Share

Empat

Bahagia Usai Berpisah

(POV Hanin)

🍁🍁🍁

Sejak saat itu Mas Farhan terus memaksa agar aku mengizinkannya menikah dengan Rita. Aku mengenal anak itu dan sering kali bertemu dengannya saat aku membeli beras. Ku akui, parasnya cantik serta tutur katanya lembut, namun disisi lain aku juga tak menyangka jika ia mau dinikahi oleh laki-laki yang sudah memiliki anak dan istri.

Aku dan Mas Farhan sudah menikah hampir 12 tahun lamanya, kami tidak dijodohkan. Dulu, Mas Farhan adalah sosok Ayah yang perhatian, suami yang baik juga bertanggung jawab. Kami bertemu dan berkenalan saat sama-sama bekerja menjadi buruh pabrik. Sifat Ibu mertuaku dulu juga tak seperti sekarang, Ibu berubah saat Ayah tiri Mas Farhan meninggal dunia. Sejak dulu Ibu memang menunjukkan ketidaksukaannya padaku secara terang-terangan. Kala itu ia selalu mengeluh karena aku tak kunjung hamil. Aku dan Mas Farhan pun sempat putus asa karena di tahun ke 6 pernikahan, kami belum diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua. Segala macam pengobatan, terapi, dan pemeriksaan kami jalani. Hasil tes menyatakan jika tak ada masalah, kami berdua subur dan sehat. Hingga hari itu datang, hari dimana aku merasakan mual dan sakit kepala yang tak kunjung reda. Ku pikir hanya gejala masuk angin biasa, namun Mas Farhan memaksa agar aku memeriksakan diriku ke Rumah Sakit.

Betapa bahagianya aku ketika Dokter mengatakan jika aku positif hamil. Kehamilanku berusia 8 minggu kala itu, saat melakukan USG untuk pertama kalinya kami mendengarkan detak jantung anak yang sudah lama kami rindukan. Perhatian yang dicurahkan Mas Farhan padaku kian bertambah seiring dengan bertambahnya usia kandunganku. Ibu mertua juga tak pernah lagi mencari masalah. 

Orang tuaku telah meninggal sejak aku duduk di Sekolah Menengah Pertama, mereka meninggal dalam kecelakaan lalu lintas ketika mengantar sayur-sayuran dagangan kami. Nyawa Ibu dan Bapak tak dapat diselamatkan akibat luka berat karena motor yang mereka gunakan ditabrak oleh Truk dari arah berlawanan. Sejak hari itu aku menjadi yatim-piatu. Selama itu aku hidup bersama Pakde Nyoto, kakak dan satu-satunya saudara Ayah di kampung. Beliau pula yang menyekolahkan dan merawat diriku seperti anaknya sendiri.

Anak pertama kami diberi nama Utara Bintang Fajar, ia lahir dengan sehat dan selamat. Sikap Ibu mertuaku kembali menjadi saat Utara berusia 2 tahun, Mas Farhan di PHK dan akhirnya kami diboyong pulang ke kampung halaman Mas Farhan. Selang satu tahun kemudian Ayah tiri Mas Farhan meninggal dunia akibat serangan jantung. Ibu mulai sering mencari alasan untuk sekedar memarahi atau membuat aku dan suamiku bertengkar. 

Aku berkali-kali meminta agar Mas Farhan mau keluar dari rumah, tapi ia tak pernah mau. Apalagi setelah Kamila, adik tiri Mas Farhan berangkat menjadi TKW. Hanya Kamila satu-satunya orang yang menyayangi aku dan Utara secara tulus di dalam rumah itu setelah Bapak mertuaku tiada.

3 tahun kemudian aku kembali hamil, kali ini kehamilanku terasa berat, apalagi aku sering dituntut untuk mencari pekerjaan atau uang tambahan demi Utara. Mas Farhan tak lagi peduli padaku ataupun janin yang ada dalam kandunganku. Ia telah berubah 180°. Anak keduaku berjenis kelamin perempuan, ku beri nama Utari Cahaya Senja.

🍁🍁🍁

Malam ini tak sama seperti biasanya, setelah memberi Utara makan malamnya, aku dan anak-anak segera masuk ke dalam kamar. Jam menunjukkan pukul 3 subuh ketika Utari mulai rewel. Bungsuku sangatlah jarang menangis, ia hanya akan menangis jika merasa lapar, kedinginan, atau minta diganti popok. Ia kembali lelap setelah aku menyusuinya, ku tinggalkan putriku itu untuk menunaikan sholat subuh. Tak lama berselang Utari kembali bangun, tangisnya membangunkan Mas Farhan dan juga Ibu.

"Itu kenapa sih, dari tadi nangis terus?" tanya Mas Farhan kesal. 

Aku tak menjawab, hanya fokus menimang Utari sambil sesekali menyodorkan pay*d*ra namun Utari kembali menolaknya. Ia menggelengkan kepala berusaha menghindarinya. 

"Sshh ... sshh, anak soleha sayang ... cup cup cup ...," kembali ku dekap bayi kecilku, tangis Utari mulai mereda. Apakah ia ikut merasakan kesedihanku? Ah, sayangku maafkan Ibu ....

"Kamu itu bikin aku emosi terus, sudah gak akur sama Ibu, gak nurut sama aku, bikin masalah aja kamu Han!" Mas Farhan mengekor saat aku telah masuk dalam kamar dan menidurkan Utari.

"Aku capek Mas, aku mau istirahat." ucapku dingin. Tubuhku terasa sakit, ditambah oleh ucapan Mas Farhan serta ocehan-ocehan Ibu yang menyakitkan hati.

"Kamu itu disini numpang Han, tau diri sedikit. Harusnya kamu biarin Farhan menikah lagi, dia juga layak bahagia. 12 tahun menikah sama kamu Ibu lihat nggak ada kebahagiaannya sama sekali." suara Ibu terdengar dari dalam ruang tamu.

Aku memijit pelipisku lembut.

"Aku tetep bakalan nikahin Rita, mau kamu setuju ataupun enggak. Urusan anak-anak bakalan tetap aku nafkahi, kamu nggak usah khawatir." timpal Mas Farhan lagi.

Dadaku serasa bergemuruh, aku lelah, letih, dan marah pada keadaan ini.

"Hanin?"

"CUKUP MAS!" teriakku lantang ke arah Mas Farhan, mimik wajahnya seketika berubah. Ia tampak tak percaya jika aku baru saja meninggikan suaraku di hadapannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lail Maubile
Farhan ini ank nya saja TDK bisa di beri uang jajan ,tapi kelebihan nya apa yg membuat dia untuk mau menikah lagi.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status