Share

Bab 3

“Sesuai aplikasi, Mas!” ucap Grace Santika, lalu dia naik ke boncengan belakang.

Tujuan dari Kambang Iwak ke Grand Garden, salah satu perumahan top di Palembang. Perjalanan menempuh waktu sekitar lima belas sampai tiga puluh menit. Cukup lama karena biasanya jam-jam seperti sekarang jalanan dipadati kendaraan.

“Pulang kerja, Mbak?” tanya Stefan sambil membuka kaca helm. Angin menderu-deru menampar-nampar wajahnya.

“Iya pulang kerja. Rencananya mau ketemuan sama seseorang. Tapi tidak jadi. Barusan aku ditipu.”

“Kenapa bisa ditipu?”

“Cowok itu menguras habis saldo di salah satu dompet digitalku. Sepertinya ponselku habis disadap.”

“Nanti akan aku bantu!”

Grace tak salah dengar. Si ojol ini bisa bantu apa? Bantu doa atau apa? Grace malah tak menggubris omongan Stefan.

Sesampainya di rumah, Grace membayar ongkos delapan belas ribu kepada Stefan. Namun, pria tampan itu belum mau pergi dan malah memberikan tawaran bantuan.

“Pasti Mbak memberikan data pribadi. Berapa uang yang dia ambil?”

“Lumayan sih. Dua belas juta.”

Stefan meminjam laptop Grace, lalu duduk di beranda rumah. Grace sedikit pun tidak yakin kalau si ojol ini bisa mengembalikan uangnya. Bagaimana mungkin?

Stefan kemudian meminta nomor ponsel pria itu. Setelah itu dia menginstal sebuah software rancangannya sendiri yang serba bisa di laptop Grace. SigmaX nama programnya. Layar laptop Grace menampilkan kode-kode aneh berupa bahasa pemrograman yang sulit dimengerti.

Bang!

“Ini wajah orangnya!”

Grace manggut pelan tak percaya. “Benar. Kok bisa kau tahu?”

“Aku sudah menemukan IP Adress Joko Sontoloyo ini. Dia sekarang berada di Kenten. Sebuah kos-kosan sepetak.”

Stefan menanyakan kepada Grace, kira-kira si Joko mau dibawa ke sini atau cukup uangnya kembali. Mendengar pertanyaan itu, Grace malah gelagapan dan bingung mau jawab apa karena masih saja dia tidak menyangka.

“Hm. Ya sudah. Yang penting uangku kembali.”

“Sip!” Stefan mengacungkan jempol.

Stefan mengobrak-abrik firewall milik Joko, lalu langsung membuat semua sistem komputernya menjadi down. Selanjutnya Stefan mengambil alih ponsel milik Joko hanya dengan perantara laptop Grace.

“Benar ini nomor ponsel dompet digitalmu?”

“Ya, benar.”

Bang!

“Sudah masuk?”

“Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Mas Ojol.”

Sekarang Joko tidak akan bisa beraksi lagi karena Stefan sudah menanamkan virus di komputer dan ponsel milik Joko. Kemudian, Stefan memasang sistem keamanan di laptop dan ponsel milik Grace agar tidak kembali diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Serius kau cuma Ojol? Jika mau, akan aku rekomendasikan kau di perusahaan tempatku bekerja.”

“Boleh. Kau bekerja di posisi apa memangnya?”

“Aku Sekretaris. Sekali lagi terima kasih banyak.” Grace memberikan uang dua ratus ribu buat Stefan sebagai tanda rasa terima kasih.

...

Setelah mengucapkan salam, Stefan pun masuk. Mengejutkan, Stefan membeli makanan kesukaan keluarganya untuk meluluhkan dan memperbaiki hubungan dengan mereka.

“Surprise!” Stefan sumringah sambil meletakkan semua bungkusan di atas meja ruang keluarga.

“Jangan bilang pada kami kalau kau habis mencuri,” sentak Bobby yang tengah menyelonjorkan kakinya di atas sofa.

“Palingan abis minta-minta,” timpal istrinya yang tengah asyik menonton tv.

“Aku tidak mau makan makanan haram,” cibir Robert yang tengah asyik bermain game.

“Aku tidak mau makanan dari pria sepertimu!” nyinyir Luchy yang tengah asyik bermain media sosial.

“Suamiku, jangan kau nodai keluargaku dengan makanan yang tidak jelas sumbernya. Mana mungkin kau ngojek dalam waktu tiga jam bisa dapat duit sebanyak itu.” Bahkan istrinya sendiri sampai meremehkan.

Stefan melepaskan sweater abu-abunya yang kusam terkena debu, lalu mengelap wajahnya yang kotor dan berminyak, terus menjawab kepada mereka, “Aku tadi habis menolong seorang wanita yang habis disadap ponselnya. Jadi uang pemberian darinya aku beli ini semua.”

Bobby berdiri, lalu menatap Stefan lurus-lurus. “Rupanya kau hanya lancar berbicara walaupun ngawur. Kau belum sembuh dari penyakit gilamu. Jika kau masih seperti ini, kau akan kami masukkan ke dalam rumah sakit jiwa.”

“Masuk kamar sana!” bentak ibu mertuanya.

Lionny mengawasi wajah Stefan yang tidak terlihat murung sedikitpun sehabis dimaki-maki. Suaminya malah tak berekspresi lalu masuk ke dalam kamarnya. Meski muak dan kesal, Lionny masih punya hati karena bagaimanapun Stefan tetap suaminya.

Namun, orangtua dan adik-adiknya tak akan membiarkan Lionny respect terhadap Stefan sedikit pun. Mereka akan tetap bersikeras agar Stefan mati atau menyerah sendiri. Parahnya, mereka sering membuat cerita palsu ketika ditanya oleh Kakek Sanjaya, dengan mengatakan bahwa mereka tetap merawat dan menjaga Stefan dengan baik, tanpa ada unsur kebencian apa pun. Begitulah.

Nyatanya, bisa dilihat sendiri seperti apa mereka memperlakukan Stefan di rumah, sedikit saja mereka tak menghargai Stefan. Bobby memerintahkan kepada Lionny agar membuang semua pemberian Stefan ke kotak sampah, karena mereka tak sudi mau memakannya.

Ketika semua penghuni rumah pada tidur, diam-diam Lionny masuk ke kamar tidur Stefan. Dia menawarkan makan malam kepada Stefan.

“Apa orang tua dan kedua adikmu suka pemberianku?”

Lionny membisu. Wanita cantik berambut terurai panjang ini masih saja mengawasi wajah Stefan. Di dalam kepalanya masih tersimpan banyak tanda tanya, kira-kira Stefan masih hilang ingatan atau memang sudah sembuh seratus persen.

Lionny hanya menyisakan kwetiau, kemudian bermaksud mengajak makan bareng Stefan. Dia ingin menguji kesembuhan Stefan. “Kau beli di mana, Stefan?”

“Tempat makan favoritmu tentunya, Sayang. Kwetiau A Ling.”

“Memangnya, kita berapa kali makan di sana?”

“Sepuluh kali. Sekitar empat atau lima tahun lalu.”

Lionny tersentak. “Apa yang aku minum?”

“Selalu jus mangga. Kalau aku, selalu pesan jus alpukat.”

Lantas Lionny membuka lemari, lalu menaruh semuanya isinya di atas kasur. “Kau ingat semua penghargaan ini?”

“Sertifikat ini aku dapatkan ketika ikut seminar di kampus pas masih semester satu. Piagam ini setelah menang kontes mengatasi bug di game RoyalX. Medali ini menang di kejuaraan buat software antivirus. Medali ini aku dapatkan pas juara dua buat game. Piala ini .... Medali ini ....” Lebih dari dua puluh penghargaan diceritakan satu per satu oleh Stefan.

Lionny lantas merengkuh Stefan dan menciuminya berkali-kali. Wanita manis itu menangis, sampai tersedu-sedu. Selama ini dia berpikir bahwa Stefan tidak akan pernah sembuh, tapi semua dugaan itu salah, sekarang dengan mata kepalanya sendiri dia menyaksikan bahwa suaminya telah sembuh dan normal.

Pagi harinya Lionny dengan wajah berseri-seri mengabarkan kepada ayah, ibu, dan kedua adiknya, mengatakan bahwa Stefan telah sembuh.

Ayahnya malah melengos. “Dokter sudah memvonis dia akan hilang ingatan seumur hidup.”

“Ayah, silakan lihat sendiri dan ajak dia bicara. Dia sudah normal. Sekarang, izinkan dia bekerja di perusahaan Ayah.”

“Tidak akan! Stefan pernah menolak tawaran kakekmu untuk bekerja di salah satu perusahaan Sanjaya Group, tapi dengan sombongnya dia menolak. Apalagi melihat kondisinya sekarang, bisa apa dia di perusahaan Ayah? Bersih-bersih saja tidak bisa.”

Stefan sudah siap dengan setelan ojolnya, sweater tak bermotif, celana chinos, sepatu kets, dan helm SNI murahan. Motor matic butut dinyalakannya dan dipanaskan sebentar.

Siang harinya, ketika sedang sibuk mengurus orderan, Grace mengirim chat kepada Stefan, menceritakan bahwa ada beberapa karyawan di kantor yang ponsel mereka disadap. Ada yang sampai rugi tiga puluh juta. Kemungkinan besar si hacker akan meretas sistem keamanan perusahaan karena dengan modal data karyawan si hacker akan gampang menembus sistem tersebut. Jika terjadi, perusahaan akan mengalami kerugian besar. Oleh karena itu, Grace mengharap bantuan dari Stefan si Ojol, eh, si Hacker.

Stefan menelepon Grace. “Di mana kau bekerja?”

“Di PT Sanjaya Sawit."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status