Share

Chapter 03 – Pernikahan

"Armor…” panggil Silva kepada putranya. “Ingat! Seminggu lagi. Pernikahanmu seminggu lagi."

Armor menatap datar mamanya, "Hm," ujar Armor singkat.

Silva tersenyum penuh haru, ia memeluk putra sulungnya itu, mengusap punggung tegap Armor, "Mama memang kecewa padamu, tapi Mama juga bangga karena kamu berani untuk bertanggung jawab." Armor terdiam untuk sesaat, setelahnya ia pun mengangguk lantas membalas pelukan mamanya itu.

Di sisi lain, seseorang tengah menahan tangis setelah mendengar rencana bahwa orang yang paling dirinya cintai akan menikah dengan adik yang dirinya sayangi. Ya. Feranda. Perempuan itu memilih diam di depan pintu unit apartemennya yang memang sedikit terbuka dan membuat Feranda dapat mendengar semua percakapan itu dengan jelas.

***

Chayyara tidak menyangka jika semuanya akan menjadi seperti ini. Menikah dengan kekasih kakaknya bukanlah hal yang Chayyara inginkan. Bahkan Chayyara tidak bisa tidur karena terus memikirkan kakaknya, ia merasa bersalah dengan menikahi kekasih dari kakaknya itu, Feranda.

Chayyara memperhatikan para tamu undangan yang berdatangan, sedari tadi ia merasa cemas pada Feranda yang belum juga menunjukan diri di hari pernikahannya ini.

Di samping Chayyara yang mengharapkan kehadiran kakaknya, Chayyara justru dikejutkan dengan kehadiran tamu spesial. Ya. Kakek dan neneknya yang berasal dari Negeri Gingseng itu menghadiri pernikahannya.

"Sonja..." ujar Yeonna, memeluk Chayyara yang merupakan cucu kesayangannya itu.

"Halmeoni..." lirih Chayyara, membalas pelukan neneknya itu. Chayyara menangis bahagia.

"Banyak yang ingin Halmeoni tanyakan, tapi mungkin bisa nanti saja," ujar wanita paruh baya itu melempar senyum.

Pria paruh baya yang sedari tadi diam menyaksikan pun berjalan menghampiri Chayyara, ia tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, lantas menatap ke arah Armor dan Chayyara secara bergantian, "축하합니다. 세상에서 가장 행복한 분이 되길 바랍니다," ujar Park Yoongi yang merupakan kakek Chayyara, ia ikut memeluk cucu kesayangannya itu. Chukahamnida. Sesangeso ghajang hengbokan dubuni dwegil baramnida. (Selamat. Semoga kalian berdua menjadi orang yang berbahagia di dunia ini).

Armor tersenyum tipis kepada kakek dan nenek dari Chayyara sekaligus Feranda yang baru saja ia ketahui. Meski terkesan kaku, Armor berusaha untuk terlihat sopan dan ramah di mata keduanya.

Pernikahan mereka hanya dihadiri oleh beberapa tamu undangan karena keluarga Armor memang menginginkan konsep intimate wedding dimana hanya keluarga dan kerabat dekat saja yang mereka undang.

Selama pernikahan berlangsung, Armor maupun Chayyara tidak ada yang memulai obrolan. Mereka hanya menyambut tamu, berbincang dan berfoto, selain itu tidak ada lagi. Mungkin terlihat aneh jika pasangan pengantin tidak terlihat akrab di hari pernikahan mereka yang membahagiakan. Namun seperti yang mereka tahu, pernikahan ini ada, bukan atas keinginan mereka sendiri.

Chayyara tersenyum saat kakaknya mulai terlihat memasuki aula, dari kejauhan Chayyara bisa melihat penampilan kakaknya yang sangat cantik, tak lupa juga tubuh tinggi semampai dengan gaun yang menampilkan punggung indah itu selalu membuat Feranda tampak memesona.

Untuk sesaat Armor terpana melihat kekasihnya—maksudnya mantan kekasihnya. Feranda memang cantik dan anggun, dengan postur tubuh model itu siapa yang tidak terpesona melihat aura yang memancar dari diri seorang Feranda.

Feranda langsung memeluk Chayyara, "Selamat atas pernikahan kalian.” Chayyara bisa melihat sorot kesedihan dari pancaran mata kakaknya itu, mereka hanya berbincang beberapa menit hingga Feranda pun beralih kepada seseorang di samping Chayyara, perempuan itu menjabat tangan Armor.

Feranda berusaha tersenyum, wanita itu berusaha tegar saat melihat kekasihnya harus menikahi adiknya sendiri. “Selamat!” ujar Feranda dengan mata yang berkaca-kaca saat ia menatap wajah dingin Armor.

***

Chayyara tengah duduk bersama neneknya di kamar hotel yang sengaja disediakan untuk Chayyara berganti pakaian dan menata ulang riasan dan make-upnya.

Setelah Chayyara meminta waktu kepada Tante Oliana agar membiarkannya berbicara dengan neneknya untuk sebentar saja, kini hanya tersisa mereka berdua.

Chayyara terdiam untuk sesaat, melihat neneknya yang masih setia berdiri di depan pintu kamar hotel.

Tanpa berikir lama, Chayyara langsung berlari ke arah neneknya, ia langsung menangis dipelukan wanita paruh baya yang sudah membesarkan dirinya selama ini, Chayyara menangis tergugu, meratapi nasibnya yang tidak disangka-sangka akan berakhir seperti ini.

Chayyara masih duduk di bangku sekolah atas namun takdir kehidupan membuatnya harus menerima bahwa ia hamil dan harus menikah diusia muda, yang lebih parahnya lagi ayah dari bayi yang dikandungnya adalah kekasih kakak sepupunya sendiri.

"Maafkan Halmeoni, Sayang… maaf… " ujar Yeonna ikut menangis, wanita paruh baya itu mencium kepala Chayyara.

Setelah sepuluh menit Chayyara gunakan untuk menangis, seseorang mulai mengetuk pintu, itu pasti para asisten Tante Oliana yang mengingatkan bahwa mereka tidak punya banyak waktu. Yeonna melepaskan pelukannya, lantas mengusap pipi cucunya itu.

Yeonna tersenyum, "Dengarkan Halmeoni…” Chayyara masih terlihat sesenggukan, namun Chayyara tetap menganggukkan kepalanya.

"Meski kamu tidak mencintai, Armor. Meski pernikahan kalian terjadi karena sebuah peristiwa yang tidak mengenakan. Tapi hadirnya janin yang tumbuh di perutmu itu bukanlah sebuah kesalahan, itu anugerah dari Tuhan,”

“Usia Yara memang masih muda, tetapi Halmeoni cukup mengenal kamu selama ini. Kamu sudah tumbuh menjadi gadis cantik, baik dan penurut. Bahkan sebelum usiamu dinyatakan dewasa, Halmeoni sudah melihat sikap dewasamu saat pertama kali kamu tinggal di rumah Halmeoni,"

"Yara… kedewasaan seseorang itu tidak bisa diukur dari usia, tapi dari sikap, cara kita berpikir dan juga bagaimana kita mengambil keputusan. Kamu selalu menerima apa yang terjadi pada dirimu, Sayang… meski Halmeoni tahu itu bukanlah hal yang mudah untuk kamu terima dan hadapi. Tetapi keputusan kamu kali ini merupakan sikap yang sangat dewasa, mempertahankan janin, siap tidak siap kamu tetap menerimanya… kamu sudah melakukan yang terbaik!”

Chayyara menundukan kepalanya.

"Kamu itu seperti ibumu, Halmeoni tidak pernah menyesal membiarkan ayahmu yang kekanak-kanakan itu menikahi ibumu. Nyatanya, ibumu membantu ayahmu untuk bersikap lebih dewasa dan membangun rumah tangga yang di anugerahi seorang putri cantik, yaitu kamu, Kim-Yara," ujar Yeonna seraya menghapus air matanya, jika mengingat putra dan menantunya itu, Yeonna tidak bisa untuk tidak menangis.

"Sekarang, izinmu itu tergantung izin suamimu. Bahagiakan suamimu, laksanakan kewajibanmu. Jangan menentang perkataan suami, jangan sesekali kamu berbicara dengan nada tinggi, jangan menjadi istri pembangkang, terimalah segala kekurangan dan kelebihan suamimu, Armor, ayah dari anakmu. Jadilah istri yang berbakti kepada suami, Yara. Jadilah ibu yang baik, jadilah rumah untuk suami dan anak-anakmu, dengar apa kata Halmeoni?"

Chayyara mengangguk, lalu memeluk kembali neneknya itu untuk beberapa saat. Setelah itu, Chayyara mengizinkan para asisten Tante Oliana masuk, membantunya mengganti pakaian, dan menata ulang riasan Chayyara untuk acara nanti malam.

Langit mulai gelap, waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam, dimana rangkaian acara pernikahan Armor dan Chayyara di akhiri dengan jamuan makan malam dan pesta dansa.

Chayyara berjalan memasuki aula, semua mata tertuju kepada Chayyara yang terlihat cantik, auranya yang lembut dan teduh membuat siapa saja yang melihatnya tidak bisa berpaling. Hal itupun terjadi pada Armor saat melihat Chayyara, Armor sempat terdiam memperhatikan Chayyara yang tampil dengan balutan gaun putih dan make-up natural yang entah mengapa hal itu justru membuat Chayyara terlihat lebih cantik dari riasan make-up pagi tadi.

Chayyara tersenyum saat ia sudah berada dihadapan Armor, sedangkan Armor masih memasang tampang dinginnya, menyembunyikan ekspresi kagumnya kepada perempuan yang kini telah sah menjadi istrinya.

Setelah acara jamuan makan malam selesai, Chayyara terlebih dahulu pamit kepada para tamu, karena Silva memaksa Chayyara untuk beristirahat, Chayyara tidak boleh kelelahan saat usia kandungannya masih sangat rentan mengalami keguguran, Silva tidak ingin hal-hal buruk terjadi pada Chayyara hanya karena membiarkan Chayyara kelelahan.

Sesampainya di kamar, Chayyara melepas gaun pengantin, menghapus make-up, lalu mandi air hangat. Saat Chayyara tengah mencari kopernya, seseorang membuka pintu kamar hotel. Chayyara langsung membalikkan tubuhnya dengan ekspresi terkejut. Wajah Chayyara bersemu merah, menahan rasa malu karena Chayyara masih mengenakan handuk.

Armor menatap Chayyara dengan ekspresi dingin, pria itu melepas jasnya lalu melemparkannya ke sofa.

Sedangkan Chayyara tengah menggigit bibir bawahnya, "Kak… Armor?" panggil Chayyara pelan.

Armor mengerutkan keningnya, untuk pertama kalinya Chayyara memanggil dirinya meski dengan menambahkan embel-embel 'kak' di depannya.

Armor menolehkan ke arah Chayyara yang kini tengah menunduk. "Koper Kay... itu..."

Armor yang mengerti maksud Chayyara pun langsung mengeluarkan ponselnya lantas menelepon seseorang.

"Ambilkan koper," perintah Armor.

"…"

"Hm." Armor menjawab singkat.

Setelah anak buahnya membawakan apa yang Armor perintahkan, pria itu memberikannya kepada Chayyara, lalu terlihat sosok kecil itu langsung berlari memasuki kamar mandi.

Armor menatap keluar jendela hotel yang menunjukan pemandangan kota di bawah sana. Pria itu memejamkan matanya selama beberapa menit. Saat mendengar pintu kamar mandi terbuka, Armor pun mulai berjalan mendekati kamar mandi.

Tatapan Armor kini tertuju pada Chayyara yang sempat menatapnya juga, perempuan itu terlihat mematung di tempat membuat langkah Armor terhenti di hadapan Chayyara. Armor bukanlah pria bodoh yang tidak bisa melihat reaksi Chayyara saat ini. Apakah Chayyara benar-benar takut padanya?

Bodoh Armor jika ia bertanya seperti itu, jelas Chayyara ketakutan padanya setelah apa yang sudah ia lakukan kepada perempuan itu.

"Mau sampai kapan berdiri di situ?" tanya Armor dengan nada dinginnya. "Saya mau mandi," lanjutnya.

Chayyara yang tersadar pun langsung menggeserkan tubuhnya lalu melangkah menuju tempat tidur. Namun panggilan Armor tiba-tiba menghentikannya.

"Saya tidak akan meminta apapun malam ini. Jadi tidurlah."

Mendengar ucapan bernada tegas dan dingin itu membuat jantung Chayyara berdegup kencang, dengan langkah cepat, Chayyara menarik selimut dan langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Chayyara bertanya-tanya dalam hati, mengapa Armor mengetahui apa yang sedang Chayyara pikirkan?

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status