Share

[03] - Cowok Brengsek

HAPPY READING ....

______________

Badai terus melanjutkan suapannya dengan tenang. Begitupun dengan Adel yang sedari tadi diam sambil menikmati gudeg pesaannya dengan lahap. Tidak ada pembicaraan yang terlontar, hanya dentingan sendok yang berbenturan dengan piring berwana putih itu yang sesekali terdengar merdu.

“Orang baru yah?” tanya Badai ketika dirinya sudah menyelesaikan makannya.

“He-em, baru sedetik yang lalu dilahirkan,” jawab Adel sekenanya. Dia masih melanjutkan makannya tanpa berpaling kearah cowok yang tidak dikenalnya itu.

“Oh, pantesan masih ada darahnya dikit,” ucap Badai berusaha biasa saja. Walaupun ia merasa pembicaraan mereka tidak ada manfaatnya sama sekali.

“Iya, kamu juga orang baru yah? cangkang lo masih menempel di punggung lo tuh. Kalau boleh tau habitat kamu di mana yah? Di Komodo, apa di Wakatobi?” tanya Adel.

Badai terdiam. Dia tidak tahu menjawab pertanyaan cewek aneh itu dengan apa? Yang terjelas pertanyaannya itu sangat konyol dan patut untuk dikubur dalam tanah sedalam mungkin.

“Keluarga komodo apa kura-kura?” lanjut Adel ketika pertanyaannya belum juga terjawab.

Badai masih terdiam. Ia hanya menatap cewek asing itu dalam keadaan beku. Adel langsung menoleh karena merasa cowok itu menatapnya intens, sampai ubun-ubunnya pun terasa tembus oleh pandangan matanya, “Napa liatin gue kek gitu?”

“Hah!?” Lamunan Badai buyar.

“Oh ... Gue tau! Lo naksir yah sama gue. Tapi gue kasih tau nih. Kalo lo itu bukan tipe gue. Gue gak akan suka sama Komodo apalagi Kura-kura.”

“Yang suka sama lo juga siapa? Dan yang Komodo juga siapa? Pe-de amat jadi orang!”

“Hehe ... bilang aja, gak usah malu-malu! Mas.”

Hening kembali menyeruak, karena Badai tidak merespon perkataan Adel setelahnya. Adel cepat-cepat menyelesaikan makannya dan berniat kembali ke tempat Ilham. Meladeni keluarga kura-kura ataupun komodo seperti cowok yang ada di sampingnya itu, tidak ada manfaatnya. Hanya buang-buang waktu saja.

Badai yang melihat pergerakan Adel hanya tersenyum miring, seperti memikirkan sesuatu yang cukup sulit untuk ditebak. Adel yang baru saja ingin meninggalkan kursi, langsung terhenti ketika tangannya terasa ada yang menahan.

Ia melihat tangan yang sedang melingkar di tangannya tanpa malu-malu. Kemudian, dia menatap pelakunya dari kaki sampai atas, “Astaga Kuyang!!?” teriaknya berpura-pura kaget.

Tentu saja Badai langsung memutar bola matanya jengah, dan langsung melepaskan pergelangan tangan Adel. “Gue bukan kuyang, mata lo aneh banget! Gak bisa orang ganteng!”

“Oh iya, lo emang bukan kuyang tapi Komodo, atau sejenis buaya darat gitulah? Mau apa? Ngapain lo nahan-nahan tangan gue, mau kenalan. Hus ... sorry, gak ada waktu buat kenalan sama buaya.”

Badai tadinya hanya sedikit gemas dengan Adel menjadi semakin gemas dengan cewek itu. Nih cewek kalau ngomong, bisa sopan gak sih. Dari tadi nganggep gue komodo lah, kura-kura lah, nah sekarang dia nganggep gue buaya. Ya Tuhan, mungkin matanya perlu diperiksa, batin Badai dan terus menatap Adel yang ada di depannya, “Lo itu diajarin ngomong sopan gak sih, sama orang tua lo?”

“Ya elah Mas, gue ini itu udah sopan tau. Emang gini gaya bicara gue kalau sama cowok norak seperti anda.”

Badai menghela napas panjang dan terdiam. Sedangkan netranya terus melototi tubuh Adel seakan menelanjangi cewek yang ada di depannya. Pikiran aneh mulai menghinggapi otak Badai.

Cup!

Secepat kilat Badai menyambar bibir tipis Adel dan menciumnya. Lalu pergi setelah senyuman miringnya tepat di hadapan Adel. “Thanks, bibir lo manis,” ujar Badai sedikit menggoda tapi Adel hanya diam membeo tak mampu berbicara, sementara mukanya sudah memerah seperti udang rebus. Ini terlalu tiba-tiba, tubuh Adel tergidik seperti habis kesetrum belut listrik.

Badai mempercepat langkahnya. Dalam pikirannya, mungkin  tiga detik lagi, akan ada bom yang meledak di dalam warung Mbak Iren.

Satu ... dua ... tig ---

“BRENGSEEEKK!!”

Badai tersenyum miring ketika dari dalam warung, suara guntur sudah terdengar. Sudah ia duga sebelumny, tetapi itu hadiah yang cocok untuk bibir yang cerewet. Tetapi ngomong-ngomong bibir cewek itu manis juga ternyata.

Badai mempercepat langkahnya menuju motor CBR1000-nya. Kalau berlama-lama berada di tempat ini, ia takutkan Mbak Iren bisa tahu dan memberitahu kelakuannya kepada papa sama mama. Bisa berabe kalau orang tuanya sampai tahu.

Adel yang merasa menjadi korban pelecehan berlari keluar mengikuti arah berlalunya cowok komodo, kura-kura, ayam, monyet, babi dan apalah itu. Intinya dia adalah cowok brengsek yang telah berani merenggut first kiss-nya. Arga, pacarnya di Bandung saja tidak seberaninya mencium dia. Nah ini cowok belum dia kenal, sudah berani melakukan hal tak senonoh itu. Ini tidak boleh dibiarkan, Adel harus membalas perbuatannya.

Adel terus berlari mencari sosok cowok buaya itu yang kemungkinan belum jauh, tetapi akhirnya Adel menyerah juga, ketika melihat pelakunya telah menjauh dengan motor CBR1000nya yang sama-sama kusamnya dengan muka pemiliknya.

“KURANG AJARR!”

“BRENGSEKK!”

“BAJINGAN!”

Ilham yang melihat adiknya teriak histeris seakan melihat kuntilanak di sore yang cerah ini langsung berlari menghampirinya. “Kenapa Del, kenapa teriak seperti itu? Sudah-sudah, gak baik dilihatin sama orang-orang,” ucap Ilham berusaha menenangkan Adel yang terus berteriak mengumpat cowok brengsek itu.

Di kejauhan, tepat di bibir pintu warungnya, Mbak Iren hanya membeku sementara rahangnya sudah mengatup keras. Dia tahu banget, orang yang sedang diumpatkan cewek itu adalah Badai, adik sepupunya. Memang tuh anak, suka banget cari gara-gara. Nah ini gara-gara apalagi yang dia perbuat kepada cewek itu? Batin Mbak Iren bertanya-tanya. Bukannya tadi terdengar baik-baik saja? Gue harus temui Badai nanti. Dia harus bertanggungjawab!

*****

Adel tiba di rumah Akmal, dengan segudang masalah. Bak disambar petir di siang bolong, Adel terus merutuki dirinya yang tidak berhati-hati dengan cowok seperti Badai. Tetapi sekarang dia bisa apa? Semuanya sudah terlanjur. Sekarang dia harus mencari cowok itu, dan memberinya pelajaran yang setimpal.

“Adik kamu kenapa, Ham? Kusut banget?” tanya Akmal kepada Ilham ketika mereka sedang mengeluarkan barang-barangnya dari bagasi mobil. Mereka berdua memperhatikan Adel yang berjalan seperti zombi dari mobil menuju teras rumah berwarna putih di sana.

“Tadi ada masalah di stasiun, tapi gue juga nggak tahu. Soalnya, kalau gue nanyain dia gak mau jawab, Bang,” balas Ilham yang mengangkat koper miliknya dari dalam bagasi yang dibantu oleh Akmal yang mengangkatnya pula.

“Oh gitu, baiknya lo tenangin nanti. Gak baik kalau dia seperti zombi gitu,” saran Akmal tersenyum. “Yuk masuk!” ajaknya kemudian sambil menenteng barang-barang sepupunya serta koper Adel yang ditinggalkan sendiri. Ilham mengikuti Akmal dari belakang, dan menarik kopernya menuju rumah bercat putih milik om-nya.

Akmal – sepupu Ilham dan Adel. Dia adalah anak dari paman Reza kakak Ridwan, ayahnya. Memang mereka sudah kenal akrab, karena mereka selalu silaturahmi setiap tahun. Jadi, Ilham maupun Adel tidak merasa canggung dengan sepupunya itu. Akmal pun demikian, ia sudah menganggap kedua kakak adik itu sebagai adiknya sendiri.

“Masuk yuk! Setelah istriahat nanti, baru kita ke rumah sakit bareng. Sama papa juga,” ujar Akmal mulai membuka pintu rumahnya. Hari ini tidak ada siapa-siapa di rumah. Reza belum pulang dari kantor tempatnya bekerja, sedangkan Oma sedang menemani Ridwan di rumah sakit.

Adel dan Ilham mengikut di belakang. Rencananya, mereka hanya akan bermalam di rumah pamannya hanya semalam. Bukan karena tidak enak. Hanya saja mereka akan menyewa kontrakan di sana, untuk dijadikan tempat tinggal kedepannya.

“Ham, lo istirahat di kamar gue aja. Kalo Adel, kamu di kamar tamu, gak papa kan?” tanya Akmal seraya meletakkan barang-barang Adel di ruang tamu.

Adel tidak menggubris ucapan Akmal dengan perkataan. Dia hanya mengambil barangnya lalu berjalan ke kamar tamu, tempatnya tidur setiap dia berkunjung ke rumah ini. Mungkin istirahat yang bisa memulihkan moodnya yang sedang drop akibat cowok brengsek di warung tadi.

Ilham juga mengangguk dan berjalan menuju kamar Akmal sambil menarik koper besar miliknya. Dia juga akan istirahat. Selama perjalanan tadi, ia tidak bisa tidur. Mungkin kalau dengan kasur empuk sepupunya, ia bisa tidur. Semoga saja ia mampu soalnya jam sudah menunjukkan jam 17: 11 WIB.

______________

TO BE CONTINUED

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status