Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
"Iya. Ini aku sudah jalan menuju kafe," ucap Arana dengan benda pipih menempel di sisi kiri kepalanya. Siang ini, Arana akan makan siang bersama teman sekantornya. Dia meminta temannya untuk berangkat lebih dulu. Nanti, dia akan menyusul setelah selesai membereskan pekerjaannya terlebih dahulu.Arana berjalan memasuki sebuah kafe tempat dimana temannya menunggu untuk makan siang. ia mengendarkan pandangannya ke seluruh area kafe. "Arana, di sini!" panggil Sari salah satu teman Arana yang langsung di jawab anggukkan oleh Arana. "Keysa Arana, kan?" tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di depan Arana. "Arya, kan?" sapa Arana, "Ah, maaf. Kak Arya maksudnya." Arana meralat sapaannya karena merasa tak enak memanggil nama seniornya saat dulu di sekolah tanpa embel-embel "Kak"."Apa kabar?" Arya mengulurkan tangannya. "Baik Kak. Kak Arya juga apa kabar?" Arana menerima jabatan tangan Arya. "Lepaskan tangan istri saya!" Tiba-tiba seorang pria menarik paksa tangan Arana, ya
"Bukannya kak Raka sudah mengurus perceraianku?" elak Arana bingung. [Aku sudah mengurusnya, tapi Saga menolak. Semua alasanmu ditolak oleh pengadilan karena Saga tidak terbukti berselingkuh. Kamu juga tidak pernah datang ke pengadilan jadi perceraian kalian dibatalkan,] tutur Raka menjelaskan. [Seharusnya, perceraian bisa tetap terjadi selama aku tidak mencabut gugatan ku,] ujar Arana bersikeras. Dia merasa tidak pernah mencabut gugatannya. Harusnya, perceraian itu tetap terjadi sekalipun kehadirannya di wakili oleh pengacara. [Aku yang mencabutnya. Kamu lupa? Kamu sendiri yang memberi kuasa kepadaku,] kata Raka. Ada keheningan di sana sebelum Raka kembali berkata, [Pulanglah! Selesaikan masalah kalian!]Arana terdiam. Bagaimana bisa kakak sepupu yang sangat ia percaya itu tega membohonginya?Bukankah Raka tahu betapa Arana menderita selama ini? Kenapa sekarang Raka seperti memihak Saga? Pikir Arana. [Arana, kamu dengar aku?] Terdengar Raka menghela napas,[Pulanglah! Semua orang m
Suara ibu memanggilku dari luar kamar. Dengan malas, aku membuka mataku lalu beranjak duduk. Hampir semalaman aku tidak bisa tidur. Baru setelah sholat shubuh aku bisa tertidur. Aku memilih tidur di kamar kak Raka setelah keluar dari kamarku semalam."Ya Bu.""Bangun Na, sudah siang," kata ibu sebelum terdengar langkah kakinya menjauh. Aku turun ke bawah setelah membersihkan diri. "Sarapan dulu, Na," Ibu menarik tanganku untuk duduk di meja makan. Aku hanya mengambil sebungkus roti rasa coklat yang dulu biasa aku makan untuk sarapan saat masih sekolah."Kamu tidak kangen masakan Ibu, Na?" tanya ibu dengan wajah sedikit kecewa. "Kangen, Bu. Nanti, aku makan nasi. Sekarang, lagi pengen makan roti," jawabku lalu mengigit roti coklat yang kupegang. Baru gigitan kedua kak Raka mendekatiku lalu berkata, "Arana, kalau sudah selesai sarapan, keluarlah! Orang tua Saga sudah menunggu di ruang tamu," Aku pun mengangguk sebagai jawaban. Segera kuletakkan roti coklat yang masih tersisa setenga
Arana povHari ini aku akan kembali ke kota B. Di sana aku bekerja di sebuah perusahaan konfeksi sebagai desainer, bersama tiga temanku sebagai satu tim. Awalnya aku magang di perusahaan itu tapi setelah masa magangku selesai perusahaan menawari untuk menjadi desainer free time sambil menyelesaikan skripsi ku. Setelah aku lulus kuliah, perusahaan menerimaku sebagai karyawan kontrak. "Kamu benar-benar mau kembali?" tanya kak Raka ketika aku sedang bersiap-siap. "Hem, aku sudah menyelesaikan semua masalahku disini, jadi aku akan kembali menjalani kehidupanku di kota B." "Saga sudah menebus semua kesalahannya Na. Pikirkanlah kembali," bujuk Kak Raka. Aku menghela nafas,"Tapi bayiku takkan kembali hidup Kak?""Lalu membenci Saga apa bisa menghidupkannya lagi?" Pertanyaan kak Raka membuatku terdiam. "Selama ini Saga sudah tidak lagi berhubungan dengan Wanita itu," sambungnya berusaha meyakinkanku. "Kenapa kamu jadi membelanya Kak? kamu tahu sesakit apa aku waktu itu," protesku tidak t
"Lakukan jika kau ingin keluargamu jatuh miskin," ancam Saga yang membuat Arana kesal. "Maksudnya?" Arana memicingkan matanya curiga. Saga tak menjawab, rahangnya mengeras dengan tatapan tajam ke arah Arana lalu melangkah pergi tanpa menjawab pertanyaan istrinya itu. Arana memandang Kepergian Saga dengan pikiran yang campur aduk. Muncul rasa khawatir di hatinya, takut nasib keluarganya akan benar-benar akan jatuh miskin. Walaupun ayahnya lebih mengutamakan kakaknya daripada dirinya. Meski begitu ayahnya itu sudah membiayai hidup Arana sejak kecil sampai ia dewasa. Tidak mungkin ia tega menjadi penyebab kehancuran bisnis yang sudah dirintis ayahnya dengan susah payah. "Arana, ayo balik ke kantor?" Tari menepuk pundak Arana pelan, menyadarkan Arana dari lamunannya. "Ah iya Mbak." "Dia suami kamu?" tanya Sarah teman satu bagian Arana. Arana menatap Sarah heran, dari mana dia tahu. pikir Arana. "Kita dengar saat kalian bertemu tiga hari yang lalu. Dia bilang kalau kamu istrinya lalu
Arana povAku pulang menggunakan kereta api agar bisa menghemat uang. Aku membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus perceraian ku nanti, apalagi aku memilih menyewa pengacara untuk memudahkan prosesnya. Kereta yang aku tumpangi berangkat jam 05.45 pagi. Membutuhkan waktu 5 jam untuk sampai di kota kelahiran ku. Sekitar pukul sebelas siang aku sampai, tanpa pulang ke rumah dulu aku langsung menuju ke kafe flower's tempat aku janji temu dengan pengacara yang akan mengurus perceraian ku dan Mas Saga. Tadi malam setelah menghubungi pengacara, aku memberitahu keputusanku kepada kak Raka. Awalnya dia menyuruhku untuk memikirkannya kembali. Dia masih tetap saja memintaku untuk bicara baik-baik dulu dengan Mas Saga. Aku menjelaskan bahwa Mas Saga sudah tidak lagi menemui ku selama dua minggu ini. Bukankah harusnya dia berusaha meyakinkan aku jika dia berniat untuk kembali bersamaku lagi. namun, kakak sepupuku itu tetap kekeh menyuruhku untuk menunda pengajuan gugatan sampai aku da
Arana pov Esoknya. Pagi ini aku bersama Rania pergi menuju ke sebuah kafe di pusat kota. Sesampainya di kafe Kami langsung memesan makanan dan minum sambil menunggu dua orang teman kami. "Hallo guys,," sapa Reza teman sekaligus sepupuku. "Sudah lama nunggu nya?" sahut Ryan sambil menarik kursi di sebalahku. "Lumayan. Pesen makan dulu," kataku lalu memanggil pegawai kafe. "Kapan pulang?" tanya Reza setelah selesai memesan makanan. "Kemarin siang" jawabku di sela-sela mengunyah makananku. Reza mengangguk lalu menanyakan respon orang rumah saat pertama kali aku kembali beberapa minggu yang lalu. Aku menceritakan semuanya juga dengan rencana ku yang mengajukan gugatan cerai ke mas Saga. Aku tidak pernah menyembunyikan apapun dari ketiga sahabatku ini. Sebaliknya mereka juga selalu menceritakan masalah mereka meskipun hanya lewat telfon. Mereka bertiga adalah orang yang membantuku pergi dan bersembunyi selama empat tahun ini. Rania yang membantu mengambil ijazah di rumah bapak untu