang sudah. Ranti melirik piring Elya sekilas, kemudian kembali sibuk dengan piringnya.

"Keluarga kami itu keluarga subur, Kak. Buktinya aku setelah menikah langsung hamil, kembar pula. Lira juga baru menikah tiga bulan lalu langsung hamil …."

"Ran, makanlah!" Bram menatap adiknya.

"Ya wajar saja Mas Bram tidak mau periksa, buat apa? Toh yang bermasalah pasti Kak Elya. Makanya aku bilang, coba Kakak periksa saja sendiri dulu. Biar ketahuan yang bikin mandulnya dimana …."

"Ranti!" Mama Vania menatap anaknya tajam.

"Loh kenapa, Ma? Memangnya Mama tidak malu setiap acara kumpul keluarga selalu ditanyain cucu dari Mas Bram mana?"

"Honey, enough! Ayo makan saja." Frans, suami Ranti memegang tangan Ranti.

"Kak Ranti benar, Ma. Mas Bram itu cucu pertama, wajar kalau Tante dan Om selalu bertanya. Tentu mereka berharap Mas Bram segera dikaruniai keturunan, agar bisa menerima estafet perusahaan keluarga." Lira menyahut omongan Ranti, kakaknya.

"Sudah, sudah." Mama Vania menatap tajam dua anak perempuannya.

"Elya, tambah lagi makannya. Ini Mama sengaja masakin menu kesukaan Elya loh." Mama Vania tersenyum sambil meletakkan sepotong ayam rica-rica ke dalam piring Elya.

"Terima kasih, Ma." Elya tersenyum santai makan tanpa mempedulikan tatapan dari kedua adik iparnya.

Ranti dan Lira memang selalu iri dengan Elya. Mereka selalu menghasut keluarga lain agar membenci Elya. Beberapa mulai sering menyindir secara halus, beberapa lagi tidak ambil pusing.

Siapa pula yang tidak menyukai Elya? Cantik dan berpendidikan, mempunyai attitude yang baik, pandai mengambil hati orang, hampir sempurna andai dia mempunyai keturunan. Hal yang selalu menjadi senjata bagi Ranti dan Lira untuk mengganggu Elya.

Elya mempunyai pribadi yang periang, sehingga membuat siapa saja yang berada didekatnya akan merasa senang. Prinsipnya, selama Bram masih memberinya limpahan cinta tanpa henti, selama mertuanya masih memperlakukan dia dengan baik seperti anak sendiri, masa bodoh dengan mulut-mulut busuk dan suara sumbang di luar sana.

"Periksa ke dokter, Kak, sebelum semakin tua. Keburu menopause nanti." Lira dan Ranti terkikik.

"Lira! Kamu ini, lagi hamil jangan ngomong yang aneh-aneh." Papa Lin menegur Lira.

Elya sudah menulikan telinga. Walaupun Ranti dan Lira sering menyindirnya, namun setiap kali terjadi Elya tetap tidak bisa berdamai dengan hatinya. Benda kecil itu terus saja terasa seperti sedang di iris-iris dan ditaburi garam. Sakit. Perih.

Di luar dia terlihat acuh dan masa bodoh, tapi hatinya menangis. Siapa yang tidak menginginkan keturunan? Bukankah salah satu tujuan menikah adalah mempunyai keturunan?

Tapi pantang baginya bercucuran air mata di depan orang yang menyakitinya. Cukuplah dia menangis di pelukan Bram setiap malamnya.

Seminggu setelah acara rutinan keluarga, Elya dan Bram memutuskan mendatangi dokter kandungan untuk memeriksakan diri. lelaki itu akhirnya menuruti perkataan istrinya.

"Bagaimana hasilnya, Mas?" Elya langsung bertanya begitu menyambut Bram di pintu depan.

Bram menatap mata Elya. Dia membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Bram memeluk Elya sangat erat. Setelah itu menciumi kepala istrinya bertubi-tubi.

Lelaki itu menangis.

Bram menangis.

Elya terkejut. Dia segera mengurai keintiman di antara mereka.

"Ada apa, Mas?" Elya memegang pipi Bram dengan kedua tangannya.

"El …." Bram kembali tergugu.

Ada apa? Bram tidak pernah menangis. Selama tiga tahun pernikahan mereka, Elya hanya melihat Bram menangis sekali, yaitu saat akad nikah mereka.

"Elya dengar, bagaimanapun keadaanmu, aku akan selalu mencintai dan mempertahankan rumah tangga kita." Bram menatap Elya dalam-dalam.

Elya tergugu. Hancur harapannya segera memiliki keturunan. Ada apa dengan rahimnya? Ada apa?

Selama ini dia merasa semua baik-baik saja. Tamu bulanannya selalu hadir tepat waktu. Dia juga tidak merasa sakit atau nyeri yang berlebihan saat datang bulan. Apa yang salah?

Mereka tidak pernah membahas apapun lagi tentang hasil pemeriksaan setelah malam itu. Ada sesekali terbersit di hati Elya ingin melihat langsung hasil pemeriksaan, namun Bram selalu menjawab hasilnya di kirim ke email kantor, dan email kantor tidak bisa dibuka di luar area kantor.

Elya menulikan telinga dari semua sindiran keluarga Bram, baik secara langsung maupun tidak langsung. Baik sindiran secara halus, maupun sindiran secara kasar.

Elya membatukan hati.

Dia cantik, berpendidikan, dan dari keluarga terhormat. Bukan salahnya jika Yang Di Atas belum berkenan menitipkan janin di rahimnya.

Bram selalu menguatkannya saat hatinya sudah mulai rapuh. Suaminya itu selalu menjadi pembela saat dirinya disindir untuk kesekian kalinya. Lelaki itu menjadi sosok suami yang benar-benar sempurna di hadapan keluarga besar Harimurti.

Bram suami yang sempurna. Tampan, mapan dan mempunyai cinta tiada bandingan. Dia menghujani Elya dengan limpahan materi dan kasih sayang.

Hidup Elya sempurna sebagai seorang istri yang sangat dipuja suami.

Sampai suatu hari, tepat tujuh tahun hari ini.

Tabir itu tersingkap.

Bangkai busuk yang selama ini disembunyikan dengan rapi oleh suaminya, menguarkan bau anyir yang membuat Elya mual semual-mualnya.

Dalam sedetik, cinta itu berubah menjadi murka.

Kesadaran itu tiba-tiba datang, betapa selama ini Bram telah membodohinya. Mungkin saja lelaki itu sering tertawa, melihat dirinya semakin tenggelam dalam buaian cinta palsu.

Cinta itu tidak nyata. Cinta Bram hanya sebagai pemanis saja. Bram menipunya, dan bodohnya, dia percaya. Dia terlanjur percaya pada lelaki yang terlihat begitu memujanya.

"Bramantyo Harimurti. Akan ku pastikan kau menyesal hidup, karena pernah mengenalku!"

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g jelas banget apa masalah yg diketahui. lagian, dokter kandungan tempat periksa cuman 1??
goodnovel comment avatar
Cyreunn Hong
bohong pasal apa
goodnovel comment avatar
Ananda Dea
Bohongin apa nih, ga diksi tau trus nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status