Share

Menemukan Yodas dan Gaffin

Pukul 00.59 dini hari, kabut tebal menerjang pandangan. Udara yang dingin menghasilkan bulir-bulir basah seluruh isi hutan. Tebal jaket tidak melindungi mereka dari suhu yang semakin ekstrem. Di tengah gigil yang mendera, Nick berusaha melawan dingin dan bersikap biasa saja. Sesekali jemarinya mengusap layar yang lembab, sinar matanya menyala, seulas senyum pun melengkung di bibirnya yang eksotis. Semua anggota dapat menebak, apa yang akan dikatakan olehnya karena mereka juga melihat apa yang ada di layar ponsel.

Manik mereka jatuh pada objek yang ada di depan, sebuah gua yang ditumbuhi rumput.  Kabut putih di hamparan malam yang pekat membuat penampilan gua itu seperti rumah hantu. Dahi Nick mengernyit. Untuk apa Yodas berada di dalam sana? Nick mengajak teman-teman untuk masuk ke sana melalui bahasa mata. Tidak ada yang membantah, mereka semua mengangguk. Sampai di mulut gua, Nick mengisyaratkan mereka untuk berhenti. Seekor piton raksasa melintas, menghalangi jalan. Mereka mematung, membiarkan ular besar sepanjang dua meter itu mencapai tujuannya. Mehmet memejamkan mata dengan mulut tetap terkunci ketika reptil itu melindas sepatunya.

Setelah beberapa saat menahan napas dan kecemasan, lelaki berusia dua puluh satu tahun itu akhirnya menyentak napas lega melihat tubuh ular telah sempurna masuk ke dalam semak di pinggiran dinding gua bagian luar. Mereka meneruskan langkah yang terhenti. Berbekal senter di kepala, mereka menyorot setiap sudut dengan cahaya putih yang ada hingga tampaklah kristal-kristal berkerucut yang menghiasi langit-langit dan bebatuan berbagai macam ukuran menghias ruang yang sangat lembab itu. Nick menyapu seluruh sudut, matanya dihadiahi sebuah kejutan yang meremas tulang dada.

“Gaffin!” Nada suara Nick berada di tingkat paling tinggi, semua mata mengarah ke tempat di mana pandangan Nick telah terpaku. Mereka terbelalak melihat Gaffin tergeletak dengan tubuh polos terlentang.

“Gaffin!” Mereka bersuara dengan serempak kemudian berlari ke arah bebatuan besar yang menjadi kasur untuk tidur teman mereka.

Mereka syok mengetahui kenyataan bahwa Gaffin telah meninggalkan mereka untuk selamanya. Nick dan semua orang memandang hancur jasad Gaffin yang tidak karuan. Isakan kecil terdengar lirih di kerongkongan Nick, tiba-tiba pemuda berparas tegas itu dihinggapi rasa bersalah. Ia harus menanggung dosa atas menghilangnya nyawa pemuda yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Seketika ingatannya mengembara ke masa lalu.

“Nick, apa kau tidak apa-apa?” Gaffin memberikan uluran tangannya setelah membersihkan kedua kaki Nick yang berdarah. Nick kecil bergeming, menyembunyikan wajahnya di paha.

“Kenapa kau menolongnya, Gaffin? Awas, aku akan memberi hadiah untuk anak miskin itu?” Seorang teman sekelas mereka berujar dengan membawa sebotol air yang diambil dari comberan dan bergegas menghampiri Nick yang masih duduk menekuk lutut. Tapi dengan sigap, botol yang sudah di atas kepala Nick berhasil direbut oleh Gaffin.

“Rasakan ini Jimmy, kau tidak akan bisa melakukannya pada temanku.” Gaffin menuangkan air super bau itu ke kepala Jimmy tanpa ragu.

“Gaffin, kau jahat! Awas kau, aku akan memberitahu ayahku tentangmu dan juga anak miskin itu!!” Jimmy berkata dengan ekspresi sangat marah, teman-teman Jimmy yang juga suka menghina ikut melotot, takut jika Gaffin akan melakukan hal yang sama pada mereka.

“Dasar pengadu! Laporkan saja sana, aku tidak takut. Awas saja kalau kalian masih mengganggu Nick, akan aku luluri kalian dengan kotoran babi.” Gaffin berteriak sembari berkacak pinggang, Jimmy dan teman-temannya pun pergi.

“Ayo, ikut denganku. Mereka sudah pergi.” Nick mengangkat kepalanya, melihat senyum yang melingkar di wajah bulat Gaffin.

“Terima kasih!” kata Nick tanpa ekspresi.

“Mulai sekarang kau jangan takut, ada aku. Mereka tidak akan pernah mengganggumu lagi!” Gaffin menggenggam tangan Nick kemudian anak-anak berusia sembilan tahun itu saling melempar senyum.

Sejak saat itulah, persahabatan di antara mereka tercipta. Bagi Nick, Gaffin bukan hanya seorang sahabat yang menyayanginya dengan tulus, tetapi dia seperti sosok ayah yang selalu melindunginya dari anak-anak nakal hanya karena dia seorang anak yang miskin. Nick menangis sambil memeluk jasad Gaffin. Teman-teman yang lain mengelus bahu Nick, perasaan mereka sama hancurnya.

“Yodas! Joe!” Tiba-tiba Nick teringat dengan mereka berdua.

“Tenang Nick, jangan berpikiran macam-macam. Ayo kita cari mereka!” kata Mehmet. Nick mengambil selembar kain di ranselnya kemudian membentangkannya ke tubuh Gaffin.

Dari pantauan di layar ponsel, keberadaan Yodas berjarak beberapa meter lagi. Mereka masuk ke salah satu lorong. Sialnya, bukannya semakin dekat malah mereka semakin jauh dari titik. Dengan semangat yang masih tersisa, mereka menyusuri semua lorong. Akan tetapi, mereka hanya menemukan genangan air dan berbagai macam hewan penyuka lembab. Lelah mendera, Youvee dan yang lainnya mengusulkan agar mereka kembali, tetapi Nick menolak usulan itu, pemuda setinggi 178 cm itu bersikeras untuk maju. Setelah melalui perdebatan panjang, Nick akhirnya mau mengesampingkan egonya. Dan mereka kembali ke lorong utama gua dengan membawa harapan yang hampir musnah.

“Sekarang bagaimana? Kita tidak tahu apakah mereka masih hidup atau tidak.” Steve menyugar rambutnya, frustrasi.

“Nick, hentikan perjalanan konyol ini atau kita akan menjadi mayat!” ucap Lutfi, wajahnya terlihat sangat kacau.

“Benar, sebaiknya kita kembali ke kota. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi selanjutnya.” Mehmet menimpali.

“Apa katamu? Tidak semudah itu, Mehmet! Jika kita kembali, apa yang akan kita lakukan dengan keluarga Gaffin, Yodas, dan Joe? Katakan Mehmet, apa kau sanggup melihat mata tak berdosa mereka? Apa kau siap menjadi keset para bedebah yang berlindung di balik seragam militer, huh?” Nick mencengkeram kerah jaket Mehmet. Mata dinginnya membekukkan otak Mehmet.

“Persetan dengan mereka, kita lebih baik kembali menjadi pengecut bahkan keset orang-orang besar itu!” Sanskar memantik amarah Nick menjadi semakin besar. Dalam sekejap, kepalan keras mendarat di wajah Sanskar hingga darah mengalir di lubang hidung dan bibirnya yang pecah.

“Kendalikan dirimu, Nick!” Youvee berupaya menenangkan keadaan.

Nick meraung, meluapkan bara di dadanya. Kerikil-kerikil tak bernyawa pun menjadi sasaran amarahnya, tangan kekarnya meninju-ninju dinding gua, Nick semakin tidak terkendali. Merasa memiliki hutang budi, Youvee berusaha keras untuk menenangkannya, sedangkan Mehmet membisu. Pelan-pelan, Mehmet menghindari Nick dan teman-temannya, berjalan santai menuju dinding gua sebelah kanan yang menurutnya sedikit aneh. Beberapa saat berdiam diri dan membiarkan otak dan indera pendengarannya bekerja, rasa terkejut terpahat sempurna di wajahnya.

“Nick, berhentilah bertingkah seperti orang kesetanan. Kemarilah!” Nick menghentikan amukannya dan menusuk Mehmet dengan pandangan nyalangnya.

“Tajamkan telinga kalian!” ujar Mehmet. Sebuah lagu kebangsaan terdengar lirih di balik batu.

“Ouviram do Ipiranga as margens placidas ….”

“Itu, seperti suara Yodas?” Sanskar menduga-duga. Nick menyentuh bongkahan batu besar itu, ia melihat ada celah di setiap sisi sepanjang dua meter tersebut.

“Yodas! Yodas!” Tiba-tiba lantunan lagu itu diiringi isakan yang memilukan. Nick dan semua orang berusaha mencongkel batu ringan selebar satu meter itu dengan seluruh tenaga.

“Hap … ya!”

Mereka terjengkang saat batu itu berhasil terbuka. Sebuah terowongan kecil terbentang, mereka masuk dengan menyibak jaring-jaring putih yang hampir memenuhi ruang. Ada banyak tarantula dengan berbagai jenis corak dan ukuran. Selain itu ada kalajengking dan lipan seukuran lengan tangan orang dewasa. Mata mereka terpaku pada buntalan-buntalan putih besar yang tergantung di langit-langit, itu adalah buruan tarantula yang akan dijadikan santapan. Ada banyak kepompong, mereka kesulitan bahkan tampak putus asa mencari-cari keberadaan Yodas.

“Yodas!” Para pemuda itu berteriak, kemudian terdengar kembali sebuah nyanyian yang sempat terhenti. Mereka mengikuti arah suara, hingga akhirnya mereka menemukan satu buntalan yang bergerak-gerak.

“Yodas!” Gesit, tangan Nick menebas kepompong berisi manusia, kemudian mengulitinya bersama-sama.

“Akhirnya kami menemukanmu, Yodas, bertahanlah!” Nick membantu pria tak berdaya itu untuk minum. Yodas tersenyum, wajahnya yang seputih kapas tampak lega.

“Joe, Gaffin.” Yodas memekik histeris setelah menyebut kedua nama itu.

“Yodas tenanglah, kami sudah menemukan Gaffin. Tapi Joe dan kamu, apa yang terjadi pada kalian? Di mana Joe?” Steve yang penasaran tak begitu memperdulikan kondisi Yodas yang buruk.

“Joe kedinginan di pinggir sungai. Ah, tidak, Joe sudah mati. Monster raksasa di sana membunuhnya.”

“Yodas, apa yang kau katakan?” Nick memandangnya bingung.

“Joe mati, Gaffin mati!” ucap Yodas berulang-ulang, seperti mengalami trauma yang amat besar. Perlahan suara Yodas mengecil.

“Yodas, Yodas!!” Nick menepuk-nepuk pipi Yodas, tetapi suara lirihnya tiba-tiba hilang setelah kelopak mata mengatup rapat. Mehmet memeriksa denyut nadi dan udara yang dihidung Yodas.

“Dia sudah tidak ada,” ujar Mehmet, air mata yang meleleh menandakan hatinya yang hancur.

“Tidak!!” Jeritan Nick bagaikan bom yang memecahkan gendang telinga.

Keenam pemuda itu menangis seperti anak kecil, menciptakan awan-awan hitam yang siap menjatuhkan hujan.

Jasad Yodas digotong keluar kemudian dibaringkan di samping jasad Gaffin. Lutfi menaburkan bubuk racun di sekeliling mereka, baunya yang menyengat membuat hewan apa pun tidak akan tertarik untuk mendekat. Mereka akan memastikan keadaan Joe sebelum memberikan tempat peristirahatan yang layak untuk Gaffin dan Yodas. Seberkas cahaya merayapi bumi, mereka tidak lagi membutuhkan cahaya senter, ruang gua sudah sedikit terang. Rombongan yang masih bertahan itu keluar setelah semuanya selesai, letak sungai yang tidak terlalu jauh dan juga sinar matahari yang terang membantu pergerakan mereka lebih cepat. Mereka tak perlu was-was dengan bahaya yang mengintai.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sugimelati Sugimelati
Alur ceritanya sngat bagus di tunggu Kelanjutanya ya Luna?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status