Share

BAB 6 : Illusi kematian

Rizel mengangkat panggilan itu "Hallo Pak Komisaris" Ucap Steiner.

"Ada apa Steiner?"

"Kami menemukan dua petunjuk lain, apa Pak Komisaris sore ini akan ke kantor?"

"Aku pasti kesana, tunggu saja"

"Siap Pak, kalau begitu kami tunggu"

Claudia dan Steiner menemukan jejak sepatu di karpet merah dan bernoda darah yang telah mengering di rumah Julio Arham. Ukurannya cukup besar, Steiner mengambil beberapa foto dan menyimpanya. Mereka berdua bersamaan kembali ke kantor.

Tidak lama setelah Claudia dan Steiner sampai. Rizel pun tiba dan langsung memasuki ruang kantor. Claudia menunjukan beberapa foto jejak sepatu yang telah di cetak kepada Rizel.

"Jejak sepatu tersangka?"

"Iya Pak benar, tetapi anehnya tidak ada jejak sepatu di tempat lain" Rizel duduk di kursinya, Claudia berdiri tepat di sampingnya.

"Sepatu yang di kenakan tersangka kelihatannya berukuran besar" Ungkap Rizel.

"Iya Pak, sepertinya tersangka bertubuh tinggi besar"

"Angelo...." Bisik Rizel dalam hatinya.

"Oh iya, lalu petunjuk lainnya?" Tanya Rizel

"Di ruangan atas, ada jendela yang terbuka lebar, tetapi saat di lihat dari CCTV tiba-tiba layar menjadi gelap, dan jendela itu terbuka begitu saja" Pungkas Steiner

"Jendela itu terbuka sebelum atau sesudah pembunuhan?"

"Sebelum pembunuhan Pak, jika di lihat dari CCTV yang di lantai satu, tersangka muncul secara tiba-tiba di sekitar tangga"

"Alat apa yang dia gunakan? seakan-akan dia adalah malaikat pencabut nyawa saja" Ujar Claudia.

"Pasti akan terungkap, kita hanya butuh waktu" Jawab Rizel.

Di hari berikutnya, Rizel pulang ke rumah. Delista yang sedang membaca buku di ruang tamu, langsung menyambut suaminya. Menyiapkan segelas air minum serta membantu membuka dan menyimpan jas Rizel.

"Dimana Genia?" Tanya Rizel,.mereka berbincang di meja makan.

"Dia sedang kursus piano sayang, kenapa wajahmu murung begitu?"

"Aku hanya kurang istirahat Delista, sepertinya aku akan tidur di rumah malam ini"

"Baguslah, itu yang aku harapkan, kamu istirahat saja dulu, akan aku siapkan makan siang"

Menjelang malam, keluarga kecil mereka berkumpul. Genia sibuk memainkan laptopnya di sofa. Delista menyiapkan tiga gelas minuman teh hangat, sedangkan Rizel membuka foto di galeri ponsel miliknya. Melihat bukti-bukti kasus pembunuhan yang telah terjadi oleh Asmodeus.

"Istirahatkan pikiranmu sayang, jangan sampai tugas kamu sebagai polisi malah menjadi penyakit untuk dirimu sendiri" Tutur Delista, menyajikan teh hangat kepada Genia dan Rizel.

"Iya maaf, kasus ini terlalu rumit untuk di pecahkan" Rizel menyimpan ponselnya, bersandar di sofa dan menarik nafas.

"Ayah pernah bilang kepadaku, hal yang sulit itu tidak ada, selama kita tidak menganggapnya beban yang harus di tanggung, lakukan yang terbaik, maka proses akan mengikutinya" Jawab Genia.

Rizel tersenyum "Kamu benar, putri kecil Ayah" lalu mengusap halus kepala Genia.

"Anak kita sudah dewasa sayang" Timpal Delista duduk di samping Rizel.

"Semoga kamu bisa jauh lebih pintar dari Ayah, Genia" Tutur Rizel.

"Memangnya Ayah pintar?" Jawab Genia.

"Tidak" Rizel tertawa terbahak-bahak.

Saat menjelang tidur. Rizel pergi ke kamar mandi, menyikat gigi. Menghadap cermin yang berada di wastafel, Selesai berkumur, membersihkan sisa-sisa pssta gigi di mulutnya. Rizel mendengar suara seseorang tengah menghubungi ponselnya yang tergeletak di atas laci, di kamar tidurnya.

Rizel mengangkat telpon kemudian menyapa "Halo... Ini siapa?" Nomor itu tidak di ketahui.

"Tolong... Rizel... Aku di culik seseorang" Suaranya terdengar familiar.

"Maaf... Ini si... siapa?" Wajahnya berubah tegang

"Aku... Brigjen Andara"

"Apa? Pak Andara?"

"Cepat Rizel, kirimkan bantuan sege...."

"Bukkkk" Suara pukulan yang sangat keras.

"Halo Pak... Pak Andara, ada apa Pak? Pak Andara baik-baik saja?" Rizel panik.

"Halo, tuan Komisaris apa kabar? Anda ingin menyelamatkan atasan Anda? datanglah sendiri, atau atasan Anda akan mati secara mengenaskan" Jawab seseorang, suara itu memakai alat pengubah suara yang tak lagi asing, dia adalah...

"Asmodeus! jangan pernah berani berbuat macam-macam!!! dimana lokasimu! Aku akan datang saat ini juga!" Jawab Rizel yang tengah naik pitam

"Baiklah, akan saya kirimkan lokasinya, tetapi ingat! jangan membawa siapapun, atau isi dari perut atasan Anda ini akan menjadi santapan anjing liar" Ancam Asmodeus, penggilan telah berakhir. Delista yang mendengar kericuhan itu segera terbangun.

"Ada apa sayang? kok teriak-teriak segala?" Wajah Delista yang terlihat mengantuk.

"Maaf Delista, aku harus pergi, pembunuh itu telah menculik Brigjen Andara" Jawabnya dan bergegas berganti pakaian.

Delista terperanjat dari kasur "Apa? Brigjen Andara di cu... culik?" Tanya Delista.

"Iya, maaf aku tidak banyak waktu untuk menjelaskan, aku harus segera pergi" Rizel mengambil jaket hitam yang tergantung di belakang pintu.

"Rizel! tunggu!" Delista mengejarnya, hingga di depan pintu keluar, Rizel berhenti.

"Ada apa? kamu tau kan aku sedang buru-buru?" Jawab Rizel dengan panik.

"Aku tidak enak hati, aku mohon berhati-hatilah" Wajah Delista berubah sendu.

"Aku janji, aku akan baik-baik saja, jaga anak kita" Rizel mengecup kening istrinya, berlalu meninggalkan dan memacu gas mobil dengan cepat.

****

Di sebuah gudang tua yang tersinari oleh redupnya cahaya lampu. Andara duduk dengan tangan terikat di atas kursi kayu. Bangun dari siuman, matanya tertuju kepada Asmodeus yang tengah berada di hadapannya.

"Sebenarnya, siapa kamu? apa yang kamu inginkan?" Tanya Andara, wajahnya penuh luka lebam dan darah.

"Saya adalah penjaga cahaya yang berdiam diri di kegelapan" Jawab Asmodeus yang duduk di depan Andara.

"Apa salahku? dan apa salah 2 orang pejabat yang telah kamu bunuh?"

"Saya tidak perlu menjelaskan dua orang yang telah terbunuh, karena saya bukanlah seorang pendongeng yang handal"

"Salahku? apa salahku?"

"Penerimaan suap dari perjudian ilegal dan obat-obatan terlarang yang di kelola oleh Julio Arham, membunuh anak buah sesama anggota polisi, pemilik lokalisasi prostitusi, dan satu hal yang paling saya benci adalah... Anda seorang polisi yang seharusnya menjaga dan mengayomi masyarakat, ternyata Anda hanya bertindak kepada orang-orang yang memiliki kekayaan"

"Ti... tidak! itu tidak benar! itu hanyalah isapan jempol belaka" Andara mengelak.

Asmodeus melemparkan beberapa foto bukti keterlibatan Andara "Tidak cukupkah ini bukti untuk Anda tuan Polisi yang bijaksana?"

Andara membisu, menatap lemah saat melihat foto-foto keterlibatannya. Penerimaan suap dari julio, penembakan kepada sesama anggota polisi, keberadaannya di tempat prostitusi, dan foto beberapa orang yang bersimpuh di hadapan Andara.

"Aku mengakui! aku mengakui semuanya! tolong lepaskan aku,bukankah setiap manusia memiliki kesempatan untuk berubah?" Andara semakin histeris dan ketakutan.

"Anda seorang jenderal bintang satu, merengek seperti bayi" Asmodeus mendekati Andara.

"Tolong! Maafkan aku, aku memiliki seorang istri dan 2 orang anak!"

"Saya bukan Tuhan yang mudah untuk mengampuni, saya hanyalah manusia yang melindungi nama Tuhan dari mulut kotor seperti Anda" Asmodeus menancapkan pisau dari sisi kiri perutnya.

"Arrghhhhhh!!!" Teriak kesakitan Andara.

"Berteriaklah, seperti orang-orang yang menjerit atas ketidak-adilan hukum di negara ini" Asmodeus menyayat perutnya hingga ke sisi kanan. Darah mengalir segar, terjun bebas seakan air hujan yang deras turun dari langit.

"Aaahhhhhhhhh!!!!" Teriakan Andara semakin keras terdengar.

Dari luar gudang tua. Terdengar suara mesin mobil berhenti. Rizel tiba di lokasi, keluar dari mobil serta bersiaga mengeluarkan sepucuk senjata api. Perlahan melangkah, penuh dengan kehati-hatian. Melihat ke segala arah, dan berjalan sampai di gerbang utama, memasuki gudang tua.

Rizel mengeluarkan senter, menyoroti setiap langkahnya dengan senjata api yang siap untuk menembak. Semakin dalam memasuki ruangan, Rizel melihat cahaya lampu yang terhalang oleh beberapa kotak kayu yang bertumpuk. Selangkah, dua langkah, dan langkah ketiga semakin dekat. Mata Rizel terbelalak, melihat seorang pria yang terikat, juga bersimbah darah.

"Brigjen... Brigjen Andara!"

"Urgghhhh... Riz... Rizel" Andara masih bernafas, menatap lemas ke arah Rizel.

"Brigjen bertahanlah! aku akan panggilkan mobil ambulan"

"Tidak perlu repot-repot, karena dia akan segera mati" Asmodeus muncul dari sudut ruangan yang gelap.

Rizel menarik pistol dari pinggangnya dan mengarahkan langsung kepada Asmodeus "Jangan bergerak! atau kamu akan aku tembak!"

"Baik, lihat siapa yang akan tertembak mati terlebih dahulu" Asmodeus mengacungkan pucuk senjata api, berjenis pistol.

Asmodeus dan Rizel, menembak secara bersamaan. Kedua peluru saling berpapasan, Tangan kiri Rizel tertembak, dan bahu kanan Asmodeus terkena tembakan. Mereka berdua terluka. Rizel tertunduk, darahnya mengalir cukup deras.

Asmodeus berdiri tegak "Kematian sudah di tentukan" Mengacungkan pistolnya ke arah kepala Rizel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status