Aroma lili menyeruak ke sudut-sudut ruang. Jess mematut dirinya di cermin hias, gaun hitam sepanjang lutut melekat apik di tubuhnya. Gaun ketat tanpa lengan dengan kualitas super itu melekat sesuai pahatan tubuhnya yang indah tanpa memberi efek panas dan alergi. Jess terlihat sempurna dengan sapuan lipstik glossy berwarna karamel. Rambut ikalnya digelung, memamerkan leher jenjang berhiaskan berlian kecil yang cantik. Tanpa penebal alis dan maskara, warna alis dan bulu matanya tampak tegas dan menyala.
Jess berputar, memindai pantulan dirinya di cermin, raut wajahnya berubah redup. Ia mengelus bagian tangannya yang berotot. Sebelum melahirkan, bahkan urat halus pun tak terlihat. Beruntung, badannya yang sempat kurus kini mulai berisi sehingga ia tak perlu malu mengenakan pakaian-pakaian seksinya kembali. Jess menyambar kunci mobil setelah selesai mengenakan sepatu hak tinggi berwarna serupa dengan pakaiannya. Tak lupa, kacamata hitam bertengger di pangkal hidungnya yang tNick dengan kesendiriannya melawan rasa putus asa yang semakin kronis. Dia berjalan terseok-seok karena kehabisan tenaga. Sengatan matahari membuatnya sedikit terhuyung. Ia sangat haus dan kelaparan. Sepanjang perjalanan ia tak menjumpai makanan, hutan tropis itu seakan kering. Nick terjatuh dan kesadarannya menghilang, jiwanya terbang ke sebuah sungai. Seorang perempuan cantik bermata biru mengajaknya bermain air. Gadis itu menarik Nick ke dalam air dan pada saat ia akan tenggelam, kelopak matanya terbuka diiringi deru napas yang tak beraturan.Nick mengangkat beban tubuhnya, mimpi buruk yang baru terjadi menyuntikkan tenaga baru ditubuhnya. Ia berjalan menaiki bukit, ada gumpalan asap yang menarik perhatiannya. Susah payah melewati medan ekstrem, akhirnya ia menemukan sumber asap yang dilihatnya. Nick berjalan menembus kepulan yang membuat perih kedua aksanya, bahkan pemuda itu sama sekali tak ingat dengan peringatan pemimpin suku waktu itu.Nick terus be
Jess duduk di balkon, menyesap gulungan putih yang mengandung tar dan nikotin. Sebuah potret dilihatnya berkali-kali dengan gelisah. Elfara kecil tiba-tiba berlari ke arahnya, gadis itu tersenyum membawa sebuah lukisan di hvs. Jess menaruh foto Nick di sisi kopi panasnya. Sejak Nick pergi, kopilah yang menemani hari-harinya, tidak ada lagi cokelat panas yang menenangkan pikirannya. “Mommy!” Jess melihat kertas yang diberikan Elfara, anak itu menggambar dirinya yang diapit oleh Jess dan Nick dengan sematan sebuah kalimat “perfect family”. Jess tersenyum miris, lima tahun tumbuh menjadi gadis cantik, anak itu menginginkan hal yang sama, sosok ayah dan tentu saja kasih sayang darinya. Jess mengulurkan kembali lukisan itu tetapi ketika belum sempat diraih, kertas itu terbawa angin. Elfara berusaha meraihnya lalu tak sengaja menyenggol kopi ibunya yang masih mengepul. Pecahan gelas terdengar, cairan hitam mengenai kulitnya yang lembut. Ia segera menunduk mendapati
Bayu bertiup menyingsing dedaunan, menjalanankan tugas di alam semesta. Mehmet menyembulkan sedikit kepala dari lubang kecil yang tertutup balok, memindai keadaan sekeliling. Setelah memastikan keadaan aman, Mehmet keluar dari terowongan kecil bawah tanah. Ia berjalan ke arah sungai dengan menggenggam sebuah kapak yang terbuat dari batu yang diruncingkan dan bambu yang ujungnya juga diruncingkan.Mehmet memusatkan bola mata ke target incarannya dan dengan gerakan cepat, ia menangkap dua ekor ikan dalam waktu yang singkat. Ia membakar hasil buruannya menggunakan api yang ia hasilkan dari tenaga surya. Hidup di hutan selama beberapa tahun mengajarkannya banyak hal, terutama dalam perihal pertahanan diri.Mehmet melahap buruan tak seberapanya seraya menajamkan indera pendengaran. Pengalaman hidup menuntunnya untuk selalu mawas diri. Suara gemericik air yang tersamar di balik desau angin mengalir ke lubang telinganya. Suaranya yang sedikit berbeda dengan suara arus pad
Di kediaman Erhan, tampak seorang gadis kecil keluar dari gedung tinggi bernuansa putih tulang. Ia berjalan menuju taman kecil di samping rumah. Melihat aneka kupu-kupu yang terbang beriringan menghinggapi bunga-bunga. Senyum mengembang sekilas kemudian pupus. Bola matanya lurus, memandang kosong objek yang ada. Mendung berarak meredupkan wajah putihnya. “Elfara! Kau di sini? Aku mencarimu ke mana-mana.” Seorang wanita berusia tiga puluh tujuh tahun berlari kecil menghampiri gadis kecil yang dipanggilnya. Elfara menoleh sekilas, kemudian meneruskan aktivitasnya kembali. “Kau suka kupu-kupu itu?” Elfara diam, tak tertarik untuk menjawab pertanyaan basi wanita yang merawatnya sejak bayi itu. “Misca, apa mommy akan pulang malam lagi hari ini?” Perempuan berambut pirang itu tampak bingung dengan pertanyaan Elfara. “Em, Tante kurang tahu, sayang. Sekarang, Elfara masuk dulu, yuk! Tante sudah menyiapkan sarapan enak untuk Elfara.”
Di bawah desir bayu, pikiran Nick melayang mengelilingi sebuah memori. Nick terbelenggu dalam sebuah nama, “Jess”. Ia hanyut dalam denyut kesetiaan yang lemah. Tanpa diduga, mendung berarak di pelupuk matanya, ia tercabik dalam ruang rindu yang terasing. Mengapa ia bisa melupakan cinta sucinya setiap kali bersanding dengan wanita yang selama ini membasuh kegersangan hatinya? Berkhianat adalah ciri khas seorang pecundang bermuka dua. Dan itulah wajahnya saat ini. Gejolak di hatinya memberi efek getar di bahunya hingga sentuhan lembut seseorang tak mampu membuatnya tersadar. Tiba-tiba, pelukan lembut menghangatkan tubuhnya, menghentikan gelombang yang mengoyak kalbunya. Nick tersenyum, menatap wajah teduh wanita yang merengkuhnya. “Masma, kau belum tidur?” “Aku melihatmu sedang bersedih. Bagaimana aku bisa tidur?” “Kau harus banyak istirahat, sebentar lagi kau akan melahirkan.” “Nick!” Masma memegangi perutnya. “Apa sudah wak
Nick mengerjap, rasa nyeri mengalir ke seluruh tubuh. Kadarnya naik beberapa tingkat jika terjadi pergerakan di tubuh. Sengat mentari membuat kulit mengeluarkan cairan dari dalam pori-pori. Nick memindai sekeliling, ada perahu kecil di bibir sungai. Jika dilihat dari debu yang menempel, badan perahu yang tingginya melampui dirinya itu diperkirakan telah terdampar selama bertahun-tahun. Mungkin, kapal itulah yang membuatnya kehilangan kesadaran. Nick membuang pandangan ke sisi kanan, dengkuran halus terdengar dari sana, ia merasa lega melihat bayinya baik-baik saja. Jagoan kecil itu tidur nyenyak di dada Mehmet dengan posisi tengkurap. Pelan, ia mengambilnya agar tidak terbangun kemudian menepuk pelan bahu Mehmet. Kelopak mata pria keturunan Arab itu naik turun, beberapa detik ia butuhkan untuk mencapai kesadaran yang purna. Mehmet duduk menghadap barisan rumah yang terlihat kecil di lensa mata. Rumah itu berdiri di sepanjang sisi sungai. Kedua pria itu memeri
Di kantor polisi, Nick diperlihatkan sebuah video rekaman cctv di sebuah ruang pasien rawat kejiwaan. Di sana terlihat seorang lelaki yang beberapa kali berteriak histeris dan mengoceh sendiri layaknya orang gila. Keadaan fisiknya sangat mengerikan. Sebelah kaki dan tangannya dibalut perban, sedangkan wajahnya penuh luka sobekan. Yang membuat Nick terkejut adalah dia mengenalinya. “Jacob Alfonso!” “Kau dikelabuhi olehnya. Dia mengalami gangguan mental sejak lama. Apa yang dikatakannya semuanya bohong!” “Tidak! Itu tidak mungkin, Letnan!” “Kami menyayangkan semua ini, Tuan Erhan. Andai kalian tak berteman dengannya, kau dan temanmu tidak perlu berada di balik penjara bahkan kalian sudah menjadi agen rahasia pemerintah.” Letnan Fernando menyodorkan beberapa berkas tentang kesehatan mental Jacob dan beberapa surat penting mengenai undangan dan permintaan presiden yang telah dibuat lama. Nick tidak kuasa menahan rasa kejutnya
Jess meraih jaket kulit yang menggantung di sembarang tempat, ia memutuskan untuk mencari kedua anaknya di luar rumah. Ia tidak bisa berdiam diri dalam terpaan kalut. Sebuah kuda besi ia pilih untuk menemaninya membelah teriknya matahari. Pacuan mesin sengaja dilambatkan agar penglihatannya mudah untuk menelisik semua tempat. Tepat di sebuah toko buku, Jess menepikan roda duanya. Suasana yang lengang, hanya ada seorang wanita yang tengah bersiap-siap untuk menutup toko.“Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” Gadis yang tampak seusia dengan putrinya menyapa di sela-sela kesibukan.“Di mana Elfara?”“Semua karyawan sudah pulang. Apakah anda ibunya Elfara?”“Ya, kapan Elfara pulang?”“Satu jam yang lalu. Apa kau ingin minum kopi dulu?”“Tidak, terima kasih! Kau manis sekali. Ini untukmu!” Jess mengeluarkan beberapa benda kenyal dari saku jaket. Gadis berkulit put