Share

Chapter 02 – Pertemuan Kembali

Setelah kejadian dimana Armor memperkosa adik sepupu dari kekasihnya itu, keesokan paginya, Armor terbangun dengan kondisi sakit kepala yang luar biasa, Armor juga menemukan dirinya tengah memeluk seorang perempuan yang ternyata bukanlah Feranda. Setelah menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan fatal, di sinilah Armor sekarang, dimana Feranda dan keluarganya berkumpul.

Feranda menangis dipelukan Silva yang merupakan ibunda dari Armor, kekasihnya. "Bagaimana ini, Mama? apa yang harus Nda katakan pada Kakek dan Nenek di sana? Nda sudah gagal menjaga adik Nda sendiri."

Silva mengusap punggung Feranda, "Maafkan Mama, Sayang. Maafkan Mama…"

"Baguslah jika adikmu itu hamil anak Armor, dengan begitu aku akan segera mempunyai cicit."

Seorang wanita paruh baya menatap tajam ke arah Feranda seraya mengangkat jari telunjuknya, "Tidakkah kamu sadar, Feranda?! Kamu terlalu egois! Armor sudah banyak berkorban untuk kamu! bahkan dia selalu mengalah terhadap sikapmu yang keras kepala itu! Lihatlah sekarang? Jika bukan karena kamu yang berulang kali menolak Armor, mungkin adikmu tidak akan memiliki nasib seperti ini! Jadi pihak yang harus disalahkan itu kamu!"

"Cukup, Oma!" ujar Armor meninggikan nada suaranya.

"Armor! Sekali lagi kamu berkata dengan nada tinggi seperti itu, Papa tidak segan-segan untuk menghajarmu!" bentak Javier seraya menatap tajam putranya.

Armor menjambak rambutnya, "Maaf. Armor yang salah, jadi berhenti menyalahkan Feranda."

"ARMOR!" bentak Kate. “Kenapa kamu membela perempuan itu?!”

"Cukup, Oma." Armor berujar dengan nada dinginnya.

"Armor," panggil Javier menatap tajam ke arah Armor. "Ikut Papa, ada yang harus Papa bicarakan padamu."

Javier langsung melenggang pergi diikuti Armor di belakangnya, sedangkan yang lain tengah sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Silva yang merasa keadaan mulai tenang pun kembali bertanya kepada Feranda, "Lalu bagaimana keadaan adikmu sekarang?"

Feranda masih saja menangis, namun perempuan itu tetap berusaha untuk menjawab.

 "Selama tiga minggu ini… Kay lebih suka mengurung diri. Nda kira Kay marah karena Nda tidak pulang dan meninggalkan Kay sendiri di apartemen selama lima hari, nyatanya bukan karena itu, saat Kay ditanya kenapa, Kay tidak ingin menjawab dan memilih menangis.” Feranda menjeda ceritanya, “Nda mulai berpikir jika Kay mengalami stres akibat masa pembelajaran online, tapi saat Nda melihat keadaan Kay kemarin…"

Feranda mulai menangis kencang, "Kay tergeletak tak sadarkan diri di kamar mandi dengan alat test pack di genggamannya. Kay... Kay hamil dan saat Kay sadar, Kay mulai menceritakan semuanya. Ayah dari bayi itu adalah Armor, Nda… Nda harus bagaimana Ma? Nda sangat menyayangi Kay, tapi Nda juga mencintai Armor."

"Pembohong! Jika benar kamu mencintai Armor, tidak mungkin kamu berulang kali menolak ajakan Armor yang ingin menikah denganmu, Feranda! Dasar perempuan egois!" ujar Kate yang menatap Feranda dengan sorot penuh kebencian.

"Sudah, Oma," ujar Silva menengahi.

Tiga puluh menit telah berlalu. Terlihat Javier dan Armor menghampiri ketiga perempuan yang masih berada di ruang tengah, tempat tadi mereka berkumpul. Javier menghela nafas berat, lalu menatap Feranda dengan lembut.

"Nda…” panggil Javier.

Feranda menoleh dan melepaskan dirinya dari pelukan Silva. “Iya, Pa?”

“Papa tahu jika kamu mencintai Armor, begitu pun sebaliknya. Tapi menurut Papa, ini sudah menjadi keputusan terbaik untuk kalian.” Javier menjeda ucapannya, “Kamu bisa fokus pada karirmu sebagai model tanpa harus terbebani dengan tanggung jawabmu sebagai ibu rumah tangga. Sementara itu, Armor juga telah menyanggupi untuk bertanggung jawab agar kami bisa segera memiliki cucu."

"Maksud Papa?" tanya Feranda dengan suara bergetar.

"Armor akan menikahi adikmu, Nda. Papa juga akan memindahkan tugas Armor untuk memegang proyek cabang perusahaan di Bandung selama beberapa bulan ke depan. Biarkan Armor dan Kay menjalankan kehidupannya di sana," ujar Javier dengan tenang.

"Tapi Pa… Feranda mencintai Armor… ba—bagaimana bisa Papa memberi keputusan—ini… ini tidak adil untukku, Pa…"

"Dan apa kamu pikir hal ini juga adil untukku?" tanya Armor dengan nada dinginnya.

"Armor…" panggil Feranda memohon. "Kamu masih mencintaiku kan? Kenapa kamu menyetujui permintaan Papa?" tanya Feranda kepada Armor.

"Perempuan tidak tahu diri!" timpal Kate merasa marah dengan apa yang didengarnya, ia pun memutuskan pergi ke kamarnya, merasa muak dengan sandiwara kekasih dari cucunya itu.

Armor menatap Feranda dengan sorot mata dinginnya, pria itu memilih diam. Feranda yang melihat keterdiaman Armor, merasa hatinya hancur. Feranda hanya bisa menangis dipelukan Silva, sedangkan Armor memilih pergi entah kemana.

***

Armor melihat pemandangan kota dengan pandangan kosongnya, pikirannya kembali pada kejadian yang baru di alaminya tiga minggu yang lalu.

Armor mengerjapkan matanya saat sinar mentari menyilaukan pandangannya, kepalanya juga terasa sakit, mungkin akibat ia terlalu banyak minum semalam.

Saat Armor sudah bisa melihat keadaan sekitar dengan jelas, ia baru menyadari jika dirinya tengah memeluk seseorang. Armor mengedarkan pandangannya dan langsung tersadar bahwa saat ini dirinya tengah berada di apartemen Feranda.

Tapi tunggu sebentar, Armor merasa asing dengan sosok perempuan yang berada dipelukannya, saat Armor melihat siapa perempuan itu, tatapannya langsung berubah tajam, rahangnya langsung mengeras. Ternyata perempuan itu bukanlah Feranda!

Dering ponsel berbunyi, Armor langsung mengangkat telfon itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

Armor…” panggil seseorang di seberang sana.

“Hm?”

Malam ini ya? Kamu sudah berjanji pada Mama.

“Hm.” Armor langsung mematikan panggilan itu secara sepihak.

“Apa yang terjadi semalam?” tanya Armor dengan nada dinginnya pada sosok perempuan yang meringkuk ketakutan di atas ranjang.

Kini Armor sudah berpakaian rapih karena ia masih ingat pernah menyimpan beberapa pakaiannya di apartemen Feranda.

“Apa kamu akan terus menangis seperti itu tanpa menjelaskan apa pun, hm?”

Lagi-lagi hanya suara tangisan yang Armor dengar.

“Saya tidak tahu kamu dan jika kamu salah satu asisten pribadi Feranda, saya anggap kamu menginginkan imbalan atas apa yang terjadi semalam.”  Armor berujar dingin. “Berapa harga yang harus saya bayar?”

Armor menatap tajam perempuan yang masih setia menangis itu. “Aku akan bertanggung jawab dengan membayarmu.”

Mengingat kejadian itu, Armor tidak menyangka jika perempuan yang tinggal di apartemen kekasihnya merupakan adik sepupu Feranda. Pria itu juga tidak percaya bahwa perempuan itu tengah mengandung darah dagingnya. Pasalnya mereka baru melakukannya satu kali, tapi setelah di pikir-pikir, saat itu Armor tengah mabuk berat dan besar kemungkinan ia tidak menuntaskannya dalam satu kali permainan.

Mengingat itu membuat Armor merasa marah dan entah kepada siapa ia harus melampiaskannya.

***

Malam harinya, Armor dan Silva datang ke apartemen Feranda untuk menjenguk Chayyara. Feranda meminta adiknya itu bersiap dan berdandan rapih. Setelah selesai, Chayyara keluar dari kamar, kepalanya terus menunduk, tidak ingin melihat seseorang yang ada di hadapannya saat ini.

"Kay?" panggil seseorang lembut.

Chayyara mendongakkan kepalanya, Chayyara melihat wanita paruh baya yang sangat cantik tengah tersenyum kepadanya. Lalu pandangannya tidak sengaja melihat seseorang di belakang wanita paruh baya itu, Chayyara terkejut bukan main dan langsung memundurkan langkahnya.

Melihat reaksi Chayyara, air mata Silva mulai jatuh membasahi pipinya, wanita paruh baya itu menangis kala melihat perempuan yang cantik akan tetapi lebih kentara manis dengan usia yang masih terbilang muda itu harus hancur karena ulah putranya sendiri. Silva bisa melihat sorot ketakutan dari tatapan mata berwarna cokelat manis itu.

"Jangan takut, Sayang... saya Silva, Mamanya Armor," ujar Silva memperkenalkan diri. "Mama tidak akan menyakiti Kay."

Silva berjalan mendekati Chayyara, lalu memeluknya erat. "Maafkan Mama, Sayang… Maafkan Mama yang tidak bisa mendidik Armor… Maafkan Mama yang sudah membiarkan Armor menghancurkan hidupmu…"

Mata Chayyara mulai memanas, tanpa terasa air mata pun ikut mengalir deras di pipi Chayyara. Tangis Chayyara mulai pecah saat seseorang memeluknya dengan kehangatan sosok ibu. Chayyara menangis karena tiba-tiba Chayyara merindukan mamanya.

"Maaf, Sayang… Maafkan Mama… "

Ingatan dimana Chayyara bersama mamanya tiba-tiba hadir, Chayyara kecil yang tengah tertawa lebar bersama mamanya membuat Chayyara tidak bisa menghentikan tangisnya. Tak lama dari itu, kepala Chayyara tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa, bayangan gelap langsung menghampirinya, dan setelahnya Chayyara hanya bisa mendengar suara teriakan orang-orang di sekitar yang memanggil namanya.

***

"Kondisi Kay dan kandungannya sangat lemah, hal ini sering terjadi pada seorang perempuan yang mengandung di usianya yang masih terbilang muda," ujar seorang dokter yang kerap dipanggil dengan sebutan Septi itu.

"Jadi apa yang harus kita lakukan, Ti?" tanya Silva. Septi merupakan sahabat sekaligus dokter pribadi di keluarga suaminya.

"Kay akan baik-baik saja selama pola makannya terjaga. Kay harus sering memakan buah-buahan, minum susu ibu hamil dan jangan lupa untuk tidak membuat Kay stres, karena stres memudahkan wanita yang tengah mengandung lebih cepat mengalami keguguran."

Silva mengangguk, "Baiklah, terima kasih banyak, Ti."

"Sama-sama, Sil. Kalau begitu, aku permisi," ujar Septi.

Silva mengangguk, lalu memasuki kamar yang ditempati Chayyara. Sedangkan Feranda menarik Armor ke luar unit apartemennya karena masih banyak hal yang ingin Feranda katakan kepada Armor.

"Armor..." ujar Feranda memohon. Armor hanya menunjukan wajah dinginnya.

"Maaf, aku benar-benar minta maaf jika penolakanku selama ini membuatmu sakit hati, aku-"

"Cukup. Aku tidak ingin mendengarnya, aku ke dalam." Armor jelas tidak mengizinkan Feranda menjelaskan apa pun, pria itu justru kembali memasuki unit apartemen milik Feranda.

Silva keluar dari kamar Chayyara saat sudah memastikan keadaan Chayyara di dalam.

"Armor…”

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status