Mau sembuh atau belum, sang ibu mertua tidak peduli, yang penting sekarang dia punya ide. Pagi-pagi buta Chyntia menggedor-gedor pintu kamar Stefan. Anehnya, bukan cacian dan lontaran sarkas yang dilempar, melainkan panggilan persuasif layaknya pemeran antagonis menusuk lawannya dari belakang, penuh kelembutan dan rayuan.
“Stefan, kau sudah bangun?”Lantas Stefan membukakan pintu, lalu menjawab, “Sudah dari jam empat tadi aku bangun, Bu.”Chnytia mengangguk sembari mengunggah senyum sebelah yang tidak begitu mengenakkan. Senyum dipaksa. Senyum ada maksud. Jika bisa membaca matanya, asli mata itu adalah mata jahat.Chyntia menatap licik dan berkata, “Ada tugas untukmu sebelum kau pergi narik nanti, Stefan.”“Tugas apa, Bu? Aku siap kapan saja.”“Piring, gelas, kuali, semua yang kotor itu cepat kau cuci!”“Baik, Bu. Segera aku kerjakan.”Stefan sigap menuju dapur. Tak ada satu pun yang dilewatkannya, semua kinclong.Chyntia memanggil suami dan ketiga anaknya.“Sekarang kita punya pembantu baru,” ucap Chyntia sumringah.“Cuci sampai bersih!” titah Luchy.“Awas saja kalau masih ada yang kotor!” cibir Robert.Bobby ngamuk. “Stefan, apa-apaan kau ini ngasih duit lima puluh ribu ke istrimu?! Duit sedikit itu mana cukup. Kau mau menghina putriku?”Sembari mengucek-ucek piring yang penuh busa, Stefan menjawab, “Mudah-mudahan hari ini aku dapat orderan banyak, Ayah, bila perlu aku pulang jam sebelas malam, biar bisa ngasih istriku duit yang banyak.”“Aku tidak peduli kau mau pulang jam berapa. Ingat, aku tidak ingin kau merendahkan istriku dengan nafkah lima puluh ribu. Apa kau tidak menghargainya?”“Aku sangat menghargai istriku, Ayah. Baiklah, mulai hari ini akan aku kasih dia duit lebih dari itu.”Setelah selesai mencuci piring, Stefan ingin pamit dengan ibu mertuanya. Tapi, belum sempat Stefan pergi, ibu mertuanya memerintahkannya mencuci pakaian dan menjemur.“Apa kau bisa melakukannya? Katanya kau sudah sehat?”“Tentu aku bisa melakukannya, Bu.”Ketika semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing, hanya ada Stefan dan Lionny di rumah. Lionny tak sampai hati melihat suaminya disuruh-suruh. Persis jadi bapak rumah tangga. Persis pembantu.“Stefan, kau belum sarapan.”Stefan yang sedang asyik menyampirkan pakaian membalik badannya, kemudian menjawab dengan tanpa ada keluhan sama sekali, “Habis ini aku sarapan, Sayang.”“Kau tidak perlu melakukan pekerjaan rumah seperti ini.”“Tidak apa-apa. Biar mereka percaya bahwa aku benar-benar sudah sehat.”“Mereka percaya kalau kau sudah sehat.”“Aku ingin memperbaiki namaku di keluargamu. Aku tidak ingin dicap sebagai menantu dan ipar benalu di rumah ini. Aku tidak ingin dicap sebagai menantu dan ipar sampah. Aku tidak ingin menjadi suami yang tidak bisa diandalkan.”Lionny menunduk dan terenyuh. “Besok-besok tidak usah lagi kau melakukan pekerjaan rumah seperti ini.”“Aku tidak keberatan sama sekali. Tiga tahun penuh aku kerjanya hanya makan tidur dan jadi benalu. Aku ingin membuktikan pada keluargamu kalau aku bukanlah orang pemalas yang tidak bisa diandalkan.”Ketika pekerjaan telah selesai dan Stefan pamit ingin keluar, tiba-tiba ibu mertuanya melolong dari dapur, “Kau lihatlah, halaman kita kotor sekali. Banyak daun-daun rontok. Rumputnya sudah mulai tinggi. Kau sudah sembuh kan Stefan?”Stefan mengambil sapu lidi dan sekop, lalu melaksanakan perintah ibu mertuanya dengan sepenuh hati. Dipotonginya rumput-rumput, lalu dibersihkannya, hingga halaman depan begitu rapi dan sedap dipandang.Menyaksikan Stefan bekerja dengan baik, Chyntia melongo dari balik jendela. Lionny mendekati ibunya sambil meyakinkan bahwa Stefan benar-benar sembuh. Dia juga bilang pada ibunya kalau jangan berlebihan menyuruh-nyuruh suaminya.“Kau diam saja, Lionny! Menantu sampah itu pantas mendapatkannya. Paling satu minggu dia sehat, ujung-ujungnya balik gila lagi.”Jam 10 pagi.Setelah sarapan, Stefan pun pamit. Dihidupkannya aplikasi. Dia menunggu orderan di sekitar Kambang Iwak, masih berada di kawasan Bukit Kecil. Stefan terkejut pas ingat bahwa dia harus membantu temannya Grace. Stefan mengirim pesan pada Grace, menanyakan soal itu.[Dia sudah minta bantuan kepada orang lain.]Astaga!Padahal, Stefan sudah dijanjikan bayaran tiga ratus ribu. Uang yang cukup banyak dan bisa diberikan untuk istrinya. Ah, bukan rezekinya, pikir Stefan. Mana Grace agak marah pula karena Stefan tidak merespons chat-nya dari tadi.Jam satu siang Stefan baru pecah telur. Order food. Dia bergegas ke salah satu restoran yang berada di sekitar Taman Kambang Iwak. Sesampainya di sana, Stefan mendekat bagian kasir.“GF-340. Tolong diproses.”Stefan pun duduk-duduk menunggu pesanannya. Di sampingnya ada seorang driver yang tampak murung. Badannya kurus dan kulitnya hitam belang karena terlalu sering berada di atas aspal. Tak sampai hati Stefan melihatnya.“Bagaimana, ramai orderan?” tanya Stefan sambil memberikan sebotol minuman rasa.John tersentak dan pembicaraan dengan dirinya sendiri terputus. “Hm. Buat aku? Terima kasih ya. Baru dua biji.”“Keluar jam berapa?”“Dari jam 6,” balas John lemas.“Kemarin-kemarin bagaimana? Sama seperti ini juga?”“Sampai siang ya seperti ini. Palingan tiga orderan. Sampai malam paling dapat lima biji.”Lima orderan. Rata-rata tiap order dapat ongkos sepuluh ribu, jadi pendapatan kotor lima puluh ribu. Bensin dua puluh ribu. Terus makan. Terus belum lagi kalau merokok. Terus kalau ada apa-apa di jalan seperti pecah ban dan semacamnya. Berapa itu pendapatan bersihnya?“Sabar saja John. Mudah-mudahan besok ada rezeki lebih.”Stefan meminta kontak John. Dilihat dari penampilan dan cara merespons John yang santai dan supel, ditambah John ngobrolnya nyambung dan tidak sombong, maka Stefan bermaksud ingin berteman dekat dengan si John ini, teman selama ngojol tentunya.Setelah ini hingga sore Stefan tak dapat orderan sama sekali. Dia belum dapat duit sepeser pun hari ini karena orderan pertama tadi pembayaran non-tunai. Sekitar jam empat dia sudah nangkring di pinggir jalan tak jauh dari kantor PT Sanjaya Sawit.Sebelumnya Stefan sudah diperingatkan oleh mertuanya untuk tidak mangkal di sekitar kantor beliau dengan alasan akan malu jika nanti diketahui oleh semua anak buahnya bahwa beliau punya menantu seorang ojol. Stefan agak takut-takut kalau menunggu kedatangan Grace.Stefan duduk tak jauh dari halte, sekitar lima puluh meter dari kantor PT Sanjaya Sawit, pas di depan salah satu kantor bank konvensional. Sementara itu di dalam kantor PT Sanjaya Sawit.Bobby Sanjaya marah kepada Grace. “Mana temanmu itu? Katanya mau bantu karyawan kita.”Grace menunduk. “Maaf, Pak. Sepertinya dia ada kesibukan lain.”“Entah dia yang bohong. Atau kau yang bohong. Bagaimana dia bisa membantu perusahaan kita nantinya kalau dia bisa lupa dan lalai? Bagaimana pula saya mau menerima dia bekerja di sini?”Grace keluar dari kantor dengan perasaan gundah sehabis dimarahi oleh bosnya. Dia berjalan di atas trotoar penuh dengan kekesalan. Lantas dimarahinya Stefan yang tengah asyik duduk-duduk di halte.“Stefan! Kau ini bagaimana sih?! Katanya kau akan membantu temanku.” Grace emosi.“Maafkan aku, Grace," balas Stefan mengaku bersalah.Stefan mengantar Grace pulang tanpa ada pembicaraan apa pun di atas sepeda motor. Meskipun berulang kali meminta maaf, Grace masih kesal sama Stefan. Sepanjang jalan Grace cemberut.Setelah mengantar Grace, Stefan melanjutkan pekerjaannya karena dia harus kejar setoran malam ini. Jika malam, orderan food lebih banyak ketimbang orderan lainnya seperti penumpang atau barang.Namun, sampai jam sepuluh malam, Stefan hanya dapat tambahan tiga orderan saja. Duit cash yang didapat hanya tiga puluh lima ribu plus ongkos dari Grace dua puluh ribu. Stefan pun pulang dengan perasaan resah.Kedua mertua dan iparnya sudah menunggu di ruang keluarga. Sengaja mereka belum masuk ke kamar hanya untuk melihat manusia menyedihkan ini pulang.Robert dan Luchy menatap Stefan dengan tajam sekali sambil mengucek-ngucek hidung. Ibu mertuanya memandang dengan jijik dan ingin muntah. Ayah mertuanya pun begitu, muak sekali, lalu berujar dengan keras.“Bagaimana orderan hari ini, Menantu sialan? Ramai? Istrimu butuh duit untuk belanja besok!”Stefan mengawasi wajah-wajah ketidaksenangan itu, lalu menghela napas lelah. Disekanya keringat dan debu di keningnya. Matanya merah karena seharian terkena angin jalanan. Bibirnya kering karena kurang cairan. Dan badannya lemas karena belum makan malam.Lalu Stefan memasukkan tangan kanannya ke saku celana, merogoh uang bersih dari kerja keras hari ini seharian. Enam puluh lima ribu dipotong bensin dua puluh ribu. Jajan lima ribu beli gorengan untuk makan siang. Sisa empat puluh ribu, itulah nafkah itu istrinya besok.“Kau sudah bilang akan ngasih lebih dari lima puluh ribu!” sentak ibu mertuanya sambil men-scroll, asyik menonton konten.Stefan menyerahkan uang empat puluh ribu rupiah ke istrinya yang tepat tertegun berdiri di sampingnya. “Maaf, rezeki hari ini hanya segitu. Mudah-mudahan besok dapat lebih,” ujar Stefan menguatkan diri.“Terima kasih, Stefan,” balas Lionny pelan.Sontak darah Bobby mendidih. Urat di keningnya mencuat. “Kau ini masih gila! Empat puluh ribu! Apa kata tetangga nantinya kalau mereka tahu ha? Asli kau ini belum sembuh!”Karena sudah malas meladeni, Robert dan Luchy undur diri, sambil memekik dan menghadap Stefan. “Ipar payah!”Sebelum masuk ke kamar, ibu mertuanya menunjuk-nunjuk dan berkata keras, “Kau tidak bisa diandalkan dalam mencari uang. Besok kau cuci lagi piring dan pakaian. Terus kau bersihkan semua ruangan di rumah ini, kau sapu, pel, dan kau rapikan perabot-perabot!”===>>>0<<<===Terimakasih telah membaca, Guys.Jangan lupa like, komen, dan follow!Ikuti terus kisah Stefan!Robert dan Luchy masih saja tidak percaya kalau Stefan sudah bisa beraktivitas normal seperti orang pada umumnya. Dua orang itu sibuk saling tanya, kira-kira keajaiban apa yang datang sehingga ipar menyedihkan itu bisa berbicara lancar dan disuruh-suruh.“Apa dia kemasukan jin penunggu di rumah ini?” tanya Luchy sambil cengengesan.“Bisa jadi, Dik. Dia kan sering melamun.”“Bagaimana kalau kita kerjain dia, Kak?” ajak Luchy yang sedang menikmati sarapannya di ruang makan.“Boleh juga. Sudah beberapa hari ini kita kurang hiburan di rumah,” Robert menyepakati.Robert dan Luchy beranjak, lalu pergi halaman samping rumah. Mereka lihat Stefan sedang menyiram tanaman.“Monyet, tolong ambilkan jambu itu!” perintah Luchy yang sudah siap dengan pakaian sekolahnya.Stefan termangu-mangu. Dilihatnya ke atas. “Luchy, buahnya belum matang. Masih hijau," elak Stefan ragu.“Serius kau tahu buah matang atau belum matang? Kau bisa membedakan antara warna merah dan hijau?”Stefan manggut. “Nanti kau sak
Stefan menutup kupingnya rapat-rapat malam ini karena meskipun sudah larut malam, jeritan hinaan masih saja terdengar sampai ke kupingnya, tapi dia tak mengindahkannya. Sebab, Stefan sedang begadang dan sibuk mengutak-atik ponselnya merancang sebuah program canggih untuk melancarkan orderan. Nama programnya : SJ-Gacor. S adalah namanya sendiri dan J adalah John.[10% ...][35% ...][60% ...][100% ...]Meskipun punya kecerdasan dan ingatan di atas manusia normal, bukan berarti Stefan lantas bisa melakukan segalanya sesuka hatinya. Seandainya memang bisa, tentu dia sudah kaya raya sekarang, bukan malah hanya menjadi seorang ojol dan pesuruh di rumah. Stefan manusia biasa yang tetap punya banyak kekurangan dan keterbatasan.Kisah hidupnya bukan seperti mendapat sistem canggih, atau masuk ke pintu ajaib doraemon, lantas tiba-tiba kaya mendadak. Tidak, sama sekali tidak. Stefan menjalani kehidupan normal seperti orang pada umumnya. Di atas realitas yang logis. Menjalani kehidupan yang susa
Pagi ini di kantor PT Sanjaya Sawit, Palembang.Seorang hacker memberikan ancaman kepada Bobby bahwa si hacker berencana akan meretas sistem keamanan perusahaan, mencuri data-data berharga, mengacaukan atau memanipulasi apa saja yang terkait dengan IT perusahaan, seperti database, website, media sosial dan semacamnya.Layar-layar komputer di dalam kantor yang berjumlah lebih dari lima puluh menampilkan sebuah tulisan : “Itulah akibatnya kalau arogan di hadapan karyawan”. Si hacker mengaku sebagai mantan pekerja PT Sanjaya Sawit yang diberhentikan secara sepihak oleh Bobby, maka dari itu si hacker ingin balas dendam.Programmer perusahaan tidak mampu mengatasi masalah. Begitu juga orang yang waktu itu memberikan bantuan kepada karyawan perusahaan yang sedang disadap ponsel dan media sosialnya. Bobby selaku direktur utama perusahaan dibuat pusing oleh si hacker.Grace Santika mengetuk pintu ruang kerja Bobby, lalu dipersilakan masuk dan duduk.“Pak Bobby, bagaimana kalau saya menyuruh te
Stefan kagek begitu melihat istrinya sedang mencuci piring. "Sayang, biar aku saja yang mengerjakannya.” Stefan menarik lengan istrinya.“Mumpung yang lain belum pada bangun. Biar aku saja yang mencuci piring dan pakaian.”Tak lama kemudian Chyntia dengan rambut masih berantakan tiba di dapur, melihat anaknya yang mencuci piring, wanita tua tapi cantik karena perawatan ini menyeringai.“Astaga Lionny! Ke mana babu itu?” “Biar aku saja yang mengerjakannya, Bu. Kasihan Stefan. Sekarang dia sedang bersih-bersih halaman.”Chyntia marah kepada Stefan. “Kau ini kan sudah dibilang. Tiap pagi kau harus cuci piring dan pakaian. Kenapa kau malah menyuruh istrimu?” bentak Chyntia. Matanya melotot.Stefan membalik badannya. “Aku tidak menyuruhnya, Bu. Sudah aku bilang padanya biar aku saja, tapi Lionny masih memaksakan diri.”“Alasan sekali. Makin hari kau melunjak. Sepertinya cap benalu akan terus ada pada dirimu ini. Cepat selesaikan pekerjaanmu itu. Buang sampah jangan lupa!”Halaman belakang,
Bobby dan Robert menggeret Stefan ke kamarnya secara paksa, membantingnya ke atas kasur. Stefan jatuh berdebam, tak bisa berkutik sama sekali.“Tingkahnya mulai aneh lagi, Ayah. Bagaimana bisa dia memperbaiki laptoku? Asli ni orang memang aneh.”“Stefan, kau sudah mengada-ada dan parahnya kau bisa dapat duit sebanyak itu dari mana?”Stefan mengatur napasnya, lalu menjawab tenang, “Aku tidak berbohong pada kalian semua. Aku melakukan dan mengatakan apa adanya. Tapi kalian tidak pernah percaya padaku.”Bobby dan anaknya malah meninggalkan Stefan, lalu mengunci pintu kamarnya.“Sampah!”Stefan menyandarkan punggungnya, memejamkan matanya. Entah apa lagi yang harus diperbuat untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar sudah sehat, normal, dan seperti manusia pada umumnya. Segenap usaha telah dilakukannya.Namun, mertua dan iparnya masih saja tidak senang terhadap dirinya. Sementara istrinya berada dalam kebimbangan. Di saat Lionny menunjukkan cinta dan sayangnya pada suaminya, keluarganya
Dan hari ini pun tiba. Kakek Sanjaya sudah tiba Di Palembang pada siang hari ini. Beliau dijemput oleh Bobby beserta empat orang karyawan PT Sanjaya Sawit dan langsung menuju kediaman Bobby. Selama dalam perjalanan, Kakek Sanjaya terus menginterogasi anaknya soal kejadian beberapa hari yang lalu.“Kasusnya sama seperti dulu. Bedanya ruang lingkupnya hanya begitu kecil.”“Untungnya semua sudah beres, Ayah.”“Apa kau sudah mempekerjakan orang tersebut?”“Aku sudah beri dia uang dua puluh juta. Jika dipaksakan diterima bekerja di kantor, sepertinya tidak bisa, beda dengan kasus Stefan waktu dia menyelamatkan Sanjaya Group. Orang ini bahkan tidak bisa memberikan bukti bahwa dia telah menyelesaikan pendidikannya.”“Kau sudah bertemu orangnya, Bobby?”“Belum, Ayah,” balasnya sambil melihat ke arah jendela mobil.“Seharusnya kau ambil tindakan. Temui dulu orang tersebut. Ajak bicara baik-baik. Apa kau yakin tidak akan butuh lagi sama dia?”Bobby agak lama diam. “Kami akan menghubunginya kemb
Bobby menjanjikan sebuah posisi strategis buat Stefan di PT Sanjaya Sawit. Stefan akan ditempatkan sebagai cyber-security dan merupakan orang pertama dan satu-satunya bertugas di pos tersebut. Tugas utamanya adalah bertanggung jawab dalam melindungi perangkat lunak, jaringan, serta pengujian berikut analisis risiko yang timbul.Namun, janji dari Bobby awal bulan depan saja, dengan alasan Stefan butuh istirahat selama satu pekan, yang sebenarnya hanya alibi saja dari Bobby Sanjaya. Sebab, dia punya maksud buruk terhadap. Lagipula, mana sudi dia mempekerjakan menantu sampah itu.Saat ini Bobby tengah menemani ayahnya dalam proses sidak dan pengecekan situasi kantor. Kakek Sanjaya menyapa seluruh karyawan tanpa terkecuali, beliau yang menyapa, bukan sebaliknya. Itulah alasan kenapa Kakek Sanjaya sangat dihormati sekaligus dicintai oleh para karyawannya.“Pelaku peretasan mantan karyawan di sini?” tanya Kakek Sanya sembari mengerling dan mengawasi suasana kantor.“Betul, Ayah. Syukurlah di
“Menantu Sialan!” jerit Bobby di depan pintu kamar Stefan. “Silakan kau menjadi ojol. Tidak usah kau berada di sekitar kantorku, apalagi menjadikan karyawanku sebagai penumpang. Kalau ada orderan yang harus diantarkan di sana, kau cancel saja!”Dan hari-hari yang pahit pun kembali lagi. Makian dan perintah tidak pantas pun kembali buat Stefan. Sekarang, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Semua serba salah. Melapor dengan Kakek Sanjaya? Jelas tidak mungkin. Stefan membuang napas lelah.Parahnya lagi, Lionny tak memberi sahutan apa pun pagi ini. Setelah mengerjakan tugas rumah, Stefan pergi dengan setelan ojolnya. Dihidupkannya aplikasi. Stefan bertemu John di tempat biasa. “Wei! Apa duit ojol sudah habis? Terus mau narik lagi?” John ceria nian karena semua utangnya telah lunas, kontrakan telah dibayar, dan biaya sekolah adik-adiknya aman terkendali.Akhirnya Stefan bisa senyum, “Kemarin-kemarin ada urusan keluarga, John. Sori baru hari ini bisa kembali menemanimu.”“Ada banyak