Share

[10] - Senjata Makan Tuan?

HAPPY READING

*****

Terasa ada yang kurang pagi ini. Ilham yang tidur lagi selepas shalat subuh tadi, menjadi heran tidak mendapati Adel di kamar. Ilham menjadi bingung dan cemas dibuatnya. Jujur, meskipun dia sedikit kesal kepada adiknya itu, tetapi jikalau dia tidak mengetahui Adel ke mana, dia juga merasa khawatir akan terjadi apa-apa kepada adiknya itu.

Ilham mondar-mandir di dalam ruangan, membuat Ridwan yang baru saja bangun dari alam mimpinya menautkan alis, karena bingung. Ada apa geranga, mengapa Ilham mondar-mandir seperti itu? Jikalau memang dia ingin jogging atau berjalan santai sambil olahraga, kenapa tidak keluar saja?

“I-Ilham, kenapa mondar-mandir di situ, Nak? Adikmu mana?” tanya Ridwan terbata-bata.

Ilham menghentikan aksinya, dan mendekati brangkar Ridwan. Dia berusaha menghilangkan rasa cemasnya, agar Ridwan tidak ikut cemas, tetapi dia tidak bisa. Sekuat tenaga dia melakukannya, tetapi raut wajahnya tidak pandai meredam itu semua.

“Papa, sudah bangun. Ini makanan yang dititipkan suster tadi,” ujar Ilham berusaha mengalihkan fokus Ridwan pada pertanyaannya barusan.

Jika dia Ridwan terus bertanya mengenai Adel, dan dia mengatakan tidak tahu. otomatis Ridwan akan khawatir kepada anak bungsunya itu. Dan ini bisa berdampak buruk pada kesehatannya.

“Adikmu mana, Ilham?” tanya Ridwan lagi karena merasa pertanyaannya belum dijawab anaknya.

“Em ... aku tidak tau, Pa,” balas Ilham.

“Kok kamu tidak tahu, cari dia sekarang!” perintah Ridwan terlihat panik.

Ilham gelagapan pun diseru seperti itu oleh ayahnya. Dia pun berjalan meninggalkan kamar tidur seraya mendumelkan adiknya yang suka sekali membuat masalaha. Bagaimana kalau dia tersesas, kan Ilham juga yang akan repot nanti. “Adel-adel, bisa tidak sekali saja kamu tidak berbuat masalah!”

*****

Mendengar suara langkah Ilham meninggalkan ruangan. Adel bersiap untuk mandi. Siapa suruh sok ngambek semalam. Jadi sekarang selama ber-panik Kak Ilham sayang, batin Adel seraya menaik-turunkan alisnya di depan cermin toilet.

Adel buru-buru mandi. Sebenarnya sedari tadi dia tidak kemana-mana, hanya bersembunyi ke dalam toilet. Dan dengan bodohnya Ilham tidak berpikiran kalau Adel berada di sana. Ini adalah rencananya semalam ingin mengerjai kakaknya, karena merasa didiami.

Selepas mandi, Adel keluar kamar dan menemukan Ridwan terlihat sangat khawatir. Sebenarnya dia sudah tahu kalau ayahnya itu sedang mengkhawatirkannya, karena sempat mendengar seruannya kepada Ilham untuk mencarinya.

“Pagi, Pa! sudah bagun,” sapa Adel berusaha biasa saja, seakan tidak ada masalah yang terjadi karena ide jahilnya kepada Ilham.

Ridwan sontak terkaget, melihat putrinya baru saja keluar dari kamar, “Adel! Kamu habis mandi?” tanya Ridwan dari atas brangkar.

Adel mengangguk mengiyakan, “Iya, Pa. kok kaget?” tanya Adel berjalan menuju sofa di mana tasnya berada.

“Ilham mana?” tanya Ridwan.

Adel angkat bahu seraya mengambil sisir dan menyisir rambutnya yang kusut sehabis keramas. Buat apa Adel peduli dengan Ilham, jikalau dia memang sengaja ingin membuat kakaknya panik. Anggap saja ini balasan dari ambekannya semalam kepadanya.

“Cari kakakmu!” perintah Ridwan selanjutnya membuat Adel menoleh ke arah ayahnya.

“Tapi Pa. dia kan sudah besar, dia juga sudah tahu seluk beluk di daerah sihi. Jadi amanlah, papa gak usah khawatir,” sanggah Adel menolak, dia langsung menghampiri brangkar ayahnya dan terduduk di sampingnya.

“Pa! Bang Ilham itu sudah gede, dia juga cowok, masa tidak bisa menjaga diri,” ujar Adel lagi berusaha merayu ayahnya. Enak saja Adel yang harus mencari Bang Ilham. Inikan rencana dia. Kalau harus mencari Ilham sama saja senjata makan tuan.

“Yah sudah, kalau begitu,” putus Ridwan setelah berpikir sejenak. Benar yang dikatakan oleh putri sulungnya itu. Ilham adalah seorang yang mampu menjaga diri, apalagi dia laki-laki berbeda dengan Adel yang perempuan. Jadi Ridwan merasa tidak terlalu panik dengan anaknya itu.

“Kalau gitu, aku suapin yah, Pa,” usul Adel mengambil semangkok bubur yang masih panas dari atas kereta dorong. Lalu menyuapi papanya seperti anak kecil.

Lupakan Bang Ilham, biarkan dia panik di luar. Oke!

*****

Langkah Ilham terhenti pas di depan kamar papanya, karena mendengar suara yang tidak asing lagi dari dalam. Untung saja dompetnya ketinggalan, jadi dia harus kembali mengambilnya karena niatnya tadi sambil mencari adiknya dia akan sarapan di warung depan rumah sakit.

Karena dompetnya tertinggal jadi dia harus kembali ke kamar ayahnya. Dan dari itu, sepertinya Ilham diberikan petunjuk dari yang diatas. Bahwa dia tidak usah capek-capek ataukah panik untuk mencari adiknya yang tidak kenapa-kenapa.

Ilham membuka pintu dan menampilkan dua sosok yang dia sayangi sedang bercengkerama ria di dalam sana. Senyuman terukir di bibirnya, tetapi karena mengingat dirinya masih ngambek kepada adiknya. Jadi, dia berusaha datar dan dingin kepada Adel. Sebenarnya dia sudah tidak ngambek sama adiknya, lebih tepatnya dia hanya gengsi untuk memaafkan adiknya yang membuat moodnya semalam drop gegara kecoa sialan itu.

“Lo dari mana? Bikin orang panik saja!” bentaknya terdengar kesal. Padahal Ilham hanya bersandiwara, tetapi sepertinya dia berbakat. Buktinya Adel tergisik mendengar bentakan kakaknya. Apakah Bang Ilham benaran marah kepadanya?

“Ilham, kamu jangan begitu dong sama adik kamu. Dia juga tidak tahu kalau kamu panik,” ujar Ridwan berusaha mencairkan ketegangan yang ada pada diri Adel.

“Tapi, Pa. dia tidak tahu kalau aku tadi panik sekali, sampai menganggap kalau koridor itu adalah jalan,” ujar Ilham sembari mencari dompetnya.

“Bukannya koridor itu jalan yah, Kak?”

“Aku gak butuh protes!”

Dari seberapa banyak perkataan yang dilontarkan oleh adel, dari semalam. Baru kali ini direspon oleh Ilham, itupun dengan suara bariton yang entah dari mana Ilham menemukan suara itu.

Adel kembali terdiam. Apakah kakaknya benar-benar marah kepadanya? Dia harus minta maaf seperti apa lagi biar kakaknya bisa memaafkannya? Bukannya dia sudah minta maaf semalam.

“Pa, aku pamit keluar sebentar,” pamit Ilham tanpa menghiraukan Adel. Ridwan mengangguk pelan, sementara Adel hanya bisa membeku mendengar perkataan kakaknya yang terasa aneh pagi ini. Itu bukan suara Ilham seperti biasanya.

Ilham menutup pintu kamar dan langsung tersenyum menahan ledakan tawanya. Melihat Adel yang kicep mendengar suaranya yang sengaja di besarkan, membuat Ilham mendapatkan tontonan humor baru. Memang yah, selera humor Ilham buruk sekali. Orang tegang tetapi dianggap lucu.

Selepas kakaknya keluar kamar, Adel melirik ke arah pintu. Otaknya masih berkutat di atas sana. Apakah tadi itu benaran Ilham atau Ilham jadi-jadian?

Sepertinya saat ini ada yang tidak seimbang. Adel merasa kalau sekarang adalah “Senjata makan Tuan.” Dia yang berusaha membuat kakaknya panik. Tetapi, kenapa malah dirinya yang panik sendiri melihat perubahan kakaknya.

Inikan rumah sakit? Batin Adel, “Oke, aku mau cek kondisi Ilham nanti. Siapa tahu kakaknya habis kemasukan jin bar-bar di rumah sakit ini,” gumam Adelp ada dirinya sendiri.

“Kamu ngomong apa  sayang?” tanya Ridwan melihat mulut Adel yang komat-kamit seperti membaca mantra. Tetapi kalau iya, mantra apa? Bukannya dia tidak pernah mengajari anaknya itu mantra-mantra? Batin Ridwan bingung.

“Hah, tidak Pa! lanjutin lagi makannya,” respon Adel kembali mengancungkan sesendok bubur ke arah mulut ayahnya. Ridwan mengangguk pelan lalu menganga, “Aaa!”

*****

TO BE CONTINUED

sansuris27

tbc .... salam

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status