Share

Bab 5 Selera Suami

“I-itu … Angga,” jawab Selina merasa bersalah.

[“Kalian berduaan di kamar? Di jam segini?”]

Selina meraup wajahnya dengan panik. “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, kok. Dia cuma minta tolong dan langsung pergi, udah.”

[“Oh ….”]

Sungguh di luar dugaan, hanya kata itu yang keluar dari mulut Erlan. Padahal, kalau Selina yang ada di posisi lelaki itu dia akan langsung murka.

“Kamu nggak marah?” tanya Selina hati-hati.

[“Nggak, aku percaya sama kamu,”] ujar Erlan, kemudian meminta Selina tidur sebelum akhirnya menutup panggilan.

Meski bibirnya berkata tidak, di dalam hati sebetulnya Erlan benar-benar kesal. Dia cemburu. Wajahnya mengetat setiap kali membayangkan Selina berduaan dengan lelaki lain di dalam kamar, apalagi lelaki itu adalah Angga, mantan Selina.

“Aarrgghh!” Sekuat tenaga Erlan mengarahkan tinjunya ke cermin yang menggantung di dinding kamar hingga buku-buku jarinya terluka. Namun hal itu tidak membuat amarahnya meredam. Erlan butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya dari Selina dan Angga.

Akhirnya, tanpa peduli dini hari telah tiba, dia mengambil jaket biru tuanya dan keluar rumah untuk berlari. Langkahnya begitu cepat, seolah ingin lari dari kenyataan walau hanya sebentar.

“Aarrgghh!”

Setelah tiga puluh menit berlari lagi-lagi Erlan berteriak karena bayangan Selina dan Angga tak kunjung lenyap dari pikirannya. Napasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran di tengah dinginnya malam. Kini, dia berhenti di jalanan sepi di mana tak ada satu pun kendaraan yang melintas.

Hingga tiba-tiba …

DIN!

DIN!

Sebuah mobil dengan lampu yang amat terang tiba-tiba mengklaksonnya dari belakang. Mobil itu berwarna hitam. Meskipun Erlan tidak punya mobil, sedikit banyak dia tahu merek-merek mobil dengan harga miliaran, dan mobil di hadapannya ini salah satunya. Di bagian kap mesin mobil tersebut, berdiri bendera ungu berukuran kecil yang di bagian tengahnya tersulam motif celurit berwarna emas.

Cerita tentang bendera ungu sudah berulang kali Erlan dengar dari masyarakat. Katanya, bendera itu adalah tanda pengenal bagi komplotan begal bersenjata tajam yang tidak segan menggorok korbannya bila melawan. Tapi sekarang Erlan tidak membawa barang berharga apa pun, lantas kenapa mobil itu menghampirinya?

“Apa benar Anda yang bernama Erlan?” Seorang lelaki berpakaian serbahitam keluar dari mobil itu dan bertanya.

“Ya, saya Erlan.”

Lelaki itu berjalan mendekat, kemudian mengulurkan sebuah amplop berwarna ungu yang motifnya sama persis dengan berdera di mobil tersebut. “Bos saya mengundang Anda untuk berkunjung,” ujar lelaki itu.

“Bos?”

***

Hari sudah menjelang petang saat Angga tiba-tiba mendatangi dapur dan meminta Selina bersiap untuk pergi. Meskipun kesal karena mendadak diajak pergi saat sedang sibuk-sibuknya menyiapkan makan malam, Selina tetap tidak bisa menolak.

Angga tidak memberi tahu mereka akan pergi ke mana. Mobil lelaki itu dengan lincah membelah jalanan yang cukup ramai oleh pengendara motor hingga sampailah mereka di sebuah toko baju wanita.

“Apa yang mau kamu beli di tempat seperti ini?” Selina bertanya sembari mengerutkan dahi. Dia baru turun dari mobil dan langsung menghampiri Angga.

Angga menoleh ke arahnya. “Baju.”

“Buat siapa?” tanya Selina lagi.

“Kamu.”

“Hah?” Selina menaikkan sebelah alisnya.

Semasa pacaran dulu Angga memang kerap kali membelikannya ini-itu, tapi sekarang situasinya berbeda, mereka bukan lagi sepasang kekasih. Malah, dia cuma pembantu, jadi untuk apa Angga melakukan ini? Tapi belum sempat pertanyaan itu terlontar dari mulut Selina, Angga sudah lebih dulu menariknya masuk ke toko tersebut.

Dua orang pelayan toko yang tampaknya sudah tak asing lagi dengan Angga langsung menyambut mereka dengan ramah. Salah satu pelayan toko itu mempersilakan Angga duduk di sofa merah muda untuk menunggu, sedang satunya lagi membawa Selina ke ruang ganti untuk mencoba sebuah gaun yang entah sejak kapan sudah disiapkan.

“Wah, Anda cantik sekali,” puji pelayan toko tersebut.

Selina memandangi dirinya di cermin. Gaun hitam yang dipaikainya ini memang cantik. Meski panjangnya di atas lutut dan seolah memberikan kesan berani, namun tidak terlalu seksi karena memiliki lengan panjang dan bagian dadanya tertutup.

“Apa Anda suka?”

“Ya,” jawab Selina.

Pelayan toko itu tersenyum puas, kemudian melipat pakaian Selina dan memasukkannya ke dalam paper bag indicolite. “Selera suami Anda memang bagus.”

“S-suami?!” Selina nyaris melotot, tapi dia segera menyembunyikan keterkejutan itu dengan kembali bertanya. “Apa dia sendiri yang memilih gaun ini?”

Pelayan toko itu membenarkan. “Tadinya Pak Angga meminta kami menyiapkan satu gaun yang paling cocok dengan setelan jas beliau, tapi setelah nggak sengaja melihat gaun ini, beliau langsung membayarnya dan membawa Anda datang ke sini.”

“Ah ….” Selina mengangguk.

Dia merasa ada yang tidak beres dengan Angga.

Di perjalanan pulang, Selina menghela napas sembari memutar bola matanya dengan malas karena gaun yang kini dipakaianya benar-benar serasi dengan setelan jas hitam milik Angga. “Sebenarnya,” tanya Selina pada akhirnya, “untuk apa kamu memberiku baju ini?”

Angga melirik Selina sekilas sambil tersenyum, lalu kembali fokus ke jalan. “Aku hanya ingin kita berpakaian senada saat makan malam nanti.”

Selina mengerutkan dahi. “Kenapa tiba-tiba …?”

Angga mengedikkan bahu. “Ingin saja.”

“Dasar aneh!”

“Sebenarnya,” Angga kembali bicara, namun kini tanpa melirik sama sekali ke arah Selina, “aku ingin kita terlihat seperti pasangan. Biar orang-orang juga tahu kalau kamu milikku.”

Selina nyaris menganga karena pernyataan Angga cukup mengejutkan. Pasangan katanya? “Apa kamu lupa kalau sejak dua belas tahun yang lalu kita udah putus? Apa harus selalu diingatkan begini?”

Selina sudah memasang wajah kesal saat mengatakan itu, tapi Angga malah tersenyum jail sambil berkata, “Maksudku pasangan majikan dan pembantu.”

“Apa?”

Sial!

Selina malu.

Dia buru-buru memalingkan wajahnya menatap ke luar jendela. Bisa-bisanya dia tidak terpikir bahwa majikan dan pembantu juga bisa disebut pasangan.

“Kenapa memberiku baju sebagus ini kalau kita hanya pasangan majikan dan pembantu?” gerutu Selina lirih, namun tampaknya Angga dengar karena lelaki itu langsung menyahut.

“Apa kamu berharap lebih?”

“NGGAK, TUH!” balas Selina spontan.

Dia menoleh ke arah Angga, tapi berhubung senyum jail lelaki itu membuat kedua pipinya makin merona karena malu, Selina kembali buang muka.

Setelahnya, tak ada obrolan lagi di antara mereka sampai akhirnya Angga menghentikan mobil di depan teras rumah. Tepat di depan mobil Angga, terparkir mobil Dion yang baru kembali entah dari mana. Sembari melepas sabuk pengaman, Selina sekilas melihat Dion turun dari mobil lalu membukakan pintu belakang untuk seseorang. Selina tidak tahu itu siapa, tidak penasaran juga karena masalah lelaki di rumah ini tak ada urusannya dengannya.

“Kamu kenal siapa dia?” Angga, dengan dagunya, menunjuk ke arah mobil Dion.

Selina yang baru akan membuka pintu mobil mau tak mau kembali menoleh ke depan, dan betapa terkejutnya dia saat mendapati lelaki yang benar-benar dia kenal keluar dari mobil Dion. “Erlan?!”

Angga tersenyum puas.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
eksa viera
wah wah.. Angga sengaja nih beliin Selina gaun couple ma dia, biar Erlan cemburu. seolah² Angga dan Selina habis dinner romantis
goodnovel comment avatar
Henny Wahyuni
duh mau ngapain ya Angga nyuruh erlan dtg...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status