Share

BAB 5 : Angelo, Sang Marinir

Axel dan Rizel pergi, mencari kediaman Fester Claude. Melewati beberapa desa, dan memasuki pedalaman. Hingga sampai di sebuah rumah yang sangat megah. Beberapa mobil terpajang di garasi yang terbuka lebar. Seorang asisten rumah tangga, mendatangi mereka berdua.

"Perkenalkan namaku Arlin, asisten rumah tangga, maaf sebelumnya, kalian berdua mau ketemu siapa ya?"

"Kami ingin bertemu dengan Pak Fester, apakah beliau ada di rumah?" Jawab Rizel.

"Oh Pak Fester, kebetulan beliau ada di rumah, kalian tunggu sebentar ya" Arlin, asisten rumah tangga berusia 30 tahun lebih itu, pergi dan masuk ke rumah.

"Istana di dalam pedesaan, tadinya aku kira hanya di film-film luar negri saja" Axel melihat ke sekeliling.

"Pengusaha apa yang tinggal jauh dari perkotaan seperti ini?" Rizel menonggak, melihat setiap sudut rumah dari atas.

"Barang haram mungkin" Ketus Axel dalam senyuman sinis.

Arlin tiba dan mengajak dua anggota polisi, Axel dan Rizel masuk ke dalam. Saat memasuki rumah, Rizel tercengang. Isi dari rumah itu begitu mewah, di penuhi lampu khiasan yang menggantung, Guci-guci bernuansa eksklusif dan koleksi antik nan mahal terpajang dalam lemari kristal.

Mereka berdua menunggu di ruang tamu, duduk dan di suguhkan dua gelas minuman oleh asisten rumah tangga lainnya. Arlin mendorong kursi roda dan seorang pria tua tengah duduk di atasnya. Mengenakan kemeja putih berlengan panjang.

"Ini adalah Pak Fester Claude" Ucap Arlin.

Rizel berdiri untuk menyapa "Selamat siang Pak, maaf jika kedatangan kami telah mengganggu"

"Tidak usah sungkan, silahkan duduk" Jawab Fester.

"Kami dari pihak kepolisian, perkenalkan namaku Rizel, dan ini Axel" Fester hanya tersenyum dan mengangguk.

"Ada apa sampai anggota Polisi seperti kalian datang kesini?"

"Kami ingin menanyakan tentang Angelo Rustam, apa Pak Fester mengenalnya?"

"Angelo? tentu saja, dia adalah anakku, memangnya ada apa?"

"Dimana Angelo sekarang? apa Pak Fester mengetahuinya?" Axel menimpal langsung kepada intinya. Rizel menatap Axel.

"Maksud... maksud kami hanya ingin mencari informasi dari Angelo, apa Pak Fester tau dimana Angelo berada sekarang?" Lanjut Rizel.

"Angelo tidak ada di sini"

"Lalu dimana Angelo Pak?" Ucap Rizel. Pria tua berusia lebih dari setengah abad itu hanya terdiam, tak menjawab.

"Jika Bapak tidak memberitahukan kami, Bapak bisa di kenakan tuntutan hukum, atas dasar menghalangi penyelidikan" Ketua Axel.

"Maaf, maksudnya?" Fester tampak kesal.

Mendengar ucapannya, wajah Rizel terlihat canggung "Maaf Pak, kami hanya ingin mencari informasi saja dari Angelo"

"Aku akan memberitahukan dimana Angelo berada, tapi bisakah kalian sebagai dari pihak kepolisian lebih ramah jika bertanya?" Rizel tak menjawab. Ponsel Axel berbunyi. Pamit kepada Rizel untuk mengangkat panggilan.

Setelah melihat Axel keluar, Rizel berkata "Dia memang seperti itu, mohon di maafkan, kami baru saja menjalin kerjasama, aku belum terlalu mengenalnya" Jelas Rizel.

"Tidak apa-apa, kamu tidak bersalah.... Arlin tolong ambilkan kertas dan pulpen" Arlin datang menghampiri dan mengangguk

"Baik Pak, tunggu sebentar"

Di ruangan lain. Arlin mengambil pena, dan secarik kertas yang berada di laci. Wanita itu tampak ragu memberikan kertas dan pena kepada Fester, menakutkan sesuatu hal. Sesuatu yang tidak di ketahui. Terdiam beberapa detik, mengintip di balik dinding. Arlin keluar, dan memberikannya kepada Fester.

"Ini, Pak kertas dan pulpen nya"

"Oh iya, terima kasih" Jawab Fester berlanjut menuliskan alamat rumah Angelo.

"Ini, silahkan" Fester memberikan kertas beralamat itu kepada Rizel.

"Terima..." Axel masuk dengan keadaan panik. Menghampiri Rizel.

"Maaf Komisaris Rizel, aku... aku ada kepentingan mendadak dengan keluarga, apa bisa ku pergi duluan?" Rizel mengangkat satu alisnya.

"Ada apa memangnya komisaris Axel?" Tanya Rizel.

"Ini urusam pribadi, maaf"

"Baiklah, silahkan duluan saja, aku bisa panggil taxi untuk pulang ke kantor" Axel mengangguk, keluar begitu saja dari kediaman Fester.

"Dia sedikit aneh" Ucap Fester

"Uhmm... Maaf Pak, kalau boleh tau, Apa Pak Fester tau penyebab Angelo berhenti dari dunia militer?" Rizel mengalihkan pembicaraan.

"Jujur saja, aku tidak tau sama sekali tentang hal itu, kami baru saja bertemu 2 tahun lalu, dia sempat menolak mengakuiku sebagai Ayahnya, Angelo sangat tertutup dan sulit diajak komunikasi" Raut wajah Fester terlihat suram.

"Dan kalian tetap tidak bersama dalam satu rumah?"

"Hanya beberapa bulan saja, Angelo lebih memilih tinggal di tempat itu, tampaknya dia sangat menyukai kesunyian"

"Menyukai kesunyian?"

"Iya, bahkan dia jarang berbicara dengan siapapun"

Kecurigaanya semakin bertumpuk. Rizel bergegas berpamitan, setelah taxi yang di pesanya tiba. Sang Komisaris memutuskan pergi menuju kediaman Angelo Rustam. Di tanah ladang yang luas, terdapat rumah sederhana bernuansa peternakan. Rizel turun dari taxi, berjalan mendekati rumah itu.

Keadaan rumah begitu sepi. Rizel berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tidak ada seorang pun yang menyahut. Sunyi, seperti tak berpenghuni. Rizel berjalan, menulusuri rumah Angelo. Di satu bangunan kandang sapi yang cukup besar, Rizel membuka pintu itu secara perlahan.

Kosong, tidak ada sapi dan hewan ternak lainnya. Kandang sapi itu sedikit gelap, hanya di bantu cahaya matahari yang terpancar dari luar. Rizel menyalakan lampu senter di ponselnya. Menyorot ke arah depan. Tepat di hadapannya, beberapa target yang terbuat dari kayu untuk latihan menembak tengah terpajang. Penuh lubang, bekas tembakan dari peluru.

"Anda siapa? dan mau apa Anda kesini?" Suara itu terdengar dari arah belakang.

Rizel terkejut dan sontak menoleh. Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, tengah berdiri di tengah-tengah pintu masuk kandang. Wajahnya, terdapat sayatan di bagian pelipis kanannya hampir menuju dagu.

"Ma... maaf, jika menerobos masuk, aku dari pihak kepolisian" Rizel menujukan identitas kepolisianya.

"Ada perlu apa Anda datang kesini?" Pria itu tetap berdiri tegak tak bergerak.

"Apakah Saudara adalah Angelo Rustam mantan seorang anggota militer?"

"Benar, saya Angelo Rustam, lebih baik kita masuk ke rumah, jangan disini" Ajak Angelo.

Mereka berdua berjalan ke rumah. Rizel bersiaga, memeriksa kembali pistol yang berada di pinggang belakang. Pintu rumah terbuka lebar, khiasan dinding di penuhi dengan buruan hewan yang di awetkan. Kepala beruang, macan, dan serigala.

Foto-foto saat menjadi anggota militer, terpajang rapih di atas rak kayu jati. Angelo mempersilahkan Rizel duduk. Jantungnya berdetak kencang, aura yang di pancarkan oleh Angelo, seakan seekor singa yang siap menerkam. Rizel memberanikan diri memulai pembicaraan.

"Maaf sebelumnya, maksud kedatanganku kesini, ingin menanyakan beberapa hal, semoga tidak keberatan"

"Saya tidak akan bertele-tele dalam memberikan jawaban di setiap pertanyaan Anda, karena dengan begitu, Anda akan cepat pergi dari sini" Wajah Angelo tampak datar.

"Pertama, kenapa menghilang begitu saja dari dunia militer?"

"Pemerintah memerintahkan para prajurit untuk berperang demi sesuatu hal yang dianggap benar oleh diri mereka sendiri, sedangkan orang-orang di dalam pemerintahan penuh dengan belatung yang menggerogoti rakyatnya sendiri"

Mendengar penjelasan itu Rizel terdiam dan menaruh kecurigaan "Lalu, Jagdkommando, apa kamu memiliki pisau jenis itu?"

"Ya, saya pernah memiliki Jagdkommando, namun pisau itu sudah hilang"

"Hilang? hilang kenapa?"

"Saya sedang berburu seekor beruang, dan membopongnya ke rumah, entah dimana, pisau Jagdkommando sepertinya terjatuh di hutan"

"Apa penjelasan ini bisa di buktikan?"

"Apakah wajah saya terlihat meragukan untuk Anda Pak Polisi?" Angelo menatap tajam

"Sial, aku terlalu terbawa suasana" Ucap Rizel dalam hatinya.

"Tidak... tidak aku percaya" Rizel menjawab perkataan dari Angelo.

"Lantas apa tujuan Anda menanyakan hal itu?"

"Ada sesuatu hal yang harus kami selidiki"

"Saya berhak mengetahui kedatangan Anda ke rumah saya"

"Kami tengah menyelidiki beberapa kasus pembunuhan, pasti kamu tau kan?"

"Pejabat yang terbunuh, lalu?"

"Pembunuh itu membunuh setiap korban menggunakan jagdkommando"

Angelo tersenyum menyeringai "Anda mencurigai saya Pak Polisi?"

"Untuk sementara tidak, karena aku tidak cukup bukti"

"Jika bisa buktikan saja, pertanyaan Anda sudah selesai? silahkan keluar"

Hawa di dalam rumah Angelo berubah, seakan ada tekanan yang sesak dari monster berdarah dingin. Rizel berdiri dan melangkah ke luar rumah. Ketika Angelo akan menutup pintu. Rizel menoleh.

"Aku akan kembali lagi kesini" Ucap Rizel yang semakin curiga dengan Angelo Rustam.

Mobil taxi telah datang, Rizel duduk di kursi belakang. Matanya menyorot tajam ke arah kediaman Angelo. Beberap meter telah melaju, Rizel menerima panggilan telpon dari bawahannya, Steiner.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status