Share

Asmodeus, Si Pembunuh Berantai
Asmodeus, Si Pembunuh Berantai
Penulis: Astaroth Devagone

BAB 1 : The Godslayer

Di gedung apartemen berlantai 15. Mobil polisi beramai-ramai berdatangan. Bagaimana tidak, seorang pejabat daerah tewas dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya tersayat, dari perut hingga ke leher, membuat luka menganga. Dan meninggalkan satu ciri khas, yaitu setangkai mawar, terbuat dari besi. Menancap di salah satu organ dalam.

Seorang polisi berpangkat Komisaris, bertubuh cukup tinggi. Berambut pirang, memasuki garis polisi. Memakai sarung tangan karet. Bersiap memeriksa TKP. Satu polisi berseragam lengkap, menghampirinya dan memberikan laporan.

"Selamat malam Pak Komisaris Rizel, ini beberapa laporan sementara yang di terima oleh beberapa saksi sebelum kejadian"

"Baik, terima kasih" Jawab polisi berpangkat komisaris yang bernama Rizel.

Rizel, membaca laporan yang di berikan oleh bawahannya. Kedua alisnya mengkerut, berpikir keras menyimpulkan laporan yang telah di terimanya. Satu plastik, berisikan mawar berbahan besi. Rizel memeriksanya dengan seksama. Di tengah daun mawar besi, kepala putik. Sang Komisaris menarik batang besi ke atas, dan menemukan selembar surat yang tergulung rapih, membuka lalu membacanya.

"Bangkai busuk yang kalian temukan saat ini, hanyalah satu contoh, seekor babi yang tamak berwujud manusia. Ingat, ini hanyalah permulaan, akan ada pembunuhan yang lainnya.

Salam hangat

Asmodeus, The Godslayer"

Rizel tertegun. Isi suratnya tak hanya peringatan, juga menantang semua institusi kepolisian. Selembar kertas itu di masukan kedalam plastik. Menjadi bukti tambahan untuk di selediki.

Malam semakin larut, satu demi satu polisi kembali ke markas. Membawa jasad untuk di otopsi, dan bukti-bukti yang berada di TKP. Tinggal beberapa orang polisi saja yang masih berjaga di tempat kejadian.

Di atas satu gedung yang tidak jauh, seseorang berjubah hitam berdiri, menyaksikan secara diam-diam. Mengenakan sebuah topeng putih, berukiran ekspresi senyuman yang aneh dan dua lubang berbentuk sayatan sebagai matanya.

Tangan kanannya mengeluarkan sebuah ponsel, menekan satu tombol menghubungi seseorang "Asmodeus disini, target telah di singkirkan" Laporan saat panggilannya telah di angkat.

Asmodeus, sosok pembunuhan terkejam, mulai menampakkan diri. Debut pertamanya, membuat seluruh media meliputnya tanpa jeda. Koran, televisi, video streaming dan yang lainnya. Korban kali pertamanya adalah seorang pejabat daerah, George Hampton yang terkenal sebagai pengusaha sukses dan menjabat sebagai walikota.

****

Rizel Arghas 23 tahun silam. Selesai belajar di taman kanak-kanak dan di temani oleh Bibinya yang bernama Maya. Rizel kecil pulang menaiki mobil. Tiba di rumah, Rizel dan Maya tidak mendapatkan sambutan hangat seperti biasanya dari kedua orang tuanya.

Maya menaruh curiga, pintu rumah tidak terkunci. Juga, tercium bau amis yang menyengat dari luar. Di temani Maya, Rizel masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu terlihat pemandangan yang mengerikan. Ayah dan Ibunya tewas, bersimbah darah dengan luka beberapa peluru bersarang di kepala mereka.

"Ayah! Ibu!" Teriak Rizel menghampiri jasad kedua orang tuanya.

Maya menarik lengan Rizel "Tidak Rizel! kita harus segera melaporkan ini kepada polisi!"

Malangnya, saat mereka berlari keluar rumah, seseorang menembak Maya berkali-kali. Tubuhnya tersungkur, tak bernyawa. Rizel berhasil melarikan diri dari pembunuh yang telah menghabisi seluruh keluarganya.

Ashura, Departemen polisi di kawasan kota Clayton. Rizel sibuk di kantornya, menyelidiki setiap bukti-bukti yang ada. Asisten wanitanya, bernama Claudia, turut serta membantu. Mencatat laporan, sesuai perintah dari Rizel, sang komisaris.

"Claudia, apa tim forensik kita menemukan jejak DNA pada mawar besi ini? atau ada dari barang bukti yang lainnya?"

"Tidak ada Pak, semua bersih, kejahatan ini tidak meninggalkan jejak sedikitpun, dari baju, kuku dan tubuh korban pun tidak di temukan sidik jari pelaku"

"Tidak ada kejahatan tanpa memiliki celah, kita hanya butuh waktu ekstra"

"Pembunuh ini sepertinya memiliki tingkatan diatas pembunuh profesional, sangat rapih dan terlatih" Claudia duduk, menatap serius kepada Rizel.

"Apapun tingkatannya, yang jelas tugas kita sebagai polisi adalah menangkap para pelaku kejahatan, jangan terlalu mengkhayal Claudia, kita sedang bekerja"

"Ma... maaf Pak, aku hanya menyimpulkan" Claudia terbata karena takut.

"Tok... tok... tok" Suara seseorang mengetuk pintu.

"Silahkan masuk" Jawab Rizel.

"Maaf Pak Komisaris jika menganggu"

"Ada apa Steiner?"

"Dari hasil autopsi korban, kita mendapatkan laporan bahwa korban di bunuh oleh pisau berjenis Jagdkommando"

"Jagdkommando?"

"Benar, Pak Komisaris pasti paham pisau sejenis itu biasanya hanya diberikan kepada siapa"

"Anggota militer, dan itu pun tidak semua pasukan militer memilikinya"

"Sedikit demi sedikit kita mendapatkan petunjuk" Jawab Steiner.

"Claudia, tolong catat laporan dari Steiner"

"Siap Pak" Tegas Claudia.

"Steiner, kamu jaga sebentar disini, aku akan pulang dulu sebentar"

"Pulang saja Pak Komisaris, sudah 3 hari Bapak belum pernah pulang dan menginap di rumah bersama keluarga"

"Iya betul, besok saja datang lagi ke kantor, biar aku dan Steiner yang bertugas malam ini" Timpal Claudia.

"Aku tidak bisa membiarkan anggota ku bertugas sendirian" Rizel memakai jaket, mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari ruangan.

El demore street. Rumah nomor 13. Rizel memakirkan mobilnya. Masuk kedalam rumah. Istri dan anaknya menyambut. Istrinya, Delista bersama anak gadisnya yang bernama Genia sedang beres-beres. Sisa makanan usai makan malam masih terlihat diatas meja. Rizel pergi ke kamar mandi. Delista menyiapkan segelas kopi panas untuk suaminya. Genia melanjutkan mencuci piring.

Berpakaian lengkap, mengenakan kemeja putih dan jas berwarna abu. Rizel duduk di kursi meja makan, menikmati segelas kopi buatan sang Istri dan beberapa kue kering yang berada di dalam toples plastik. Delista, ikut duduk. Wajahnya menyimpan sebuah harapan.

"Apa kamu akan pergi lagi?" Tanya Delista.

"Iya, kasus yang sekarang sangat menyita waktu, aku harus segera menyelesaikannya"

"Tapi kamu tau kan, dua hari lagi, di sekolah anak kita ada pertemuan antara orang tua dengan wali kelas?"

"Iya, aku ingat, tenang saja" Rizel menyeruput kopinya.

"Ayah bisa datang kan?" Tanya Genia.

"Ayah usahakan datang, jika hal penting seperti ini, asalkan jangan ada laporan yang buruk tentang kamu di sekolah, itu saja"

"Anak kita cukup berprestasi sayang, tidak mungkin ada kelakuannya yang aneh-aneh di sekolah"

"Tenang Ayah, aku tidak akan mengecewakan Ayah"

"Bagus, itu baru anak Ayah" Rizel tersenyum.

"Lalu bagaimana perkembangan kasus yang sekarang, apa sudah terlacak pelakunya?" Delista terlihat penasaran.

"Belum, kasus ini adalah kasus terkejam yang pernah ada, pelakunya nyaris tidak meninggalkan jejak" Rizel bersandar di kursi.

"Hati-hati, aku takut terjadi sesuatu, jangan memaksakan diri"

"Aku sama khawatirnya seperti Ibu, semenjak ada kasus ini, Ayah jarang pulang untuk tidur di rumah"

"Ayah tidak biasa berleha-leha, sedangkan yang lain sibuk memecahkan kasus ini" Rizel kembali meminum kopinya.

"Yang jelas berhati-hati saja, apalagi sebagai polisi, pasti tidak sedikit yang menjadi target sasaran para penjahat untuk balas dendam" Cemas Delista.

"Iya aku tau, terima kasih sudah mengingatkan dan sepertinya aku harus berangkat sekarang" Rizel berdiri, mengambil kunci lalu mencium kening anak dan istrinya.

"Jangan lupa kunci pintu, dan jendela" Rizel mengingatkan.

"Iya sayang, jaga diri baik-baik" Jawab Delista.

Suara mobilnya melaju kencang. Rizel kembali ke kantor polisi untuk melanjutkan penyelidikannya. Claudia dan Steiner, mereka masih terlihat sangat sibuk, mengumpulkan informasi-informasi lainnya untuk memberikan laporan kepada Sang Komisaris. Kasus ini, kasus yang cukup membuat para polisi menguras keringat.

****

Di ruangan yang gelap. Dua orang tengah berbincang. Asmodeus dan seorang pria memakai jas hitam, wajahnya tidak terlihat, karena minimnya pencahayaan yang ada. Asmodeus berdiri tepat di hadapan pria misterius itu, yang tengah duduk di kursi sofa.

"Target berikutnya adalah Julio Arham, dia seorang pengusaha yang melakukan tindakan ilegal, memproduksi obat-obatan terlarang dan memiliki perlindungan dari seorang kepala polisi"

"Selain memproduksi obat-obatan terlarang, apa dosa yang lainnya?"

"Selain pengusaha, Dia adalah seorang pejabat bea cukai yang korup, banyak pengusaha kecil yang bangkrut karena orang itu, apa kamu bersedia menghabisinya? tenang saja bayaran kamu akan lebih besar"

"Akan saya lakukan, asalkan Anda tidak melewati poin nomor 2, yaitu jangan mengatur motif pembunuhan, semuanya saya lakukan dengan kemauan saya sendiri"

"Tentu saja, ini fotonya" Pria itu menyodorkan secarik foto kepada Asmodeus.

"Poin 3, jika Anda memiliki tujuan untuk kemakmuran Anda sendiri, maka anda akan saya habisi, pastikan anda mengingat hal itu"

"Hahaha... tenang saja, kamu bisa memastikannya secara langsung" Jawabnya dengan tertawa.

"Baik, akan saya lakukan, 2 sampai 3 hari Anda akan mendengar kabar kematiannya" Asmodeus mengambil foto Julio Arham diatas meja. Berbalik arah, melangkah pergi.

"Tunggu, aku ingin tau siapa namamu? Asmodeus hanya nama samaran bukan?" Asmodeus mengeluarkan asap hitam yang cukup tebal. Dalam sekejap mata, dia telah berada di belakang pria itu, menyodorkan belati kecil ke lehernya.

"Poin nomor 4, jangan sesekali berani menyelidiki identitas saya, maka taruhannya adalah nyawa Anda sendiri"

"Maaf, aku hanya ingin mengetahui nama kamu saja, jangan dianggap serius" Jawabnya gugup.

"Saya tidak suka main-main, ingat itu tuan kaya raya" Suara Asmodeus meninggi.

Asmodeus melangkah pergi. Lenyap tanpa jejak di balik kegelapan. Pria misterius itu menghela nafas, ancamannya nyata. Setitik luka dari belati Asmodeus, telah mengeluarkan darah yang menetes. Pria itu mengambil sehelai tisu, untuk menutupi lukanya.

"Manusia mengerikan seperti apa orang ini, seperti mesin yang di ciptakan hanya untuk membunuh tanpa ampun" Dia terdengar ketakutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status