Setelah menemani kakaknya menangis, Chayyara meminta Feranda untuk membersihkan diri dan ikut sarapan bersamanya dan Armor. Kebetulan posisi dapur rumah yang ditinggalinya berada di samping kolam berenang, jadi jika Chayyara ingin ke dapur, perempuan itu harus melewati kolam berenang terlebih dahulu.
Saat Chayyara tengah berjalan menuju dapur, tiba-tiba Chayyara merasakan lantainya licin hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan, membuat Chayyara langsung jatuh ke kolam.Feranda yang baru saja selesai berganti pakaian, langsung berlari ke arah kolam bersamaan dengan Armor yang terkejut saat mendengar suara riak air kolam."Chayyara! Chayyara! Tidak bisa berenang, Armor! Tolong Kay! Ya Tuhan!" teriak Feranda panik, membuat Armor langsung terjun ke kolam yang ke dalamannya hampir dua setengah meter.Terlihat pria itu mengangkat tubuh Chayyara dan menaikan tubuh istri kecilnya itu di pinggiran kolam. Armor langsung melakukan resusitasi jantung paru. Sesekali memeriksa apa nafas Chayyara sudah kembali atau belum.Saat pertolongan pertama yang dilakukan Armor tidak berhasil, tanpa berpikir panjang, pria itu langsung memposisikan mulutnya di mulut Chayyara. Memberikan nafas buatan kepada Chayyara yang masih belum bernafas juga.Feranda yang melihat itu langsung merasakan pisau menancap di dadanya. Mata Feranda berkaca-kaca saat melihat pemandangan di depannya, ia langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, berusaha menahan dirinya agar tidak menangis.Terdengar suara batuk, hal itu membuat Armor menghela nafas lega saat berhasil membuat Chayyara bernafas kembali. Feranda pun langsung menoleh dengan perasaan yang sama leganya, meski di sisi lain ia berusaha menutupi kesedihannya.Chayyara dibantu oleh Feranda ke kamar untuk berganti pakaian, begitu pun dengan Armor. Setelah insiden di kolam berenang, suasana menjadi canggung, terlebih Chayyara yang sedari tadi memilih diam dengan pikiran yang masih bertanya-tanya tentang siapa yang menyelamatkannya?Armor tidak mengatakan apa pun, suaminya itu langsung berangkat ke kantor, begitu pun dengan kakaknya yang memiliki jadwal pemotretan di sore hari, membuat Feranda harus mempersiapkan diri dan mau tak mau berpamitan pulang kepada Chayyara.***Armor memijat pangkal hidungnya ketika anak perusahaan yang baru Armor rintis harus mengalami kerugian yang cukup besar, ternyata banyak yang bermain curang di belakangnya.Seseorang mengetuk pintu ruangannya, Armor langsung mengizinkannya masuk, mengetahui itu adalah Fredy, sahabatnya yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris pribadinya."Saya sudah menyiapkan pengacara, mereka akan dihukum sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Fredy yang diangguki Armor."Apa masih ada masalah lain?" tanya Fredy."Gue hampir tidur sama Feranda."Fredy melotot tajam ke arah Armor, "Lo gila?!" sentak Fredy. Hilang sudah sikap sopan santunnya jika topik pembicaraan mereka mengarah kepada masalah pribadi."Gue—”“Belum bisa lupain?” potong Fredy, pria itu menggelengkan kepalanya, lantas menghela nafas berat. "Lo harus berusaha, Man! Inget! Lo bakal jadi bapak dari anak yang dikandung Chayyara. Jangan macem-macem. Konon katanya, kalau bapaknya main di belakang istrinya yang lagi bunting, anaknya bakal cacat."Tak"Sakit bego!" umpat Fredy saat Armor melemparinya dengan sebuah pulpen."Keluar lo sekarang!" sentak Armor kesal. Armor mengusap wajahnya. Apa yang diucapkan sahabatnya itu tiba-tiba membuat dirinya tidak habis pikir, bagaimana bisa ada mitos semacam itu?! Meski Armor tidak mempercayainya, tetap saja ia merasa kesal sekaligus waspada, bagaimana pun juga Armor menginginkan anaknya lahir dengan keadaan sehat dan normal.***Armor memutuskan pulang lebih cepat, tiba-tiba Armor merasa pening dan ingin segera pulang. Belum lagi perkataan sahabatnya itu yang masih saja terngiang-ngiang dipikirannya.Sial! umpat Armor dalam hati, padahal ia tidak mempercayai mitos itu, tapi tetap saja terpikirkan.Saat Armor memasuki rumah, ia disuguhi pemandangan Chayyara yang terlihat tengah mengerjakan tugas di ruang tengah, terbukti dari banyaknya buku dan kertas yang berserakan di karpet."Kakak pulang cepat?" tanya Chayyara pelan, tapi masih terdengar oleh Armor."Hm." Armor menjawab."Maaf Kay tidak tahu, Kay belum sempat memasak," ujar Chayyara.Armor mengangguk paham, "Saya juga belum lapar." Lantas Armor memasuki kamarnya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah selesai, Armor kembali ke ruang tengah, menghampiri Chayyara yang masih sibuk berkutat dengan laptop dan kertas-kertas coretannya.Armor duduk di atas sofa, sedangkan Chayyara duduk di lantai yang beralaskan karpet berbulu.Tadinya Armor berniat memperhatikan televisi di depannya, namun lagi-lagi matanya tidak bisa berhenti melirik ke arah Chayyara.Sesekali Armor tak sengaja melihat istri kecilnya itu tengah menggembungkan pipinya saat terlihat sedang berpikir, lalu tersenyum saat hendak menghitung kembali jawaban untuk soal-soal itu."Tugas apa?" tanya Armor pada akhirnya, ia merasa gemas saat melihat Chayyara berulang kali menggaruk kepalanya. Armor menduga jika istri kecilnya itu tengah kebingungan."Fisika, Kay tidak menemukan jawaban soal ini dari tadi.""Coba saya lihat." Armor membaca soal di laptop Chayyara, lantas mengalihkan tatapannya ke kertas jawaban Chayyara."Soal mudah seperti ini, kamu kesulitan?" tanya Armor menatap Chayyara keheranan.Sedangkan Chayyara memasang wajah tak percaya. Apa? Mudah katanya? Baginya ini sangat sulit! Astaga!Jelas Armor berkata soal itu mudah mengingat pria yang kini berstatus suaminya itu sudah lulus SMA bahkan sudah mendapatkan gelar S2! Berbeda dengan dirinya yang masih kelas 12. Sehingga wajar bukan jika menurut Chayyara soal ini membuatnya merasa kesulitan?Armor membantu menjelaskan secara singkat apa yang membuat Chayyara tidak bisa menemukan jawaban pada soal itu.Setelah Chayyara menghitung kembali, ternyata jawaban yang perempuan itu cari akhirnya ditemukan. Chayyara tersenyum lebar, lantas mengucapkan terima kasih banyak kepada Armor.Selesai mengerjakan tugas, Chayyara membereskan buku-bukunya, beranjak menuju dapur, diikuti Armor di belakangnya.Dan benar saja, saat Chayyara melangkah di lantai licin itu, Chayyara kembali kehilangan keseimbangan hingga membuatnya hampir jatuh ke kolam jika saja tidak ada yang menarik lengannya. Chayyara merasa menabrak sesuatu yang keras, saat perempuan itu tersadar, ia mendongakkan kepalanya ke atas. Ternyata sosok Armor lah yang tengah menjulang tinggi di hadapannya, suaminya itu terlihat menunduk menatapnya dengan sorot tajam."Ceroboh!" Armor langsung melepaskan pegangannya. Sedangkan Chayyara yang merasa gugup pun hanya bisa menundukkan kepala, berjalan pelan menuju dapur.***Keesokan harinya, Chayyara melihat di sepanjang kolam sudah tersedia karpet khusus, yang membuat dirinya tidak akan terpeleset lagi. Membayangkan tentang dirinya yang akan kembali terpeleset sehingga membahayakan kandungannya, membuat Chayyara bergidik ngeri. Syukurlah, saat ini sudah ada karpet, sehingga Chayyara tidak perlu merasa khawatir lagi.Chayyara mulai mengeluarkan bahan-bahan masakannya dari dalam kulkas, ia mencuci udang dan cumi lalu mengiris bawang dan menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dipakainya untuk memasak.Chayyara berniat untuk membuat nasi goreng seafood kesukaan Armor, mengingat ibu mertuanya yang selalu bercerita panjang lebar tentang Armor lewat telepon, membuat Chayyara perlahan-lahan ingin belajar memahami suaminya itu.Meski Chayyara masih sedikit takut saat ditatap oleh Armor, namun sebisa mungkin Chayyara mulai membiasakan diri. Bukankah itu memang sudah menjadi karakter Armor? Dingin, terkadang datar, dan wajah tampannya yang tidak ada ramah-ramahnya.Jika dipikir-pikir, mengapa kakaknya bisa mencintai pria seperti Armor? Apa karena Armor tidak menunjukan sisi lain kepadanya seperti apa yang selalu kakaknya ceritakan padanya? Ah, hal itu terlihat masuk akal.Chayyara jelas bukan siapa-siapa bagi Armor. Chayyara berstatus sebagai istri Armor karena ia tengah mengandung darah daging dari pria itu. Mengingat itu membuat Chayyara menghela nafas berat.Setelah Chayyara selesai memasak, ia pun memutuskan untuk membangunkan Armor. Chayyara sudah mengetuk pintu berulang kali namun tidak ada suara yang menyahutnya. Dengan sangat terpaksa Chayyara membuka pintu, Chayyara menepuk lengan Armor.“Kak… bangun…” ujar Chayyara pelan, membuat Armor yang merasa tidurnya terganggu pun membuka matanya.Chayyara memundurkan langkahnya, ia berusaha menutupi rasa takut dan gugupnya dengan berpura-pura mengecek keranjang cucian milik Armor, ternyata sudah ada beberapa baju kotor di sana, dengan gerakan cepat Chayyara langsung mengambil keranjang cucian itu dan bergegas keluar, meninggalkan Armor yang tengah menatap penuh arti ke arah Chayyara.To be continued...Chayyara baru saja menyelesaikan ritual mandinya, ia jadi teringat niatannya untuk mengingatkan Armor bahwa sudah saatnya makan malam. Chayyara mengetuk pintu ruang kerja Armor. Namun, tidak terdengar jawaban dari dalam. Chayyara pun memutuskan untuk kembali ke dapur, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Armor di pinggir kolam yang kini tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon. Chayyara berhenti di ambang pintu, lantas secara tidak sengaja Chayyara mendengar sesuatu yang membuat hatinya berdenyut nyeri. Chayyara menutup mulutnya tidak percaya. Saat Armor akan berbalik, dengan cepat Chayyara pergi dari sana, Chayyara memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Chayyara menenangkan dirinya di dalam kamar, menghapus air matanya yang terus saja mengalir, lantas tatapannya terjatuh ke arah perutnya, ia mengusap perutnya dengan penuh kasih sayang. Setelah sesi menangisnya selesai, Chayyara memutuskan untuk kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk Armor, Chayyara
Tadi pagi Chayyara sudah bangun dari tidurnya karena perutnya terasa mual. Hampir berulang kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan cairan bening, tubuhnya terasa lemas, tapi waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Biasanya Chayyara sudah bersiap-siap memasak sarapan untuk dirinya dan Armor, tetapi sepertinya ia akan memasak sarapan nasi goreng saja untuk Armor karena suaminya itu harus berangkat kerja dengan keadaan perut terisi. Chayyara memaksakan dirinya untuk berjalan ke arah dapur, mengambil bahan-bahan di kulkas dan mulai bergelut dengan alat-alat dapur. Setelah selesai, Chayyara menghidangkannya di atas meja makan. Chayyara tidak ikut makan karena tidak merasa lapar, namun Armor pasti akan marah padanya jika ia tidak sarapan. Chayyara pun memutuskan mengambil sehelai roti dengan selai nutella kesukaannya. Tak lupa Chayyara juga membuat susu coklat khusus ibu hamil agar bayinya tetap ternutrisi. Chayyara menghela nafas saat pandangannya tertuju pada pintu k
Armor terjaga semalaman hanya untuk mengganti kompresan dan memastikan demam Chayyara turun. Di samping itu, Armor juga menyelesaikan pekerjaannya di malam hari untuk ia berikan kepada Fredy di keesokan harinya. Tanpa disadarinya, ternyata Armor tertidur di sofa, ia terbangun saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Armor menoleh ke arah ranjang, tidak ada Chayyara di sana. Ia pun bergegas menuju kamar mandi. Armor memasuki kamar mandi yang memang pintunya terbuka, ia bisa melihat Chayyara tengah memuntahkan isi perutnya di kloset. Ia menghampiri Chayyara untuk kemudian memijat pelan tekuk istri kecilnya itu. Armor juga memegangi rambut Chayyara agar tidak terkena muntahan. "Kak… Kak Armor… keluar," ujar Chayyara lemah. "Nan… nanti jijik," lanjut Chayyara. "Diam,” perintah Armor dingin. Chayyara masih menghadap kloset, ia kembali merasa mual, sambil menangis Chayyara kembali memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Chayyara merasa kelelahan, di tambah ia juga merasaka
"Hmm tadi pagi Kay sudah makan tujuh gorengan, terus sekarang sudah delapan gorengan, berarti Kay sudah makan lima belas gorengan." Armor menatap heran ke arah Chayyara, apa tidak ada yang salah dengan istri kecilnya itu? Mengingat nafsu makan Chayyara yang semakin hari semakin membaik, membuat Armor tidak terlalu khawatir akan kondisi istri kecilnya. Meski Armor akui, ia masih sedikit khawatir saat Chayyara masih mengalami mual-mual di pagi hari. Setelah selesai sarapan, Armor melihat Chayyara tengah bersiap untuk sekolah onlinenya, sedangkan dirinya belum berangkat ke kantor karena masih mengecek beberapa berkas di iPadnya. Ketika Chayyara tengah melihat-lihat sosial media, betapa terkejutnya Chayyara melihat berita tentang kakaknya. Chayyara menoleh ke arah Armor yang masih setia duduk di sofa. Armor yang merasa di perhatikan, mengalihkan pandangannya ke arah Chayyara, kini mereka saling bertatapan. "Kenapa?" tanya Armor. Chayyara langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain,
Semenjak kejadian kemarin sore, Chayyara mengunci dirinya di kamar. Perempuan itu hanya keluar saat dirinya merasa lapar. Keesokan harinya pun sama, Chayyara tidak keluar dari kamar, tidak meminta Bi Sani untuk belanja, tidak juga memasakan sarapan untuk Armor. "Kemana Chayyara?" tanya Armor kepada Bi Sani. "Nyonya belum keluar dari kamar, Tuan. Apa mungkin Nyonya masih tidur?" ujar Bi Sani hati-hati. Armor menoleh ke arah pintu kamar Chayyara, pria itu mengangguk lantas berjalan ke arah ruang tamu. "Tuan ingin sarapan apa? Karena Nyonya belum bangun, jadi saya belum tahu ingin memasak sarapan apa untuk Tuan." "Tidak perlu. Saya akan sarapan di kantor." Armor menjawab. Sebenarnya Armor ingin memakan sarapannya jika Chayyara yang memasaknya. Mengingat Chayyara mungkin masih marah padanya. Armor memilih untuk menolak tawaran asisten rumah tangganya itu. *** "Proyek di Bandung akan segera selesai, apa Bapak akan kembali ke Jakarta?" tanya Fredy formal. "Berapa persen lagi?" tany
Armor tengah menatap tajam Chayyara yang sedari tadi belum juga menyentuh sarapan paginya. "Sudahlah, Armor..." Armor mendengus kesal, berusaha sabar agar tidak terjadi perdebatan dengan ibunya. "Kay inginnya apa, Sayang? Biar Armor yang belikan." Chayyara tersenyum lantas menggeleng pelan, "Kay belum lapar, Mama." "Tapi kamu harus makan, Sayang. Kasihan bayi kamu nantinya," ujar Silva dengan nada lembut. Chayyara menggigit bibir bawahnya, menatap Silva dan Armor bergantian. Jarinya saling bertautan, ia merasa takut jika harus mengatakan yang sebenarnya. "Ada yang kamu inginkan tidak?" tanya Silva sekali lagi. "Kay…Kay…ingin spicy chicken," ujar Chayyara pelan. Mendengar itu membuat Armor melotot tajam. "Sayang… ini masih pagi untuk makan spicy chicken." "Tidak makanan pedas," pungkas Armor dengan nada dingin. Mata Chayyara berkaca-kaca, perempuan itu menundukan kepalanya. Sudah ia duga kan? Pasti keinginannya tidak akan mendapat izin dari kedua orang dihadapannya. Chayyara
"Kamu harus makan, kita akan berhenti di rest area. Kamu ingin pesan apa?" tanya Armor. Chayyara melihat ke atap mobil, Chayyara tengah berpikir. "Kay ingin big burger dan kentang goreng." Armor mengangguk. "Kamu ingin apa, Nda?" tanya Armor membuat Feranda menoleh. "Nanti aku lihat-lihat dulu saja, Ar." Pria itu pun mengangguk pelan dengan tatapan kembali lurus ke jalan. *** Setelah memesan makanan, Armor dan Feranda memutuskan untuk makan di mobil karena lagi-lagi Feranda harus mengejar waktu pemotretannya di Jakarta. Sedangkan Chayyara tengah menikmati big burger dan kentang gorengnya. Perempuan itu tampak lahap memakan makanannya. Berbeda dengan Feranda yang hanya memakan salad karena Feranda harus menjaga bentuk tubuhnya. Armor terus melirik ke arah Chayyara yang tengah sibuk mengunyah dengan mulut terisi penuh. Hal itu tak luput dari perhatian Feranda yang melihat pandangan penuh arti Armor kepada Chayyara. Hati Feranda berdenyut nyeri saat menyadari sesuatu yang perlah
Alasan mengapa Chayyara tadinya memutuskan tidur di lantai karena di kamar tamu tidak ada sofa, membuat Armor dan Chayyara diharuskan tidur di ranjang yang sama. Chayyara benar-benar takut jika harus tidur bersama, namun karena ucapan Armor tadi yang menyuruh Chayyara tidur di ranjang, membuat Chayyara langsung saja menuruti ucapan suaminya itu. Chayyara langsung terlelap dengan posisi menyampingkan tubuhnya sambil memegangi perutnya yang mulai terlihat. Sedangkan Armor baru saja selesai mandi, melangkah menuju ranjang mereka, dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Chayyara. Armor menoleh ke sampingnya saat merasakan pergerakan seseorang, memperhatikan tubuh Chayyara yang kini menghadap ke arahnya, pria itu pun ikut mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, berhadapan dengan Chayyara. Armor memperhatikan wajah Chayyara yang tampak damai dalam tidurnya, lantas pandangannya terjatuh pada pergerakan tangan Chayyara yang mengusap perutnya. Armor yang merasa penasaran, perlahan m