Share

Gaffin Menghilang

Raja siang mulai bertakhta, sibak emasnya menelanjangi bumi yang terbungkus kabut tipis. Semua orang menyudahi petualangan mereka di alam mimpi dan bergegas mencuci muka dengan air mineral yang mereka bawa. Mereka enggan pergi ke sungai. Udara di hutan sangat segar, mereka merasakan bulir-bulir oksigen memenuhi rongga dada, nyanyian burung pengantar pagi pun menggema sehingga secara otomatis menciptakan mood yang bagus. Kecuali Lutfi, anak itu terlihat lesu.

Mungkin tidurnya tidak nyenyak karena rintihan Youvee yang tidak mau berhenti di sepanjang malam. Saat ini Youvee tidak serewel itu, tetapi Nick mengkhawatirkannya karena tidak keluar dari tenda. Dengan diliputi rasa penasaran, dia menyibak tenda dan melihat Youvee sedang meringkuk. Wajahnya seperti kehabisan darah. Segera, Nick menempelkan punggung tangannya ke dahi Youvee. Ekspresi datarnya berubah menjadi tegang.

“Yodas! Yodas!” Ia berteriak sembari melirik ke luar tenda.

“Ada apa?” tanya Yodas, satu alisnya terangkat ketika melihat keadaan Youvee.

“Cepat ambil obat penurun demam!”

“Baiklah!” Yodas menurut, tak berapa lama ia kembali membawa kotak obat.

“Youvee kenapa bisa demam?” Akhirnya Yodas bertanya, ia segera terkejut ketika melihat dada dan tangan Youvee yang merah dan sedikit bengkak.

“Hey, Youvee! Apa yang kau lakukan sampai tubuhmu menjadi seperti ini?” Youvee tak menanggapi, matanya masih terpejam seperti sedang merasakan sesuatu yang tak dapat dimengerti.

“Youvee, bangunlah! Kau harus minum obat sekarang!” ujar Nick, ia membantu pemuda yang usianya lebih tua lima tahun darinya itu untuk duduk. Youvee meraih pil yang diberikan oleh Nick dan menelannya.

“Nick, bagaimana perjalanan ini akan berlanjut dengan kondisiku yang seperti ini? Maafkan aku, aku memang tidak berguna.” Youvee menangis, menyesali apa yang menimpa dirinya.

“Sudahlah tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja setelah meminum obat,” ujar Nick.

“Nick, apakah kita akan menunda perjalanan?” Yodas menajamkan matanya ke sembarang arah. Nick terdiam untuk beberapa saat.

“Tidak, kita tetap melakukan perjalanan. Sungguh sekarang aku baik-baik saja setelah meminum obat. Lihatlah, Nick! Aku baik-baik saja.” Youvee meraih tangan Nick dan menempelkannya di dahi untuk meyakinkan bahwa dirinya bukanlah hambatan untuk perjalanan mereka yang baru saja dimulai.

“Apa kau yakin?” Nick seolah ragu dengan keadaan Youvee.

“Lihatlah, bahkan aku sudah berkeringat.” Youvee melihat ke arah Nick dan Yodas bergantian.

“Baiklah. Makanlah, setelah ini kita akan bersiap.” Nick keluar dari tenda diikuti dengan Yodas dan Youvee.

Setelah membereskan tenda dan berkemas, mereka berkumpul dan siap melanjutkan perjalanan. Seperti biasa, Nick mengabsen semua orang. Yodas, Youvee, Mehmet, Joe, Lutfi, Sanskar, Steve. Gaffin? Ke mana dia? Sambil berteriak memanggil Gaffin, mata mereka mengintai ke segala arah. Anak itu tidak menyahut. Tidak ada yang mengetahui ke mana Gaffin pergi. Mehmet menjelaskan, terakhir kali Gaffin mengatakan bahwa ia akan buang air kecil, tetapi Gaffin tidak mengatakan tempatnya.

Nick mengeluarkan ponselnya, setelah beberapa saat, wajahnya menjadi kesal. Gps Gaffin tak terlacak. Sebagai ketua, akhirnya, ia membuat keputusan, pria itu memecah mereka menjadi empat kelompok dan pergi ke arah yang berbeda. Yodas dan Joe pergi ke utara. Mehmet, Lutfi, dan Sanskar memilih jalur selatan, sedangkan Youvee dan Steve berjalan ke arah barat. Nick sendiri menuju ke timur.

“Gaffin, where’re you?” Joe berteriak dengan keras.

“Ke mana anak sialan itu? Kakiku sampai lelah mencarinya.” Yodas menggerutu.

“Lihat saja, aku akan memukulnya begitu menemukannya.” Joe menimpali. Ia menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.

Setelah puas menggerutu, mereka melanjutkan pencarian, tiba-tiba suara dahan kering terdengar dan suaranya berhenti mengikuti langkah mereka yang diam di tempat. Seolah-olah ada yang mengawasi. Mereka beradu pandang tanpa sepatah kata, kemudian kembali mengayun langkah. Suara dahan kering itu semakin intens. Joe yang merasa risih berjalan dengan hati-hati mencari sumber suara, ia mencurigai suara berisik itu berasal dari pohon besar yang ada di depannya.

“Joe, hati-hati!” Yodas memperingatkan, laki-laki tersebut hanya mengacungkan jempolnya.

Pendengarannya tidak salah, suara itu semakin keras ketika didekati. Dengan pacuan jantung yang kencang, ia mengambil ancang-ancang. Dengan keyakinan yang penuh, ia menyergap mata-mata yang bersembunyi di balik pohon.

“Haha, lihat Yodas! Ternyata hamster yang sedari tadi mengikuti kita.” Seekor hewan berbadan gemuk menggantung di antara apitan jari Joe. Hewan berbulu cokelat itu berupaya melepaskan diri dengan menggeliatkan tubuhnya.

“Joe, aku berpikir itu bukan hamster.” Yodas bergidik ngeri melihat mata berwarna kemerahan dengan deretan gigi yang menyerupai gergaji yang ada pada hewan yang Joe sebut sebagai hamster. 

“Hey, ini hamster. Lihatlah dia lucu sekali.” Yodas merutuki kebodohan Joe yang tidak peka dengan keadaan sekitar, hewan gemuk itu bahkan tidak seimut yang disangka. Hewan tersebut semakin agresif, kemudian membuat gerakan yang tak diduga-duga, gigi-gigi runcing menancap di jempol Joe hingga nyaris putus.

“Aaa, shit!!” Joe menjerit memandangi tangannya yang berdarah-darah.

Dendam, ia mengejar hewan penipu itu. Yodas dengan santai pun mengikutinya. Joe terus mengejar monster imut yang hampir memutuskan jarinya itu hingga ke sungai sambil mengatakan sumpah serapah. Namun, belum sempat didapatkan, ia dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang merusak pita suaranya secara mendadak. Begitu juga dengan Yodas, pria bermata lentik itu sampai tersungkur karena menghentikan gerakan cepatnya dengan mendadak. Kedua pria itu membeku, entah langkah apa yang harus diambil. Pemandangan di depan sana benar-benar melumpuhkan otak mereka dalam sekejap.

“J--joe, ki--kita harus segera pergi. Jika tidak, kita akan menjadi santapan dia selanjutnya.” Yodas tergagap dengan suara yang nyaris tak terdengar sedangkan Joe hanya bisa menggerakan bola mata.

Jakun Joe naik-turun, ia tak mungkin bisa menangkap hewan berbulu yang menipunya. Hamster jadi-jadian yang diincar sudah menjadi menu seekor makhluk yang lebih besar dan berbahaya darinya, entah makhluk apa namanya, sebagian tubuhnya yang panjang dan penuh sisik keemasan keluar dari sungai dan memakan dengan sekali telan. Kaki kecil bersirip yang ada di bawah tubuhnya bergerak-gerak, memamerkan cakar kehitaman yang runcing. Duri-duri kasar tumbuh di kedua sisi kepala dan membentang di sepanjang punggung yang terlihat.

Jantung Joe seakan ingin keluar, tiba-tiba sepasang mata mirip ular itu menghunjamnya dengan tatapan lapar. Deretan taring kekuningan seukuran kaki kambing dewasa merenggang hingga liur-liur yang ada terlihat memanjang seperti cairan karamel kental yang dijatuhkan. Hanya dengan sekali angguk tanpa menggerakan tubuh, kepala monster itu kini hanya sejarak beberapa senti meter dari Joe.

Wajah Joe seketika menjadi sangat jelek, aliran darahnya surut entah ke mana. Binatang besar itu mulai mengendus dirinya, lalu menjilati dengan lidah merahnya yang bergerigi.

Seperti terlempar dari ketinggian ribuan kaki, jantung Joe seolah kehilangan irama. Ia merasa ruang diary-nya telah habis sebelum cerita diselesaikan. Yodas yang tak berdaya hanya bisa menjerit tanpa suara. Pelan-pelan, warna punggung Joe menghilang, melukis ekspresi menjadi potongan puzzle yang sulit dibaca.

“Joe! Joe! Aaaa ….” 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sugimelati Sugimelati
mantaap ceritanya membuat penasaran d tunggu kelanjutanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status