Stefan kagek begitu melihat istrinya sedang mencuci piring. "Sayang, biar aku saja yang mengerjakannya.” Stefan menarik lengan istrinya.“Mumpung yang lain belum pada bangun. Biar aku saja yang mencuci piring dan pakaian.”Tak lama kemudian Chyntia dengan rambut masih berantakan tiba di dapur, melihat anaknya yang mencuci piring, wanita tua tapi cantik karena perawatan ini menyeringai.“Astaga Lionny! Ke mana babu itu?” “Biar aku saja yang mengerjakannya, Bu. Kasihan Stefan. Sekarang dia sedang bersih-bersih halaman.”Chyntia marah kepada Stefan. “Kau ini kan sudah dibilang. Tiap pagi kau harus cuci piring dan pakaian. Kenapa kau malah menyuruh istrimu?” bentak Chyntia. Matanya melotot.Stefan membalik badannya. “Aku tidak menyuruhnya, Bu. Sudah aku bilang padanya biar aku saja, tapi Lionny masih memaksakan diri.”“Alasan sekali. Makin hari kau melunjak. Sepertinya cap benalu akan terus ada pada dirimu ini. Cepat selesaikan pekerjaanmu itu. Buang sampah jangan lupa!”Halaman belakang,
Bobby dan Robert menggeret Stefan ke kamarnya secara paksa, membantingnya ke atas kasur. Stefan jatuh berdebam, tak bisa berkutik sama sekali.“Tingkahnya mulai aneh lagi, Ayah. Bagaimana bisa dia memperbaiki laptoku? Asli ni orang memang aneh.”“Stefan, kau sudah mengada-ada dan parahnya kau bisa dapat duit sebanyak itu dari mana?”Stefan mengatur napasnya, lalu menjawab tenang, “Aku tidak berbohong pada kalian semua. Aku melakukan dan mengatakan apa adanya. Tapi kalian tidak pernah percaya padaku.”Bobby dan anaknya malah meninggalkan Stefan, lalu mengunci pintu kamarnya.“Sampah!”Stefan menyandarkan punggungnya, memejamkan matanya. Entah apa lagi yang harus diperbuat untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar sudah sehat, normal, dan seperti manusia pada umumnya. Segenap usaha telah dilakukannya.Namun, mertua dan iparnya masih saja tidak senang terhadap dirinya. Sementara istrinya berada dalam kebimbangan. Di saat Lionny menunjukkan cinta dan sayangnya pada suaminya, keluarganya
Dan hari ini pun tiba. Kakek Sanjaya sudah tiba Di Palembang pada siang hari ini. Beliau dijemput oleh Bobby beserta empat orang karyawan PT Sanjaya Sawit dan langsung menuju kediaman Bobby. Selama dalam perjalanan, Kakek Sanjaya terus menginterogasi anaknya soal kejadian beberapa hari yang lalu.“Kasusnya sama seperti dulu. Bedanya ruang lingkupnya hanya begitu kecil.”“Untungnya semua sudah beres, Ayah.”“Apa kau sudah mempekerjakan orang tersebut?”“Aku sudah beri dia uang dua puluh juta. Jika dipaksakan diterima bekerja di kantor, sepertinya tidak bisa, beda dengan kasus Stefan waktu dia menyelamatkan Sanjaya Group. Orang ini bahkan tidak bisa memberikan bukti bahwa dia telah menyelesaikan pendidikannya.”“Kau sudah bertemu orangnya, Bobby?”“Belum, Ayah,” balasnya sambil melihat ke arah jendela mobil.“Seharusnya kau ambil tindakan. Temui dulu orang tersebut. Ajak bicara baik-baik. Apa kau yakin tidak akan butuh lagi sama dia?”Bobby agak lama diam. “Kami akan menghubunginya kemb
Bobby menjanjikan sebuah posisi strategis buat Stefan di PT Sanjaya Sawit. Stefan akan ditempatkan sebagai cyber-security dan merupakan orang pertama dan satu-satunya bertugas di pos tersebut. Tugas utamanya adalah bertanggung jawab dalam melindungi perangkat lunak, jaringan, serta pengujian berikut analisis risiko yang timbul.Namun, janji dari Bobby awal bulan depan saja, dengan alasan Stefan butuh istirahat selama satu pekan, yang sebenarnya hanya alibi saja dari Bobby Sanjaya. Sebab, dia punya maksud buruk terhadap. Lagipula, mana sudi dia mempekerjakan menantu sampah itu.Saat ini Bobby tengah menemani ayahnya dalam proses sidak dan pengecekan situasi kantor. Kakek Sanjaya menyapa seluruh karyawan tanpa terkecuali, beliau yang menyapa, bukan sebaliknya. Itulah alasan kenapa Kakek Sanjaya sangat dihormati sekaligus dicintai oleh para karyawannya.“Pelaku peretasan mantan karyawan di sini?” tanya Kakek Sanya sembari mengerling dan mengawasi suasana kantor.“Betul, Ayah. Syukurlah di
“Menantu Sialan!” jerit Bobby di depan pintu kamar Stefan. “Silakan kau menjadi ojol. Tidak usah kau berada di sekitar kantorku, apalagi menjadikan karyawanku sebagai penumpang. Kalau ada orderan yang harus diantarkan di sana, kau cancel saja!”Dan hari-hari yang pahit pun kembali lagi. Makian dan perintah tidak pantas pun kembali buat Stefan. Sekarang, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Semua serba salah. Melapor dengan Kakek Sanjaya? Jelas tidak mungkin. Stefan membuang napas lelah.Parahnya lagi, Lionny tak memberi sahutan apa pun pagi ini. Setelah mengerjakan tugas rumah, Stefan pergi dengan setelan ojolnya. Dihidupkannya aplikasi. Stefan bertemu John di tempat biasa. “Wei! Apa duit ojol sudah habis? Terus mau narik lagi?” John ceria nian karena semua utangnya telah lunas, kontrakan telah dibayar, dan biaya sekolah adik-adiknya aman terkendali.Akhirnya Stefan bisa senyum, “Kemarin-kemarin ada urusan keluarga, John. Sori baru hari ini bisa kembali menemanimu.”“Ada banyak
Stefan permisi dan masuk ke kamarnya. Selama mandi dan membersihkan tubuhnya, Stefan terus berpikir apa yang sedang terjadi saat ini? Apa semua yang baru dilihatnya adalah fakta dan kenyataan? Atau semua hanya ilusi semata? Entahlah.Dibasahinya sekujur tubuhnya dengan air. Dirasakannya dingin menusuk-nusuk wajahnya. Dipijatnya kepalanya dengan lembut. Sebisa mungkin sebuah sensasi yang nikmat dan menyegarkan diresapinya. Bagi sebagian orang, mandi merupakan salah satu terapi untuk menenangkan diri.Begitu selesai mandi dan hendak berpakaian, Stefan agak bergidik badannya, sebab teringat dengan sosok Erick yang tengah berada di ruang keluarga. Stefan menghembuskan napas panjang. Meskipun tidak akrab, Stefan mengenal siapa itu Erick?Tidak ingin dinilai lemah di hadapan istri, setelah berpakain rapi, Stefan menguatkan diri lalu melangkah ke ruang keluarga tanpa ada rasa merendah sedikit pun. Sebab status menantu dan ipar masih ada pada dirinya, jadi mana mungkin dia akan diam saja.“Hei
Stefan mengemasi semua pakaian-pakaiannya dalam sebuah tas besar. Semua penghargaannya yang berada di dalam lemari dimasukkan ke dalam dua buah karung. Sebelum pergi, dibersihkan dan dirapikannya kamar tidurnya.Stefan keluar kamar, lalu mendekati istri dan ibu mertuanya bermaksud berpamitan. Namun, ibu mertuanya malah tidak peduli dan Stefan sangat dipersilakan untuk angkat kaki dari rumah ini. Dilihatnya mata istrinya, mata yang layu, sarat akan makna tapi bibirnya tak mampu bicara.Jika pergi merupakan opsi terbaik, Stefan akan melakukannya. Meski begitu, dia belum melayangkan kata cerai terhadap istrinya karena masih berharap akan ada jalan terang lain. Stefan pergi dengan membawa hati yang hancur berkeping-keping.Dia berjanji pada dirinya sendiri akan melakukan balas dendam terhadap mertua dan iparnya. Saat ini memang dia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi suatu saat nanti mertua dan iparnya akan bertekuk lutut di hadapannya, yakin akan terjadi.Stefan akhirnya memutuskan untuk me
“Aku tidak percaya!” Stefan tercengang.“Sumpah, demi Tuhan, aku tidak bohong.”“Kenapa kau tidak bekerja di sana ikut ayahmu?”“Selain tidak dibolehkan oleh ayahku, aku juga hanya berkeinginan bekerja di Indonesia.”“Ayahmu tinggal di Jakarta, kenapa kau malah tinggal di Palembang dan bekerja di sebuah perusahaan swasta kecil?”Grace memberikan tatapan cukup tajam. “Aku ingin cari pengalaman baru. Kenapa banyak orang mau merantau ke Jawa, terutama Jakarta? Anti-mainstream. Aku ingin mencari peruntungan di sini.”Stefan memainkan ponselnya. “Chat aku dan ayahmu belum kuhapus. Jika aku menawarkan diri kembali dengan membawa namamu, apakah ada kemungkinan aku akan diterima?”“Aku tidak bisa memastikan, Stefan. Tapi nanti akan aku coba bantu. Aku akan bilang pada ayahku kalau kau pantas untuk bekerja di sana. Jika diterima, bagaimana dengan urusan keluargamu?”Stefan menyandarkan punggungnya ke dinding. “Entahlah. Otakku rasanya mau pecah kalau memikirkan rumah tangga.”===>>>∆