Share

Chapter 08 - Chayyara Demam

Tadi pagi Chayyara sudah bangun dari tidurnya karena perutnya terasa mual. Hampir berulang kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan cairan bening, tubuhnya terasa lemas, tapi waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Biasanya Chayyara sudah bersiap-siap memasak sarapan untuk dirinya dan Armor, tetapi sepertinya ia akan memasak sarapan nasi goreng saja untuk Armor karena suaminya itu harus berangkat kerja dengan keadaan perut terisi.

Chayyara memaksakan dirinya untuk berjalan ke arah dapur, mengambil bahan-bahan di kulkas dan mulai bergelut dengan alat-alat dapur. Setelah selesai, Chayyara menghidangkannya di atas meja makan.

Chayyara tidak ikut makan karena tidak merasa lapar, namun Armor pasti akan marah padanya jika ia tidak sarapan. Chayyara pun memutuskan mengambil sehelai roti dengan selai nutella kesukaannya. Tak lupa Chayyara juga membuat susu coklat khusus ibu hamil agar bayinya tetap ternutrisi.

Chayyara menghela nafas saat pandangannya tertuju pada pintu kamar Armor, ia jadi teringat saat Chayyara tidak sengaja mendengar perkataan Armor yang menyakiti hatinya, ditambah suaminya itu juga membetak dirinya, membuat dirinya menangis semalaman.

"Kamu kenapa, Sayang?" gumam Chayyara saat rasa mual itu menyerangnya lagi.

Setelah selesai memakan roti dan meminum susu ibu hamilnya, Chayyara kembali ke kamar dan langsung membaringkan tubuhnya yang masih terasa lemas

***

Chayyara terbangun dengan keadaan tidak enak badan. Dilihatnya jam di nakas sudah menunjukan pukul satu siang. Perempuan itu merasakan sakit kepala yang luar biasa, belum lagi perutnya masih terasa mual.

Chayyara berusaha berdiri dari ranjangnya, namun Chayyara memilih merangkak menuju kamar mandi karena ia tidak memiliki tenaga untuk berdiri.

Chayyara mulai menangis saat serangan itu datang kembali, dalam hitungan detik Chayyara kembali mengeluarkan isi perutnya. Tadi pagi Chayyara hanya sarapan roti dan susu ibu hamil, yang pada akhirnya semua itu keluar kembali.

"Halmeoni… " lirih Chayyara pelan.

Chayyara memegang leher belakangnya, lagi-lagi hanya cairan bening yang keluar dari mulutnya. Chayyara merasa lelah. Perempuan itu menyandarkan tubuhnya di dinding samping kloset, Chayyara tidak tahu harus berbuat apa selain menangis.

Setelah selesai mengeluarkan isi perutnya, Chayyara kembali ke ranjang, perempuan itu memegang lehernya yang terasa hangat, lalu memegang keningnya yang mengeluarkan keringat dingin.

Chayyara mengelus perutnya, ia tersenyum lembut. "Mama habis muntah-muntah, loh. Kamu tidak suka Mama makan roti sama susu ya?" tanya Chayyara berbicara dengan perutnya.

Chayyara terkekeh geli, menyadari kegilaannya yang berbicara sendiri. Chayyara benar-benar kesepian. Hari-hari yang biasa ia habiskan hanya dengan sekolah, belajar, mengerjakan tugas, membaca novel, menonton film, atau memasak. Kini bertambah dengan mengajak bayi dalam perutnya berbicara.

Chayyara kembali membaringkan tubuhnya. Chayyara mengelus perutnya seraya menahan rasa sakit dikepalanya, ia berharap rasa sakitnya akan segera pulih setelah ia banyak beristirahat di hari ini. Semoga saja Armor pulang malam dan juga sudah makan malam di kantor. Ya. Semoga saja.

***

Sesampainya Armor di rumah, ia merasa heran saat melihat suasana rumahnya yang gelap, tidak ada satu pun lampu yang menyala, ketika ia masuk ke dalam pun, hanya lampu dapur yang menyala. Selama kurang lebih satu bulan Armor tinggal bersama Chayyara, untuk pertama kalinya ia tidak mencium bau masakan dari arah dapur.

Kemana dia? Apa dia marah? apa perempuan itu sengaja merajuk karena kemarin Armor membentaknya? batinnya bertanya-tanya.

Merasa penasaran Armor pun melangkah menuju kamar Chayyara yang terletak tak jauh dari kamarnya.

Armor memasuki kamar Chayyara yang ternyata keadaan kamar istrinya pun sama gelapnya. Armor menyalakan saklar lampu di samping pintu, lantas menghampiri Chayyara yang terlihat berbaring dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

Pria itu menatap tajam Chayyara, dilihatnya wajah Chayyara pucat dengan bibir yang gemetar, dibukanya selimut yang menutupi seluruh tubuh istri kecilnya itu dan terlihatlah bagaimana tubuh Chayyara tengah menggigil hebat. Armor langsung memegang kening Chayyara yang ternyata panas.

Armor menelepon Fredy untuk memanggilkan dokter ke rumahnya. Pria itu mengelap keringat di dahi Chayyara, lalu berjalan menuju dapur untuk menyiapkan kompresan. Armor mengompres kening Chayyara.

Beberapa menit kemudian, dokter pun datang dan langsung memeriksa kondisi Chayyara. Kebetulan dokter yang datang adalah teman Fredy yang bernama Alita.

Armor menatap dingin kedatangan keduanya, lalu mengizinkan Alita masuk ke kamar untuk memeriksa keadaan Chayyara.

"Wuah! Pasienku kali ini sangat manis ya..." Alita tersenyum lebar ketika memeriksa keadaan perempuan bertubuh kecil itu.

Namun saat Alita mengarahkan stetoskopnya ke bagian perut Chayyara, senyuman Alita menghilang. Hal itu membuat Armor dan Fredy bertanya-tanya dengan perubahan ekspresi Alita.

"Apa dia hamil?" tanya Alita menatap tajam ke arah Armor dan Fredy secara bergantian.

Armor menatap dingin Alita, sedangkan Fredy mulai gelagapan, "Begini, Ta. Kay memang sedang hamil, tap—"

"Siapa namanya?"

"Chayyara, panggil saja Kay,” jawab Fredy cepat.

"Dan siapa yang menghamilinya?"

"Itu—" Fredy melirik ke sebelahnya.

"Astaga Fredy! Dia masih sangat muda untuk hamil! Kamu tahu kan resikonya apa kalau perempuan hamil di usia muda!" sentak Alita menatap tajam ke arah Fredy.

"Apa? Gue—"

"Memang apa resikonya?" Kali ini Armor yang bersuara.

Alita menoleh ke arah Armor, menatap pria dingin itu dengan tatapan galak. "Jawab dulu pertanyaanku, kamu yang menghamilinya?"

"Alita!” Fredy memperingati.

"Ya." Armor menjawab.

Fredy menoleh kepada Armor dan Alita secara bergantian, yang satu mengeluarkan aura galak, sedangkan yang satunya lagi mengeluarkan aura dingin, membuat keadaan terasa mencekam.

Rasanya Fredy ingin menarik Alita pergi agar tidak ikut campur urusan Armor, karena Fredy sangat tahu jika pria dingin itu tidak suka ada orang yang mengusik apalagi ikut campur pada urusan pribadi.

Alita menghela nafas berat, memejamkan matanya. "Biar aku tebak, usia Kay tujuh belas?"

"Enam belas."

Alita membelalakan matanya, "Oh astaga! Bahkan dia belum legal untuk memiliki kartu tanda penduduk!"

"Alita… please dengerin gue dulu… " ujar Fredy memohon.

"Kenalin, ini Armor, bos gue, suami Kay, ayah dari bayi yang lagi dikandung Kay."

Alita mengangguk.

"Kay sekarang demam, dan Armor perlu tahu kondisi istrinya kaya gimana, lo bisa aja khawatir karena Kay hamil di usianya yang masih muda, tapi yang lagi kita butuhin sekarang adalah gimana kondisi Kay, gue gak nyalahin lo yang peduli banget sama keadaan pasien, tapi setiap pasien punya hak untuk menjaga privasi mereka, dan lo gak berhak buat ikut campur urusan—"

Alita menghindar dari Fredy dan langsung menghadap ke arah Armor, "Pasien yang melahirkan di usia muda itu sangat kecil kemungkinan untuk bertahan, lebih rentan mengalami keguguran, terlebih di usia muda seperti Kay ini. Saat proses melahirkan, kemungkinannya fifty-fifty."

Fredy membelalakan matanya, "Maksud… maksud lo fifty-fifty?"

"Hidup dan mati." Alita menjawab dengan nada dinginnya, menatap ke arah Armor dan Fredy secara bergantian. "Kay dalam kondisi yang lemah, karena dia sedang mengalami trimester pertama, dimana ibu hamil biasanya mengalami morning sickness alias rasa mual yang berulang. Kay pasti mengalami hal yang berat di hari ini,"

"Untuk demamnya, sepertinya Kay kurang tidur, terlihat dari kantung matanya yang menghitam dan juga membengkak." Alita menghela nafas panjang.

"Aku akan memberinya obat pereda demam dan pereda rasa mual, di minum 3x sehari sesudah makan, pastikan Kay istirahat yang cukup." Setelah mencatat resep obat, Alita memberikannya kepada Armor.

Setelah dirasa urusannya selesai, Alita langsung pergi begitu saja, meninggalkan Fredy yang berulang kali memanggil namanya.

***

Setelah menelepon Fredy untuk menebus obat di apotek, Armor berjalan ke sisi ranjang, memperhatikan kembali wajah pucat istri kecilnya itu sambil mengganti kompresannya.

Armor membalikkan tubuhnya, tiba-tiba "Halmeoni… " Armor menoleh ke arah Chayyara yang terdengar memanggil seseorang, dan seseorang itu tak lain tak bukan adalah nenek dari istri kecilnya itu.

Armor mendekati Chayyara, ia mulai mengusap pelan kepala istri kecilnya. Ia pun memutuskan untuk menemani Chayyara malam ini.

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status