Malam semakin larut, rintik hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Angin berembus masuk melalui celah tirai.Pasutri itu tampak asyik dengan dunianya, hawa dingin yang mencekam pun seolah sirna oleh hangatnya sentuhan raga yang tengah memadu kasih malam itu. Sayup-sayup, terdengar rintihan lembut di tengah guncangan hebat yang semakin membabi buta."Apa kamu sudah keluar?" Entah apa itu. Suara Leona bergetar di tengah pertempuran di medan perang nan hebatnya.Wanita yang tengah hamil memasuki bulan ke empat itu masih memejamkan mata, menikmati setiap permainan indah yang Nathan ciptakan dalam naluri."Belum.""Ke-napa?" Nafas Leona tersengal menahan sesuatu yang ingin menyembur di liang hangat miliknya."Aku masih ingin bermain lebih lama lagi, sayang?" Kecupan singkat mendarat dengan sempurna di bibir legit Leona yang menggoda."Aish, kok bisa? Ini udah hampir satu jam, mas?" Dusta. Tapi itu faktanya. Pasangan suami istri itu telah melewatkan waktu yang tak sebentar hanya untuk
Leona terkejut. Wanita hamil itu pun langsung berbalik ke belakang untuk membangunkan sang suami."Eh, belum dijawab ibu le tanya kok udah ditinggal pergi." Bu Leni garuk-garuk kaki, bukan. Maksudnya kepala.Sementara di dalam, Leona sedang susah payah membangunkan Nathan yang terlihat masih mimpi di pulau kapuk hingga nampak pulau baru yang tergambar di bantal.'Ganteng-ganteng kok ngiler sih kamu, mas.' Gumamnya sambil mengguncang tubuh atletis pria itu yang masih polos tanpa sehelai benang.Keterlaluan sih, bisa-bisanya mereka bermain tanpa jeda hingga adzan subuh. Ente kadang-kadang ente."Mas!" Nathan tak bergeming. Pemilik pabrik kosmetik itu tetap mendengkur dengan posisi tengkurap dengan bibir yang mengaga sedikit."Nduk?" Leona menoleh menuju sumber suara lantas menepuk jidat. "Ya Allah, ibu masih nunggu di luar." Buru-buru dia keluar untuk menemui Bu Leni. "Kenapa, bu? Ngapain ibu masih di sini?" Khawatir Leona kalau sampai ibu tak sengaja melihat suaminya belum memakai b
Brakk!Suara gebrakan meja itu membuat Leona berjengit saking kagetnya usai memberikan sebuah tespek yang menunjukkan dua garis merah pada sang suami."Apa kau sudah gila?" tanya Nathan. Pria tampan yang baru Leona nikahi tepat sebulan yang lalu karena terpaksa harus menuruti keinginan almarhum Diana - ibu kandung Nathan yang menderita sakit parah selama setahun terakhir.Beliau menuliskan surat wasiat kepada putra semata wayangnya bahwa Nathan harus menikahi Leona, karyawannya sendiri yang sudah bekerja selama hampir lima tahun di perusahaan Diana Beauty. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dengan menciptakan serangkaian produk kecantikan bagi kaum hawa.Menurutnya, hanya Leona yang bisa mendampingi Nathan karena sifatnya yang galak dan grasa grusu. Si cantik Leona langsung mendongak menatap manik mata milik sang suami sekaligus merupakan bosnya sendiri di kantor."Jadi kau tidak mau menerima anak ini?" Seru Leona sambil memegangi perutnya yang masih rata. Sementara
"Bapak gila!" teriak Leona sambil mendorong tubuh pria itu menjauh darinya.Sementara si tampan Nathan hanya cekikikan melihat raut wajah ketakutan istrinya yang terlihat menggemaskan. "Kalau bapak lapar ya makanlah! Bukannya malah menyuruh saya minum," sungut Leona dengan raut wajah kesal. Apa dia pikir dirinya adalah makanan lezat siap santap?'Menyebalkan, huh!'Nathan tersenyum tipis. Hal itu tentu membuat Leona bingung. Tidak seperti biasanya Nathan bersikap demikian. Mata Leona mengedar, mencari keberadaan Pak Dirga yang bahkan sudah setengah jam yang lalu tak kembali.Beberapa listrik juga sudah padam. Menyisakan satu lampu di ruangan yang sedang mereka tempati untuk makan malam bersama Nathan. Anehnya, tidak ada seorang pelayan datang mengingatkan kalau memang restorant ini mau tutup.Leona berdecak kesal. Ingin sekali dia segera pergi dari tempat ini. Tetapi tidak mungkin, atau Nathan akan memarahinya "Kau kenapa?" tanya Nathan. Nadanya terdengar serius. Namun masih menampa
"Hentikan, Pak!" Seru Leona ketika tangan kekar Nathan mulai menarik resleting baju yang sedang ia kenakan. "Apa bapak sudah gila?"'Kau yang sudah membuatku tergila-gila, Leona,' batin pria itu. Dia bahkan sudah hampir mati karena harus menahan hasrat yang kian memburu. Apa dia pikir selama ini tidur bersama adalah hal yang mudah Nathan lalui? Pria itu bahkan harus mati-matian menahan gejolak rasa yang teramat sulit hanya karena dia tidak ingin menyentuh istrinya sendiri.Kesepakatan sudah dibuat, mereka menikah karena status dan tidak akan pernah membiarkan orang lain tau hal ini. Tetapi kecantikan Leona sungguh membuatnya lupa hingga Nathan hampir gila dibuatnya."Kau tidak lupa dengan kesepakatan yang kita buat sebelumnya 'kan, pak?" tanya Leona saat sukses menggenggam tangan Nathan, menahannya agar tidak melanjutkan aksi yang hendak dilakukan.Deru nafas Nathan kian memburu. Peluh sudah mengalir di pelipisnya. Kancing yang sudah terlepas tanpa sisa, memperlihatkan dada bidang N
Sinar matahari yang keemasan, menyeruak masuk melalui celah tirai. Bersamaan dengan bunyi alarm yang cukup nyaring, membuat Leona terusik dalam lelapnya.Wanita itu membuka mata, mengerjapkannya perlahan. Setelahnya menoleh ke samping, di mana dia dapati Nathan masih meringkuk membelakangi tubuhnya dalam balutan selimut tebal berwarna putih.Masalah semalam belum mereda. Leona menghela napas panjang. Perlahan-lahan, dia bangkit dari kasur dan berjalan ke kamar mandi untuk membasuh muka.Setelah keluar, diliriknya jam yang bertengger di dinding menunjukkan pukul enam pagi. Dia harus bersiap ke kantor sekarang. Tidak peduli seberapa besar masalah yang menghadang. Dia akan menghadapinya.Meski raga rasanya ingin menyerah, namun hari ini. Ada calon malaikat kecil yang tumbuh dalam rahimnya harus ia rawat dan ia jaga dengan sebaik mungkin.Meski dia datang bukan sebagai pengharapan, tapi dia suci dan tidak memiliki dosa. Saat ini ..., bukan karena cinta Leona akan berusaha mati-matian memp
Mobil Nathan sudah berhenti tepat di halaman kantor. Bebarengan dengan degup dada yang bertabuh kencang, Leona refleks menundukkan badannya."Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Nathan dengan santainya. Membuat Leona ingin sekali menoyor itu kepala Nathan. Tidakkah dia berpikir kalau semua ini gara-gara dia."Pup." Jawab Leona asal."Kau gila? Kalau mau pup di toilet bukan di sini. Apa kau mau tanggung jawab kalau sampai mobilku kotor karena ulahmu yang konyol itu?"Leona memutar jengah kedua bola matanya. Bisa-bisanya dia sepolos itu mempercayai kata-katanya, astaga! Dosa apa aku di masa lalu bisa sampai menikah dengan pria menyebalkan bin keterlaluan macam Nathan ini.Otaknya memang pintar, tapi sifatnya sungguh membuat Leona mungkin akan mati cepat. Wanita itu menghela napas panjang sebelum akhirnya menjelaskan pada Nathan."Aku sedang bersembunyi jika kau tau. Memangnya kau ingin orang kantor curiga kalau sebenarnya kita sudah menikah?" Nathan tertawa cekikikan."Kenapa kau terta
"Apa kalian tidak punya pekerjaan lain selain mengobrol saat jam kerja?" tanya Nathan dengan kedua alis yang menukik tajam. Satu tangannya di masukkan ke dalam saku celana dengan atensinya yang menatap pada sosok Leona, Dea dan juga Joshua secara bergantian.Tak mau ambil pusing, Joshua yang berada di sana pun lantas pergi usai berpamitan pada Leona."Saya duluan. Le, jangan lupa nanti siang, ya?" Pria itu tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. Membuat Nathan yang melihat hal itu mendecih tak suka."Ma-maaf, pak. Tadi kami—.""Tidak ada yang menyuruhmu bicara," sergah Nathan mendengar kalimat yang hendak diucapkan Dea. "Dan kau—," menunjuk ke arah Leona, "ikut ke ruangan saya sekarang!" Titahnya.Pria itu langsung berbalik meninggalkan dua karyawannya yang masih berdiri mematung di tempat."Menyebalkan, huh!""Sabar!" Dea menghela napas sembari mengelus punggung sahabatnya lembut. "Kau berhutang cerita denganku.""Hm.""Pergilah! Atau masalahmu akan semakin berat. Kau tau 'kan