Share

Belenggu Cinta
Belenggu Cinta
Author: Amsol

Bab 1 Jadilah Milikku

“Aku bisa melunasi semua utangmu, tapi sebagai gantinya jadilah milikku.”

Lelaki bernama Angga Alvian itu, mantan kekasih yang pernah Selina campakkan, tampaknya tahu kapan waktu yang tepat untuk balas dendam.

Ya, sekarang!

Setelah Selina jatuh miskin dan terlilit utang.

Padahal, rasanya baru kemarin hidup Selina begitu cemerlang dan penuh kebahagiaan. Namun kini, dalam sekejap semuanya hilang. Ibunya selingkuh dan pergi entah ke mana, perusahaan milik keluarganya bangkrut, asetnya habis terjual untuk membayar utang judi yang ditinggalkan ayahnya sebelum meninggal. Itupun belum cukup, Selina masih harus mencari pinjaman ke mana-mana, bahkan rela melakukan pekerjaan paruh waktu hanya untuk menyambung hidup.

Bagi Selina yang biasa hidup bergelimang harta, tiba-tiba jatuh miskin terasa sangat menyiksa. Belum lagi setiap hari gerak-geriknya diawasi rentenir, sungguh menambah keresahan dan kecemasan. Takut kalau suatu hari nanti dirinya dijual karena tidak bisa melunasi utang. Hingga akhirnya, ketakutan itu membawa Selina nekat mendatangi Angga untuk meminta bantuan, tapi tak disangka lelaki itu malah memberinya tawaran tidak masuk akal.

“Harus berapa kali kubilang kalau aku nggak mau?!” Selina kesal. Sejak mereka putus, ini sudah ketiga kalinya Angga minta balikan. “Tolong berhenti ngajak aku balikan, aku udah punya pacar.”

“Aku nggak bilang aku mau balikan,” jawab Angga.

“Lah? Terus?” Selina tidak mengerti.

“Aku cuma mau kamu ada di sisiku,” kata Angga.

“Hanya itu?”

“Ya.”

Sungguh tawaran yang menarik. Kalau hanya dengan berada di sisi Angga semua utangnya bisa lunas, maka tidak ada alasan bagi Selina untuk menolak. Apalagi utangnya tidak sedikit, setengahnya saja sudah lebih dari cukup untuk membeli dua mobil mewah. Ketimbang mencicil dengan upah tak seberapa dari pekerjaan paruh waktunya, lebih baik Selina menerima tawaran Angga.

“Lalu, apa yang harus kulakukan saat berada di sisimu?” tanya Selina lebih lanjut.

“Everything I want, dan kamu nggak boleh nolak.”

“Apa?! Itu bahkan lebih parah dari balikan! Gimana kalau apa yang kamu inginkan nanti melampaui batas, seperti … kamu tiba-tiba ingin tidur denganku, misalnya?”

Angga menyeringai mendengar pertanyaan Selina. “Itu memang salah satu yang kuinginkan, tapi aku nggak akan memintanya dalam waktu dekat ini. Jadi, masih ada waktu kalau kamu mau kasih tahu pacarmu. Bilang padanya kalau kamu akan melakukan ‘itu’ denganku.”

“Dasar brengsek!” Jawaban Angga benar-benar minta ditampar. Selina langsung bangkit dari kursi ruang tamu lelaki itu dengan api kemarahan yang berkobar-kobar di dadanya. “Omong kosong macam apa ini? Kalau kamu mau balas dendam karena aku pernah mencampakkanmu, bukan begini caranya!” Selina menduga penyebab Angga menghinanya seperti ini adalah sakit hati di masa lalu.

Dua belas tahun silam, saat keduanya masih duduk di bangku SMA Selina pernah mencampakkan Angga. Kala itu, Selina yang tidak tahan melihat Angga dirundung oleh salah satu geng kakak kelas lantas menolongnya. Dia dengan berani melawan gerombolan kakak kelas itu, bahkan mengutuk mereka dengan kata-kata kasar. Sejak saat itu dirinya dan Angga berteman. Angga selalu mengikuti Selina ke mana pun dia pergi. Selina tidak keberatan karena bila bersamanya Angga akan aman, tak ada lagi yang berani merundungnya. Tapi lambat laun, Angga mulai menunjukkan ketertarikan yang membuat Selina merasa risi.

Saat akhirnya lelaki itu menyatakan cinta, Selina yang tidak enak hati untuk menolak terpaksa menerimanya. Tak dapat dipungkiri, selama satu tahun pacaran Angga memang begitu menyayanginya. Lelaki yang gosipnya adalah anak tunggal kaya raya itu sangat memanjakan Selina dan selalu memperlakukannya seperti ratu. Namun sekuat apa pun berusaha, sebuah hubungan tetap sulit jika bukan wanita dulu yang jatuh cinta. Setiap kali Selina ingin mengakhiri hubungan mereka, Angga selalu menahannya. Jadi, mau tak mau Selina dengan terang-terangan selingkuh supaya Angga menyerah.

“Aku bukan wanita gampangan! Sebanyak apa pun uangmu dan sehebat apa pun kamu, kamu nggak akan bisa menginjak-injak harga diriku!” lanjut Selina, dia benar-benar marah.

Namun Angga menanggapinya dengan tenang. Seraya mengambil secangkir teh yang ada di hadapannya, lelaki itu berkata, “Untuk ukuran orang yang lagi cari pinjaman, kamu terlalu pemarah, Selina. Padahal nggak ada, loh, yang menganggap kamu gampangan, aku hanya mencoba memberi tawaran terbaik.”

“Oh, makasih! Tapi kalaupun harus mati, aku nggak akan pernah menjual tubuhku demi uang!”

Selina muak mendengar orang-orang yang menyarankannya untuk menikah saja dengan pria kaya, atau paling tidak menjadi simpanan konglomerat supaya bisa membayar utang. Selina tahu dia sangat tidak berbakat dalam banyak hal. Upah tak seberapa dari pekerjaan paruh waktunya juga tidak bisa membebaskannya dari lilitan utang. Tapi bagaimana bisa orang-orang itu, termasuk Angga, menyarankan untuk menggadaikan harga dirinya demi uang? Apa mereka pikir Selina serendah itu?!

“Tenanglah.” Angga berkata dengan lembut. “Kamu boleh mempertimbangkannya lagi dan kembali setelah punya jawaban.”

“Cih! Nggak ada yang perlu dipertimbangkan.”

Selina langsung pergi usai mengatakan itu. Namun amarahnya belum selesai, di dekat pintu dia dengan sengaja menjatuhkan sebuah guci berukuran besar untuk menunjukkan kepada Angga bahwa jatuh miskin tidak membuatnya menjadi lemah.

Bunyi pecahan guci itu seketika menggema di ruang tamu Angga yang luas. Pembantu yang tak sengaja melihat kejadian tersebut dari ruang keluarga ketar-ketir karena harga guci itu tidak murah. Siapa pun yang merusaknya pasti akan diberi pelajaran oleh si empunya rumah. Tapi di sisi lain, Angga justru tampak tenang. Sambil menyeruput tehnya yang mulai dingin, dia berjalan menuju ruang kerja dan memanggil orang kepercayaannya untuk diam-diam mengikuti Selina.

“Laporkan semuanya, termasuk hal terkecil yang dia lakukan,” perintah Angga.

“Baik, Bos.”

“Selain kamu, mungkin ada lintah darat yang juga mengikutinya diam-diam. Jadi, pastikan dia selalu dalam keadaan aman.”

“Baik, Bos,” jawabnya patuh. “Kalau boleh tahu, apakah wanita itu orang yang Anda sukai?”

“Mana mungkin, dia itu pengkhianat.”

“Pengkhianat?!” Lelaki yang usianya dua tahun lebih muda dari Angga itu terkejut. Pengkhianat adalah penjahat keji dan hukuman yang pantas untuknya hanyalah mati. Dengan menggebu-gebu, dia lantas berkata, “Lalu kenapa Anda minta saya menjaganya? Saya bisa langsung membunuhnya kalau Anda mengizinkan.”

“Jangan.”

Bagi Angga, pemimpin dari ratusan begal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, membunuh orang bukanlah perkara sulit. Hanya dengan sekali anggukan kepala, nyawa manusia bisa melayang di tangannya, tapi bukan itu yang Angga inginkan untuk membalas Selina. Daripada mata dibalas nyawa, dia lebih suka mata dibalas mata. Jadi, wanita yang pernah menghancurkan hatinya juga harus merasakan kehancuran yang sama.

“Dia harus tetap hidup karena aku nggak mau tidur dengan orang mati,” ujar Angga menyeringai.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
eksa viera
wow.. Angga dan Selina, cinta lama belum kelar nih Angga kayaknya, benci dan cinta itu beda tipis lho Angga jadi jan benci² amat ma Selina ya.. main cantik aja udh wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Nada Fajria Salsabila
hadir solllll
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status