Share

Bab 4 kehidupan Arana

Arana pov

Hari ini aku akan kembali ke kota B. Di sana aku bekerja di sebuah perusahaan konfeksi sebagai desainer, bersama tiga temanku sebagai satu tim.

Awalnya aku magang di perusahaan itu tapi setelah masa magangku selesai perusahaan menawari untuk menjadi desainer free time sambil menyelesaikan skripsi ku. Setelah aku lulus kuliah, perusahaan menerimaku sebagai karyawan kontrak.

"Kamu benar-benar mau kembali?" tanya kak Raka ketika aku sedang bersiap-siap.

"Hem, aku sudah menyelesaikan semua masalahku disini, jadi aku akan kembali menjalani kehidupanku di kota B."

"Saga sudah menebus semua kesalahannya Na. Pikirkanlah kembali," bujuk Kak Raka.

Aku menghela nafas,"Tapi bayiku takkan kembali hidup Kak?"

"Lalu membenci Saga apa bisa menghidupkannya lagi?" Pertanyaan kak Raka membuatku terdiam. "Selama ini Saga sudah tidak lagi berhubungan dengan Wanita itu," sambungnya berusaha meyakinkanku.

"Kenapa kamu jadi membelanya Kak? kamu tahu sesakit apa aku waktu itu," protesku tidak terima.

"Ada yang tidak sepenuhnya benar Na, cobalah bicara dengan Saga baik-baik. Aku tidak akan memaksa jika memang kamu mau berpisah. Tapi cobalah untuk mendengar penjelasan Saga dan fahami posisi Saga saat itu."

Aku tak mengerti apa maksud kak Raka? Mas saga sudah mengkhianatiku. Haruskah aku memahaminya? Tapi baiklah, kali ini aku akan mengalah.

"Baiklah, nanti aku akan bicara dengannya. Sekarang aku harus kembali Kak, atau aku akan kehilangan pekerjaanku," ucapku memelas.

"Baiklah. Tapi aku antar kamu sampai kosan kamu."

"Gak usah Kak."

"Aku harus tahu dimana kamu tinggal selama ini?" kekeh kak Raka. "Apa kamu mau bersembunyi lagi dari kami?" tanyanya dengan memicingkan matanya.

Bukan hanya kak Raka bapak dan ibu juga memaksa agar kak Raka mengantarkan aku kembali ke kota B, mereka khawatir kalau aku tidak akan kembali lagi.

"Setidaknya kami tahu harus mencari kamu kemana jika tiba-tiba kamu tidak mau pulang." Kata bapak memaksa.

Setelah melalui perdebatan panjang. Akhirnya aku menyerah dan membiarkan kak Raka mengantarkan aku kembali sampai kos. Menjelang sore hari kami sampai di kota B dan langsung menuju ke kosan yang selama empat tahun ini menjadi tempatku melepas penat saat pulang kuliah dan bekerja.

Kamar kos sederhana yang memiliki kamar mandi dan dapur didalamnya, tidak terlalu besar tapi sangat nyaman untukku.

"Kak Raka kalau mau balik, balik aja! Aku gak papa jangan mengkhawatirkan aku."

Aku tahu kak Raka merasa khawatir, terlihat dari caranya memeriksa lingkungan tempat kosku. Melihat ke kanan kiri kamar dan menanyakan keamanan pada anak-anak kos lainnya.

"Aku sudah empat tahun tinggal di sini Kak dan aku baik-baik saja," ucapku meyakinkan nya.

"Hemm" kak Raka mengangguk. "Baiklah aku akan balik. Besok aku juga harus kerja," putusnya lalu berdiri dan memakai jaketnya.

"Saat libur kerja, telfon Kakak kita pulang bareng ke rumah!" pesan nya sebelum pergi.

Kak Raka juga kerja di luar kota. Dua minggu sekali dia akan pulang menjenguk bapak dan ibu sekalian memberi uang untuk orang tuanya itu. Bapak dan ibu hanya merawat kebun milik mereka sebagai mata pencaharian. Meski begitu dari hasil kebun bapak sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan setiapba hari-hari. Tapi sebagai anak Kak Raka selalu memberikan uang jatah untuk ibu dan bapak dua minggu sekali.

Karena sekarang aku sudah bekerja jadi mulai sekarang aku juga harus mulai menyisihkan sebagian penghasilanku untuk mereka sebagai balas budi karena selama ini mereka yang telah merawat dan membesarkan aku.

🌼🌼🌼

Hari ini aku sudah mulai bekerja kembali seperti sebelumnya. Ketika aku baru masuk ruang kerja, teman satu timku menanyakan bagaimana kabarku dan apakah semua masalahku sudah selesai? Aku menjawab dengan senyum dan anggukan. Sama sekali tak berniat untuk menjelaskan.

Kami bekerja dalam satu ruangan dengan meja sendiri-sendiri. Sekitar satu jam aku duduk di meja kerjaku, telfon di mejaku berdering. Bagian personalia memanggilku untuk menghadap. Aku seperti mendapat firasat kalau ini bukan hal yang baik.

Dengan langkah malas aku berjalan menuju ruangan personalia. Benar saja, aku mendapatkan teguran karena tidak kembali ke kantor setelah makan siang tanpa izin dua hari yang lalu. Dan bolos satu hari tanpa keterangan yang jelas. Aku sudah menjelaskan bahwa aku ada kepentingan keluarga tapi bagian personalia tetap memberi surat peringatan ke satu.

Personalia juga mengingatkan aku, jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. Surat peringatan hanya sampai tiga kali. Jika sudah tiga kali maka aku akan di keluarkan dengan kata lain di pecat.

Semua ini karena mas Saga. Baru sekali bertemu kembali dengannya sudah membawa masalah untukku. Aku tidak ingin ia terus menganggu hidup tenang ku di sini. Mungkin benar kata kak Raka, kami harus bicara baik-baik agar semua masalah kami selesai. Dan aku tidak perlu lagi berhubungan dengan nya.

Aku kembali kemejaku dengan setengah hati, mendudukan bok**gku dengan kesal. Membuat tiga temanku menoleh.

"Kenapa? Dapat surat peringatan?" tanya Mbak Tari salah satu senior di timku. Aku mengangguk sedih.

"Tidak apa-apa, masih juga peringatan satu. Tidak perlu terlalu dipikirkan yang penting jangan di ulagi lagi." tutur Mbak Tari.

Aku mengangguk lagi tanda mengerti.

"Sudah jangan sedih gitu! Nanti makan siang aku traktir. Ok?" bujuk mbak Tari.

Seperti yang di janjikan mbak Tari dia mentraktirku makan siang. Kami makan di restoran siap saji. Setelah membayar makanan. Aku dan mbak Tari membawa makanan kami untuk bergabung dengan dua orang teman satu tim kami yang sudah lebih dulu sampai.

Kami makan sambil ngobrol ngalur ngidul dan tertawa. Ini sedikit menghibur perasaanku yang agak kacau sejak pagi.

"Arana," terdengar suara yang sejak tiga hari yang lalu membuat tidurku tidak tenang.

Dengan perasaan was was aku menoleh. Aku berharap kalau bukan dia. Mendadak mood ku memburuk, aku menghela nafas lelah.

"Mas Saga??" kataku dengan nada kesal. "Mau apa lagi sih Mas?" tanyaku setelah menariknya keluar dari kafe.

"Aku ingin melihat istriku," jawabnya santai.

"Aku menolak untuk kembali bersama Mas. Aku ingatkan jika Mas lupa!" Aku menatapnya kesal.

"Aku sudah bilang, aku tidak akan pernah menceraikan mu!" ucap Mas Saga tegas.

Tidak tahu malu, maki ku dalam hati. Ingin sekali aku memukul muka datarnya itu yang seperti orang tak punya salah. Apa kepalanya pernah terbentur sehingga dia amnesia dengan dosa-dosanya di masa lalu.

"Kita lihat saja. Apa pengadilan akan membatalkan perceraian kita kalau aku menyertakan foto kalian di atas ranjang sebagai bukti." tantang ku.

"Lakukan jika kau ingin keluargamu jatuh miskin," ancamnya dengan ekspresi datar.

🌼🌼🌼

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status