Armor terjaga semalaman hanya untuk mengganti kompresan dan memastikan demam Chayyara turun. Di samping itu, Armor juga menyelesaikan pekerjaannya di malam hari untuk ia berikan kepada Fredy di keesokan harinya.
Tanpa disadarinya, ternyata Armor tertidur di sofa, ia terbangun saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Armor menoleh ke arah ranjang, tidak ada Chayyara di sana. Ia pun bergegas menuju kamar mandi.Armor memasuki kamar mandi yang memang pintunya terbuka, ia bisa melihat Chayyara tengah memuntahkan isi perutnya di kloset. Ia menghampiri Chayyara untuk kemudian memijat pelan tekuk istri kecilnya itu. Armor juga memegangi rambut Chayyara agar tidak terkena muntahan."Kak… Kak Armor… keluar," ujar Chayyara lemah. "Nan… nanti jijik," lanjut Chayyara."Diam,” perintah Armor dingin.Chayyara masih menghadap kloset, ia kembali merasa mual, sambil menangis Chayyara kembali memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Chayyara merasa kelelahan, di tambah ia juga merasakan kepalanya sakit luar biasa.Chayyara menyandarkan punggungnya di dinding kamar mandi. "Udah… Kay capek… " ujar Chayyara lemah.Armor yang melihat itu segera berjalan keluar untuk menelepon seseorang. Saat Armor kembali ke kamar mandi, Armor melihat Chayyara tengah membasuh wajahnya di wastafel, lalu kembali terduduk di lantai kamar mandi dan bersadar di pintu kaca pembatas, Chayyara terlihat memegangi perutnya."Masih mual?" tanya Armor yang berjongkok di hadapan Chayyara.Chayyara menggeleng lemah."Kamu harus makan, setelah itu minum obat."Chayyara hanya bisa mengangguk, matanya terbuka sedikit saat melihat wajah Armor dari dekat. Terlihat sorot kekhawatiran di sana yang entah mengapa membuat dada Chayyara menghangat. Armor mengkhawatirkannya? Apa Armor sudah tidak marah lagi padanya?Belum sempat Chayyara melanjutkan acara melamunnya, perempuan itu tiba-tiba merasakan tubuhnnya melayang, jantung Chayyara berdegup kencang saat menyadari jika Armor tengah menggendongnya sekarang."Saya sudah memanggil asisten rumah tangga, kamu tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah lagi," ujar Armor seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh istri kecilnya itu.Chayyara kembali memejamkan matanya, namun suara Armor lagi-lagi menginterupsinya untuk tidak tidur."Jangan tidur, Chayyara. Saya sudah pesan bubur, kamu harus makan. Anak saya butuh asupan." Armor menatap tajam Chayyara membuat perempuan yang tengah berbaring itu meringis. Chayyara tidak suka bubur, bagaimana mengatakan yang sebenarnya kepada suaminya itu?Bubur yang di pesan Armor pun sudah datang, pria itu menyiapkannya untuk Chayyara. Mengingat semalam Armor belum makan, ia juga membeli nasi goreng untuk dirinya sendiri."Habiskan." Armor menyodorkan semangkuk bubur untuk Chayyara.Chayyara menerimanya dengan wajah memelas. Chayyara menatap semangkuk bubur yang baru saja diberikan Armor dengan raut wajah sedih.Armor yang melihat Chayyara hanya menatap mangkuk buburnya pun terheran, "Kenapa?" tanya Armor dingin.Chayyara menggigit bibir bawahnya. "Kay… Kay tidak suka bubur… "Armor memejamkan matanya, entah mengapa rasanya ia sangat kesal pada perempuan di hadapannya ini. "Kamu mau makan apa?""Kay… Kay tidak lapar…"Armor menatap Chayyara dengan sorot tajam dan auranya yang menyeramkan. "Kamu memang ingin anak dikandunganmu itu mati?" tanya Armor sarkas.Chayyara membulatkan matanya, lantas menggelengkan kepalanya cepat, Chayyara menatap kembali mangkuk buburnya."Makan, Chayyara!" Kali ini Armor berbicara dengan nada tegasnya.Chayyara mengangguk pelan. Dengan terpaksa Chayyara menyuapkan satu sendok bubur itu ke dalam mulutnya. Rasanya Chayyara ingin memuntahkan kembali bubur itu, tetapi melihat Armor yang memperhatikannya dari kejauhan membuat Chayyara terpaksa menelannya.Chayyara mulai meneteskan air matanya, perutnya kembali bergejolak, entah kekuatan darimana, Chayyara langsung berlari ke arah kamar mandi, lalu memuntahkan kembali isi perutnya.Armor memejamkan matanya. Pria itu tidak tahu harus berbuat apa karena sebelumnya ia tidak pernah menghadapi situasi yang seperti ini.***Setelah Chayyara meminum obatnya, perempuan itu kembali tidur. Armor berjalan ke ruang tengah."Tuan…" panggil Pak Husain.Armor menoleh."Ini Bibi Sani, Tuan… Bibi Sani yang akan menjadi asisten rumah tangga di sini."Armor mengangguk, lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.Pak Husain tersenyum miris kepada Bi Sani, seakan mengerti, wanita paruh baya itu pun meringis seraya mengangguk pelan.***Saat Armor membuka pintu, Armor melihat Chayyara sudah terbangun, perempuan itu tersenyum tipis ke arah Armor."Kak Armor tidak bekerja?" tanya Chayyara, kali ini kondisinya terlihat membaik, tidak seperti tadi pagi."Menurut kamu?" Armor balik bertanya."Kakak tidak bekerja karena Kay?" tanya Chayyara yang tidak mendapat jawaban dari Armor. "Maaf," ujar Chayyara menundukan kepalanya, perempuan itu merasa bersalah karena sudah merepotkan Armor."Masih mual?" tanya Armor mengabaikan permintaan maaf Chayyara.Chayyara menggigit bibir bawahnya lantas menggeleng pelan."Makanlah." Armor menyodorkan satu box spicy chicken tidak lupa dengan nasinya.Mata Chayyara langsung berbinar, perempuan itu tersenyum sumringah saat melihat makanan kesukaannya tersaji di depan mata."Padahal kamu sedang sakit, tapi Feranda mengatakan kamu akan sembuh jika memakan ini," jelas Armor.Chayyara menganggukkan kepalanya cepat seperti anak kecil. "Terima kasih, Kak Armor!"Chayyara bahkan melupakan kondisinya yang tadi pagi sempat membuat Armor kewalahan. Pria itu menggelengkan kepalanya saat melihat betapa lahapnya Chayyara memakan spicy chicken yang dipesankannya tadi.Ya. Armor terpaksa menelepon Feranda untuk bertanya bagaimana mengatasi Chayyara saat sakit, dan betapa terkejutnya Armor saat mengetahui jika Chayyara akan sembuh bila diberikan makanan pedas, terlebih spicy chicken yang merupakan makanan favorit Chayyara.Melihat kondisi Chayyara yang sekarang, membuat Armor bisa bernafas lega meski setelah ini ia akan berkonsultasi dengan dokter Septi, apa tidak masalah jika ibu hamil memakan masakan pedas?Armor merasa khawatir dengan kondisi bayi di dalam perut Chayyara yang akan kebakaran cabai karena ibunya menyukai makanan pedas. Hal ini membuatnya berpikir, apakah bayinya akan menyukai pedas seperti Chayyara? Atau justru seperti dirinya yang menyukai pedas untuk makanan tertentu saja?***Sudah hampir dua bulan Chayyara tinggal bersama Armor di rumah ini, rutinitasnya yang bangun pagi untuk mengeluarkan isi perutnya sudah membuatnya terbiasa.Di tambah lagi Armor sudah mempekerjakan asisten rumah tangga, sehingga tugas Chayyara hanya sekolah dan memasak untuk suaminya, tentu saja perlu dibantu oleh Bibi Sani karena Armor akan marah jika melihat Chayyara bekerja sendiri.Padahal Chayyara tidak masalah dengan pekerjaan rumah, ia juga merasa fisiknya tidak selemah seperti di awal-awal ia mengalami morning sickness."Nyonya… sudah minum obatnya?" tanya Bi Sani ramah."Sudah, Bi Sani." Chayyara melihat Bibi Sani tengah menyimpan kantong-kantong belanjaan itu di meja dapur. "Bibi beli bahan-bahan yang Kay minta kan?" tanya Chayyara.Bibi Sani mengangguk, "Iya atuh Nyonya… ini saya sampe nanya ke mas-mas supermarketnya karena saya tidak tahu cara bacanya."Chayyara tertawa pelan. "Maaf ya, Bi Sani. Kay kira Bi Sani tahu. Kalau begitu nanti belanjanya bareng Kay saja ya biar Bibi tidak kebingungan," ujar Chayyara tersenyum manis.Bibi Sani pun membalasnya dengan anggukan kepala seraya menampilkan senyum hangatnya."Oh iya Bi Sani, gorengan yang Kay pesan dibeli juga kan?" tanya Chayyara dengan antusias.Bi Sani mengangguk, "Iya pasti saya beli atuh Nyonya… mana bisa saya lupa kalau urusannya ibu hamil yang lagi ngidam."Chayyara terkekeh mendengar penuturan Bibi Sani, ia pun menerima bungkusan gorengan yang disodorkan Bi Sani kepadanya. Perempuan itu tersenyum bahagia saat melihat bakwan, tahu isian, cireng, risoles dan pisang goreng yang menggugah selera makannya.Meski sebenarnya ia bisa membuatnya sendiri, tetapi entah mengapa Chayyara malah ingin membeli gorengan di abang-abang yang berjualan di depan komplek perumahan.Setelah urusan memasak selesai, Chayyara berniat untuk memberitahu Armor, namun mereka bertemu di ruang tengah. Kebetulan sekali. Chayyara tersenyum, kali ini ia mulai terbiasa dengan sikap Armor yang dingin."Hari ini Kay memasak Rustico, Mama bilang Kakak menyukai menu Italian food," ujar Chayyara lembut.Armor mengangguk, lantas berjalan mendahului Chayyara, belum sampai dapur, Armor sudah mencium bau makanan khas Italia favoritnya itu.Rustico merupakan camilan gurih tradisional dengan beragam isian yang dilapisi puff pastry. Makanan ini umumnya berbentuk bulat, Chayyara membuatnya dengan isian berupa saus béchamel, tomat, dan keju mozzarella. Namun, ada pula yang menggunakan bayam atau ricotta.Armor duduk dikursi yang biasa ia tempati, pria itu menoleh ke arah Chayyara yang tengah memakan makanan yang asing bagi dirinya."Makan apa?" tanya Armor dengan ekspresi dinginnya.Chayyara menoleh, lantas menelan dulu makanannya. "Oh ini, kata Bi Sani ini namanya gorengan," ujar Chayyara tersenyum manis."Gorengan?"Chayyara mengangguk cepat, "Kakak belum pernah coba?"Armor menggeleng, "Saya saja baru dengar."Chayyara mengangguk setuju, dirinya juga baru tahu mengenai gorengan. Saat mencari tahu di internet, ternyata gorengan itu makanan yang tidak sehat. Pantas saja Chayyara tidak tahu karena mamanya dulu selalu memastikan Chayyara makan makanan yang sehat dan bergizi."Harganya kok murah banget ya? Padahal rasanya enak, apa abang-abangnya tidak rugi?" gumam Chayyara pada dirinya sendiri tapi masih bisa terdengar oleh Armor."Memang kamu beli berapa?"To be continued..."Hmm tadi pagi Kay sudah makan tujuh gorengan, terus sekarang sudah delapan gorengan, berarti Kay sudah makan lima belas gorengan." Armor menatap heran ke arah Chayyara, apa tidak ada yang salah dengan istri kecilnya itu? Mengingat nafsu makan Chayyara yang semakin hari semakin membaik, membuat Armor tidak terlalu khawatir akan kondisi istri kecilnya. Meski Armor akui, ia masih sedikit khawatir saat Chayyara masih mengalami mual-mual di pagi hari. Setelah selesai sarapan, Armor melihat Chayyara tengah bersiap untuk sekolah onlinenya, sedangkan dirinya belum berangkat ke kantor karena masih mengecek beberapa berkas di iPadnya. Ketika Chayyara tengah melihat-lihat sosial media, betapa terkejutnya Chayyara melihat berita tentang kakaknya. Chayyara menoleh ke arah Armor yang masih setia duduk di sofa. Armor yang merasa di perhatikan, mengalihkan pandangannya ke arah Chayyara, kini mereka saling bertatapan. "Kenapa?" tanya Armor. Chayyara langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain,
Semenjak kejadian kemarin sore, Chayyara mengunci dirinya di kamar. Perempuan itu hanya keluar saat dirinya merasa lapar. Keesokan harinya pun sama, Chayyara tidak keluar dari kamar, tidak meminta Bi Sani untuk belanja, tidak juga memasakan sarapan untuk Armor. "Kemana Chayyara?" tanya Armor kepada Bi Sani. "Nyonya belum keluar dari kamar, Tuan. Apa mungkin Nyonya masih tidur?" ujar Bi Sani hati-hati. Armor menoleh ke arah pintu kamar Chayyara, pria itu mengangguk lantas berjalan ke arah ruang tamu. "Tuan ingin sarapan apa? Karena Nyonya belum bangun, jadi saya belum tahu ingin memasak sarapan apa untuk Tuan." "Tidak perlu. Saya akan sarapan di kantor." Armor menjawab. Sebenarnya Armor ingin memakan sarapannya jika Chayyara yang memasaknya. Mengingat Chayyara mungkin masih marah padanya. Armor memilih untuk menolak tawaran asisten rumah tangganya itu. *** "Proyek di Bandung akan segera selesai, apa Bapak akan kembali ke Jakarta?" tanya Fredy formal. "Berapa persen lagi?" tany
Armor tengah menatap tajam Chayyara yang sedari tadi belum juga menyentuh sarapan paginya. "Sudahlah, Armor..." Armor mendengus kesal, berusaha sabar agar tidak terjadi perdebatan dengan ibunya. "Kay inginnya apa, Sayang? Biar Armor yang belikan." Chayyara tersenyum lantas menggeleng pelan, "Kay belum lapar, Mama." "Tapi kamu harus makan, Sayang. Kasihan bayi kamu nantinya," ujar Silva dengan nada lembut. Chayyara menggigit bibir bawahnya, menatap Silva dan Armor bergantian. Jarinya saling bertautan, ia merasa takut jika harus mengatakan yang sebenarnya. "Ada yang kamu inginkan tidak?" tanya Silva sekali lagi. "Kay…Kay…ingin spicy chicken," ujar Chayyara pelan. Mendengar itu membuat Armor melotot tajam. "Sayang… ini masih pagi untuk makan spicy chicken." "Tidak makanan pedas," pungkas Armor dengan nada dingin. Mata Chayyara berkaca-kaca, perempuan itu menundukan kepalanya. Sudah ia duga kan? Pasti keinginannya tidak akan mendapat izin dari kedua orang dihadapannya. Chayyara
"Kamu harus makan, kita akan berhenti di rest area. Kamu ingin pesan apa?" tanya Armor. Chayyara melihat ke atap mobil, Chayyara tengah berpikir. "Kay ingin big burger dan kentang goreng." Armor mengangguk. "Kamu ingin apa, Nda?" tanya Armor membuat Feranda menoleh. "Nanti aku lihat-lihat dulu saja, Ar." Pria itu pun mengangguk pelan dengan tatapan kembali lurus ke jalan. *** Setelah memesan makanan, Armor dan Feranda memutuskan untuk makan di mobil karena lagi-lagi Feranda harus mengejar waktu pemotretannya di Jakarta. Sedangkan Chayyara tengah menikmati big burger dan kentang gorengnya. Perempuan itu tampak lahap memakan makanannya. Berbeda dengan Feranda yang hanya memakan salad karena Feranda harus menjaga bentuk tubuhnya. Armor terus melirik ke arah Chayyara yang tengah sibuk mengunyah dengan mulut terisi penuh. Hal itu tak luput dari perhatian Feranda yang melihat pandangan penuh arti Armor kepada Chayyara. Hati Feranda berdenyut nyeri saat menyadari sesuatu yang perlah
Alasan mengapa Chayyara tadinya memutuskan tidur di lantai karena di kamar tamu tidak ada sofa, membuat Armor dan Chayyara diharuskan tidur di ranjang yang sama. Chayyara benar-benar takut jika harus tidur bersama, namun karena ucapan Armor tadi yang menyuruh Chayyara tidur di ranjang, membuat Chayyara langsung saja menuruti ucapan suaminya itu. Chayyara langsung terlelap dengan posisi menyampingkan tubuhnya sambil memegangi perutnya yang mulai terlihat. Sedangkan Armor baru saja selesai mandi, melangkah menuju ranjang mereka, dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Chayyara. Armor menoleh ke sampingnya saat merasakan pergerakan seseorang, memperhatikan tubuh Chayyara yang kini menghadap ke arahnya, pria itu pun ikut mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, berhadapan dengan Chayyara. Armor memperhatikan wajah Chayyara yang tampak damai dalam tidurnya, lantas pandangannya terjatuh pada pergerakan tangan Chayyara yang mengusap perutnya. Armor yang merasa penasaran, perlahan m
"Nah lihat, ini bayinya ya, tunggu sebentar… " Tatapan Dokter Septi berubah serius. "Ada apa?" tanya Armor. "Ada dua! Wuah, selamat! Ternyata Kay mengandung bayi kembar!" sorak Dokter Septi. Wajah Chayyara terkejut bukan main, namun tak bisa dipungkiri jika ia pun merasa bahagia. Chayyara menoleh ke arah Armor yang tidak memberikan reaksi apapun, wajah pria itu tetap dingin seperti biasa. Seketika senyuman Chayyara pudar, apakah Armor tidak senang dengan kabar bahwa bayi mereka ternyata kembar? Setelah melakukan USG, kini giliran Armor yang banyak bertanya mengenai keluhan Chayyara, ternyata hal itu wajar, terlebih Chayyara mengandung dua janin di usia muda. Hal itu membuat kondisi fisik Chayyara lebih rentan dari biasanya. Dokter Septi pun memberikan resep obat dan vitamin untuk dikonsumsi Chayyara, Dokter Septi juga menyarankan agar Chayyara banyak makan agar tidak sering merasa lemas. *** Sesampainya mereka di mansion keluarga, terdengar suara berisik dari arah ruang makan.
Setelah makan malam bersama, Chayyara kembali ke kamarnya terlebih dahulu. Chayyara juga berniat untuk mengganti pakaiannya, karena ia malas mengganti pakaian di walk-in closet, alhasil Chayyara memutuskan untuk menggantinya di kamar saja. Lagipula Chayyara juga yakin bahwa Armor tidak akan masuk ke kamar di jam segini, karena biasanya pria itu akan masuk kamar di waktu tengah malam. Chayyara membuka dress ibu hamilnya, ia pun mencari pajamas untuk dipakainya tidur lalu menyimpannya di atas ranjang. Chayyara berdiri di depan cermin, memperhatikan bentuk tubuhnya yang kecil dengan perutnya yang sudah membesar. Chayyara tersenyum geli melihat dirinya sendiri yang terlihat lucu di depan cermin. Meski jujur saja, perutnya itu berat dan sering membuatnya kesulitan bernafas, tetapi Chayyara mulai menikmati masa kehamilannya. "Perutmu semakin membesar." Tiba-tiba suara seseorang mengejutkan Chayyara. Ia membulatkan matanya saat melihat Armor tengah bersandar di pintu kamar mereka. "Kak
"Belum, makannya Pangeran harus rajin sekolah, biar nanti bisa ajarin dede bayinya Aunty, bagaimana?" Chayyara memberi senyuman lebarnya. "Aunty sedih loh kalau Pangeran menolak permintaan Aunty," ujar Chayyara sambil mengerucutkan bibirnya. Chayyara sengaja memasang wajah sedihnya. Melihat itu Pangeran langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak! Tidak! Tuan Putli Pangelan tidak boleh belsedih." Pangeran menjauh dari Chayyara lalu membungkuk hormat. "Baiklah Tuan Putli, pelmintaan Tuan Putli akan Pangelan laksanakan." Kate, Silva, Hailey, para pelayan dan penjaga yang melihat kejadian itu pun tertawa, mereka merasa gemas melihat interaksi Chayyara dengan Pangeran kecil. Pangeran mendekat ke arah Chayyara, lalu berbicara dengan perut besar Auntynya, "Hai dede bayi! Pangelan pulang dulu, tunggu Pangelan ya, nanti Pangelan ajalin dede bayi banyak hal." Pangeran mengecup perut Chayyara, membuat orang-orang yang berada di sekitarnya terharu. Begitupun dengan Chayyara, mata perempuan itu