Share

Jessy Melahirkan

Jess terduduk di antara deretan pohon yang mengelilingi parit kecil. Mata sayunya tak henti memandangi ikan-ikan kecil yang bebas berenang di bawah pantulan sinar rembulan. Sesekali ia mengelus perut buncitnya yang ada di balik sweater, bayinya senang sekali menendang-nendang. Tak terasa, sebentar lagi buah cinta itu akan melihat luasnya dunia. Hatinya dirundung kesedihan mengingat sosok Nick yang jauh. Seharusnya, di usia kandungan yang menginjak sembilan bulan, Nick selalu berada di sampingnya, memanjakan dan menjaganya seperti pasangan lain yang ia lihat. Namun, dia harus mengubur dalam-dalam keinginan untuk menikmati masa trimester akhir kandungan bersama pria yang dua tahun ini menjadi suaminya, menuruti ambisi yang sangat berbahaya.

Jess menyisir gelenyar rindu yang melintas membentuk garis di pipi, entah ke mana ia akan membawa sepucuk rindu yang membuncah. Banyak lembar cerita yang mengisahkan biduk rumah tangga antara mereka dengan berbagai macam konflik dan selalu berakhir dengan senyuman. Bahkan, ini kali pertama Nick membuat air matanya pasang. Rasa rindu bercampur cemas mengguncang dada, perasaan itu bahkan merenggut kebebasan berpikirnya.

“Jess!” Suara seorang pria mengalun lembut di telinga, membuat sekujur tubuh seketika menghangat. Jess mengenali kebiasaan itu. Segera, ia menolehkan kepala.

“Nick!” Gadis penyuka senam itu memeluk tubuh atletis Nick, ia menumpahkan air mata di dada bidang suaminya.

“Jess, aku merindukanmu.” Bibir Nick menyapu lembut kening dan pipi istrinya.

“Aku lebih merindukanmu.”

“Katakan padaku, mengapa kau menyusulku di tempat ini? Kau tahu, tempat ini sangat berbahaya.” Nick menatap lekat wajah mulus Jess sambil menggenggam kedua tangan mungil itu.

“Aku harus bagaimana? Aku sangat merindukanmu dan juga mencemaskanmu, aku sangat membutuhkanmu, Nick!” Kesenduan merundung mata indah wanita yang ada di hadapan Nick.

“Pulang!” Nick memejamkan mata, seolah ada beban yang menghimpit dada.

“Jangan mencemaskanku. Percaya padaku, kita akan bertemu lagi di lain waktu.” Perlahan, genggaman tangan Nick terlepas disusul sileut tubuhnya yang semakin menghilang.

“Nick, jangan tinggalkan aku!”

“Nick!” Jess meraung memikirkan hatinya yang sekarat, ia tak bisa mengejar Nick dengan perut yang besar.

“Jessy … Jessy!” Seseorang menyentaknya dari alam lain.

“Nick!” Jess membuka mata dengan pacuan jantung secepat air yang sengaja dituang.

“Berapa lama Nick pergi dan kau mulai memimpikannya?” Seorang pemuda dengan kisaran usia dua puluh empat tahunan berujar.

“Iya.” Gadis berhidung lancip itu menjawab singkat, lalu meneguk habis air minum di meja. Udara panas di luar sangat mengeringkan tenggorokan.

“Jacob! Maaf, kalau itu membuatmu tidak nyaman.”

“Tidak apa-apa. Kau istrinya, jadi wajar saja jika kau mencemaskannya.” Pria bernama Jacob menenggelamkan kepala Jess ke dadanya. Perempuan  itu diam, menikmati aroma mawar yang menguar di jas mewah Jacob.

“Sekarang tidurlah, aku harus pergi untuk suatu urusan!”

“Apa ini sudah malam?” tanya Jess.

“Masih siang!”

“Pergilah, terima kasih sudah menemaniku. Aku akan tidur lagi, sepertinya aku butuh banyak waktu untuk tidur.”

“Jaga dirimu baik-baik.” Jacob mengelus perut Jess sesaat sebelum menghilang dari temaram lampu tidur yang terperangkap di ruang tanpa jendela milik Jess.

Jess masih bergulung dengan selimut, mencoba memejamkan mata berkali-kali demi mengganti malamnya yang terjaga. Calon ibu itu menggelinjang gelisah di atas ranjang. Hampir seluruh waktu malamnya terkuras untuk sesuatu yang kosong. Insomnia menyerang setelah mimpi buruk terlewati. Jess mendesah dan berteriak frustrasi, keinginan sebatas tidur dengan nyenyak tidak terpenuhi.

Jess bangkit dan meraih botol anggur yang bertengger rapi di mini bar yang ada di ruang sebelah kamar pribadinya. Ada sedikit keraguan ketika bau khas itu menusuk hidung, sudah lama lidahnya tidak bermain dengan cairan itu hingga aromanya saja menjadi sedikit berbeda di penciuman. Mendadak bayangan Nick berkelebat, egonya pun merangkak, melampaui batas akal sehat. Segelas anggur tertuang dalam gelas gaca yang didesain seperti batu permata yang mengkilat, Jess meneguknya hingga tandas bahkan ia mengulang lagi hingga botol itu menjadi ringan tak berisi.

Tegukan terakhir membuat bumi yang dipijak seolah bergoyang diterpa badai angin. Tubuhnya terhuyung ke kanan dan ke kiri, menabrak perkakas yang seluruhnya terbuat dari kaca. Bunyi pecahan tak dapat dielak, Jess sudah tersungkur di antara keping-keping tajam. Mulutnya berkali-kali memuntahkan cairan. Tak lama, knop pintu tiba-tiba berputar, sesosok gadis berambut pirang muncul dari balik pintu. Ponsel di genggamannya spontan terjatuh. 

“Jessy!” Gadis itu tergopoh-gopoh menghampiri Jess, cepat-cepat ia membuat panggilan di benda persegi yang sempat diraihnya di ambang pintu.

“Hallo, Bill. Cepat ke mini bar pribadi Jessy.”

“Segera!”

Lima menit berlalu, pria bernama Bill sudah ada di ruangan yang dituju. Pemuda yang mengenakan stelan jas serba hitam itu mulai mengangkat tubuh Jess, kini ia mengerti kenapa gadis itu menyerahkan tugas ini padanya. Bola mata Jess berputar-putar memindai garis datar di wajah Bill, jemarinya hendak meraih wajah Bill, tetapi terjatuh sebelum berhasil mencapainya.

“Velove, kenapa dia semabuk ini?”

“Aku tidak tahu. Dia sudah seperti ini saat aku masuk.”

“Nick, kau sudah kembali, huh? Apa kau merindukanku seperti aku merindukanmu?” Bill diam, pemilik mata elang itu hanya menjatuhkan sekilas pandangannya pada wanita yang dibopong.

“Sayang, berhenti sebentar! Aku ingin …” Jess bersendawa hingga aroma anggur yang menguar menusuk hidung Bill. 

Dua lawan jenis itu saling menukar pandangan. Bill menghentikan langkah setelah mendapat anggukan dari Velove. Setelah Jess turun dari gendongan, ia mencengkeram jas Bill untuk bertumpu. Tentu Bill tidak keberatan, lengan kurusnya dengan sigap menahan tubuh mungil wanita hamil tersebut agar tidak sampai jatuh. Namun, siapa sangka, Jess malah melakukan tindakan yang berhasil merebus naluri Velove. Jessy tanpa malu melumat bibir Bill penuh gairah.

“Jess, apa yang kau lakukan?” Jess tetap pada aksinya, sedang Bill terlihat begitu tidak nyaman.

“Jessy!” Velove menarik tubuh Jess sedikit kasar hingga aksi memalukan itu terlepas. Tubuh Jess yang seperti tak bertulang hampir tersungkur jika Velove tak langsung menahannya.

“Hey, Joan. Apa kau cemburu padaku? Terimalah kenyataan bahwa Nick hanya mencintaiku,” racau Jess.

“Aku tidak peduli siapa Joan, tapi aku tidak terima kau mencium tunanganku. Aku saja tidak pernah berbuat seintim itu.” Velove mencengkeram lengan polos Jess sambil melotot, sedangkan Bill harus menahan kesal melihat tingkah mereka berdua.

“Hah, tunanganmu? Kau bermimpi?” Jess tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi.

“Sudahlah, jangan meladeni orang mabuk, Ve. Kalau seperti ini, apa bedanya kalian berdua.”

Bill yang tidak sabar segera membopong Jess untuk menaiki mobil. Istri Nick harus segera mendapat perawatan. Velove mengekor dan terpaksa harus mendengarkan racauan tidak jelas dari mulut Jess di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Jess langsung ditangani di ruangan khusus. Dokter muda yang melayani Jess sedikit tercengang ketika akan melakukan sebuah tindakan, ada cairan bening yang mengalir di kedua paha. Perempuan mabuk itu terus meracau tidak karuan seperti merasakan sakit yang luar biasa, perutnya mendadak keras. Jess benar-benar tidak berdaya.

Tim dokter menyayangkan tindakan Jess yang mabuk di hari-hari menjelang kelahiran. Dengan persetujuan Bill, tim dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi. Setelah beberapa waktu, tangis bayi yang kencang memenuhi ruang, tetapi tidak dapat membangunkan Jess yang hilang kesadaran. Dokter cantik dengan tanda pengenal “Joana Alexandra” keluar ruangan dengan pakaian dinas yang sudah rapi.

“Tuan Bill dan Nona Velove! Selamat bayinya perempuan, untuk sementara waktu akan di tempatkan di ruang khusus untuk mendapatkan sedikit perawatan. Kalian boleh melihatnya di balik kaca saja.”

“Dokter Joana, apa bayi itu baik-baik saja?” tanya Velove.

“Tidak begitu baik tapi juga tidak mengkhawatirkan.”

“Bagaimana dengan ibunya?” Lagi, gadis itu mengajukan pertanyaan.

“Nona Jessy pingsan setelah pecah ketuban dan kontraksi. Ia melalui masa kesehatan yang buruk.  Gula darah dan tensinya sangat rendah ditambah ia mengonsumsi alkohol dengan jumlah yang banyak.” Bill dan Velove diam tak bereaksi, mereka menyerahkan Jess sepenuhnya pada dokter.

Sejurus dengan kepergian dokter, Bill dan Velove berencana melihat bayi Jess. Beberapa langkah yang terlewati segera terhenti, sepasang kekasih itu saling melempar pandang setelah mendengar jeritan memilukan dari ruang rawat Jess.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status