Share

BAB 4 : Penegak Hukum

"Hahahaha... jangan di ambil hati, Axel terkadang suka bercanda" Andara menjelaskan.

"Tidak apa-apa Pak Brigjen" Jawab Rizel.

"Mari, kita lanjutkan pekerjaan kita" Ajak Rizel kepada Axel.

Rizel bersama anggota kepolisian lainnya, melanjutkan investigasi. 4 orang ajudan julio yang di temukan pingsan, telah tersadar. Rizel mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Tidak ada petunjuk lebih, karena saat kejadian, mereka tidak sadarkan diri dengan cara di bius oleh tersangka.

Wanita yang bersama Julio, mengalami trauma yang sangat berat. Axel berusaha untuk menenangkanya dan berakhir sia-sia. Petugas medis membawanya ke rumah sakit untuk di rawat. Malamnya, Rizel, Axel bersama yang lainnya kembali ke kantor polisi. Mengumpulkan informasi hasil penyelidikan.

"Adapun CCTV yang merekam pembunuhan mendiang Julio, tidak mengubah keadaan, kita belum bisa memastikan siapa di balik topeng dari tersangka" Rizel berbicara kepada Axel dan kedua anggotanya.

"Dari luka yang di terima oleh Pak Julio, tersangka menggunakan pisau yang sama Jagdkommando" Steiner melaporkan.

"Meskipun itu tidak bisa menjadi tolak ukur, setidaknya kita layak untuk menyelidiki anggota militer yang memiliki pisau Jagdkommando" Usul Axel.

"Baiklah, akan aku coba selidiki" Jawab Rizel.

"Aku akan membantu tim forensik, semoga kali ini kita akan mendapatkan petunjuk" Axel memakai jas nya, keluar dari ruang rapat.

Tengah malam, di temani segelas kopi dan beberapa kue donat. Rizel duduk di depan komputer. Menyelediki anggota militer dan membaca profilnya. Dari sekian banyak profil, Rizel tertuju kepada seorang prajurit bernama "Angelo Rustam" . Memiliki Jagdkommando berpangkat kolonel.

Angelo mendapatkan gelar medali kehormatan, setelah membebaskan salah satu kota dari cengkraman kolonial negara Artego. Tetangga satu rumpun sekitar 3 tahun yang lalu. Kabar terakhir, Angelo telah menghilang. Tidak ada satupun dari pihak kepolisian dan militer yang mengetahui keberadaanya.

Satu panggilan telah masuk, Rizel mengangkat telpon. "Hallo Komisaris Axel, ada apa?"

"Hasil penyelidikan dari ponsel milik Pak Julio, beliau sebelum di bunuh, telah melakukan transaksi, memberikan uang sejumlah 800 juta untuk donasi kepada sebuah yayasan yatim piatu"

"Apa 800 juta !? ke yayasan yatim piatu?" Rizel terkejut.

"Iya, dia bermain ala Robin Hood sepertinya"

"Bisa tolong kirimkan nama yayasan dan alamatnya?"

"Baik, akan aku kirimkan sekarang"

Axel menutup telponnya. Tidak lama kemudian, Rizel menerima nama yayasan yatim piatu beserta alamatnya dari Axel. Rizel membaca kembali profil dari Angelo Rustam dan menemukan satu hal yang membuat Rizel tertegun. Angelo adalah seorang yatim piatu sejak berusia 3 tahun dan di besarkan oleh sebuah yayasan yang bernama "Harapan Senja".

Nama yayasan yang di kirim oleh Axel berbeda dengan yayasan yatim piatu yang telah merawat Angelo. Timbul rasa penasaran, Rizel ingin memastikan kecurigaanya. Foto wajah angelo di cetak. Juga, mencatat alamat yayasan dari "Harapan Senja" .

Sebelum tengah hari, Rizel mengajak Steiner untuk mengunjungi yayasan. Saat memarkirkan mobilnya, terlihat bangunan yang cukup usang dengan sebuah tulisan "Harapan Senja" terpampang jelas dari luar. Mereka berdua masuk, seorang wanita tua datang menghampiri.

"Maaf kalian siapa?" Tanya sang Nenek.

"Perkenalkan, kami dari pihak kepolisian, namaku Rizel, dan ini Steiner" Rizel memperkenalkan diri.

"Halo Nek, salam kenal" Steiner melambaikan tanganya. Rizel menginjak kakinya.

"Bersikaplah sopan, beliau ini orang tua" Rizel memarahi Steiner dengan berbisik.

"Adu... duh ma... maaf Pak komisaris" Rintih Steiner.

"Kalian dari kepolisian? me...memangnya ada apa?" Nenek itu terkejut.

"Kami hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan saja, bolehkah kita berbincang sambil duduk Nek?" Pungkas Rizel.

"Tentu saja... tentu saja boleh, ayo silahkan" Nenek itu mengajak Rizel dan Steiner duduk di sofa yang berada di ruang depan.

"Hampir saja lupa, perkenalkan namaku Rose Lamia" Rizel dan Steiner berjabat tangan dengan seorang Nenek bernama Rose.

"Ellie, tolong buatkan dua gelas kopi dan ambilkan kue ya, kita kedatangan tamu" Nenek Rose berbicara menghadap ke satu ruangan.

"Iya Nek tunggu sebentar" Jawab seorang wanita.

"Yang satu jangan terlalu manis ya Nek"Pinta Steiner.

"Ti... tidak usah repot-repot" Rizel tersenyum meringis, lalu melototi Steiner.

"Anu Pak salah ku apalagi hehehe" Ucap Steiner yang takut dengan tatapan atasanya.

"Ellie, katanya yang satu jangan terlalu manis" Timpal Rose. Rizel mengepalkan tangan kananya hingga mengeluarkan suara "kretek" kepada Steiner.

"Aku... aku ke kamar kecil dulu ya Pak komisaris" Steiner berlari kecil menuju toilet yang terlihat dari ruang tamu.

"Silahkan apa yang ingin di tanyakan" Ucap Nenek Rose.

"Apa Ibu tau orang ini? namanya Angelo Rustam, pernah tinggal disini" Rizel menunjukkan foto Angelo.

"Angelo... Rustam?" Rose memperhatikan dengan seksama foto Angelo.

"Iya benar, dia pernah tinggal disini, tapi sejak usia 19 tahun, dia mengikuti seleksi anggota militer" Lanjut Rose.

"Lalu apa Ibu tau dimana dia sekarang?"

"Jelasnya aku tidak tau, tetapi 3 tahun lalu ada seorang pria berusia sekitar 50 tahun lebih datang kesini menanyakan keberadaan Angelo Rustam juga" Steiner keluar dari toilet dan kembali duduk.

"Kalau boleh tau siapa namanya?"

"Namanya Fester Claude, katanya dia adalah Ayah kandungnya selama ini"

"Fester Claude? apa Ibu tau dimana beliau tinggal?" Ellie, wanita muda keluar dari salah satu ruangan. Menyuguhkan dua gelas kopi dan kue kering

"Terima kasih" Ucap Steiner kepada Ellie

"Ellie sayang, tolong ambilkan dompet Nenek yang berwarna coklat di kamar ya sayang" Perintah Rose.

"Baik Nek" Ellie mengangguk sembari tersenyum.

"Tunggu ya, kebetulan Pak Fester memberikan kartu namanya, silahkan kalian minun saja dulu kopinya" Ujar Rose.

"Terima kasih sebelumnya" Rizel dan Steiner meminum kopi yang di suguhkan. Mereka terdiam sejenak, hingga Ellie datang dan memberikan dompet berwarna coklat kepada Rose.

"Terima kasih sayang" Ucap Rose. Mata Steiner terus memandangi Ellie. Sampai wanita itu tertunduk malu dan pergi.

"Ingat kita sedang tugas, jaga sikap, termasuk kedua mata kamu"

"Baik Pak, maaf" Steiner duduk dengan tegak.

"Ini kartu nama Pak Fester" Rose memberikan kepada Rizel.

"Biar kami mencatat alamatnya ya Bu, Steiner tolong catat alamatnya"

"Siap Pak" Steiner mengeluarkan sebuah kertas dan pena. Menulis cepat alamat dari Fester Claude.

"Baik Bu, kalau begitu kami pamit, maaf jika sudah menyita waktunya" Rizel memberikan kartu nama Fester kepada Rose dan berpamitan.

"Tidak apa-apa, jika kalian membutuhkan informasi lainnya, jangan sungkan silahkan datang lagi kesini" Rose tersenyum.

"Terima kasih, kami permisi Bu" Rizel dan Steiner pergi.

****

"Panggil aku dengan nama Joker" Ujar seorang pria yang bersama Asmodeus, di satu ruangan yang cukup gelap.

"Lalu siapa target berikutnya tuan Joker?"

"Dia adalah anggota kepolisian" Joker memberikan selembar foto.

"Dosa terbesarnya?" Asmodeus melihat foto yang di berikan kepada Joker.

"Dia adalah salah satu anggota polisi yang melindungi bisnis haram Julio"

"Saya akan menyeledikinya terlebih dahulu, jika Anda berbohong, Anda tanggung sendiri akibatnya" Ancam Asmodeus.

"Silahkan, jika perlu akan aku berikan semua bukti-buktinya"

"Baiklah, misi ini saya terima setelah saya menyeledikinya dan suatu kebetulan juga, ada urusan dengan pihak kepolisian"

"Kamu memiliki urusan dengan anggota polisi atau bagaimana Asmodeus?" Joker terkejut.

"Iya, dan Anda tidak perlu mengetahuinya"

"Ok...ok tenang saja, aku tidak akan mencari tau karena yang penting misi itu cepat terselesaikan"

"Mungkin tidak akan terlalu cepat"

"Kenapa? apa kamu takut?"

"Anda menyepelekan saya tuan Joker?" Asmodeus berjalan mendekat.

"Tidak... tidak bukan itu maksudku" Joker mundur ke belakang dari kursinya

"Saya ingin sedikit bermain-main dengan pihak kepolisian" Asmodeus menghentikan langkahnya.

"Terserah yang penting dia harus terbunuh, aku tidak suka dengan orang-orang korup dan oknum yang bisa di sogok"

"Saya pergi, tunggu saja kabar berikutnya" Asmodeus hilang begitu saja di balik cahaya remang yang berada di ruangan itu.

"Pembunuh bayaran itu sangat menakutkan, rasanya aku pun harus sedikit waspada, salah-salah dalam berbicara, bisa-bisa nyawaku yang melayang" Gumam Joker.

Di rumah megah dan luas berlantai 2, beberapa orang polisi tengah berjaga. Satu mobil mewah pun tiba, satu orang polisi yang berjaga membukakan pintu gerbang. Memberi hormat kepada seseorang yang berada di dalam mobil. Dari jarak yang cukup jauh, di atas bangunan rumah kosong, Asmodeus memantau seluruh pergerakan yang berada di rumah itu.

Seseorang keluar dari mobil, polisi berpangkat bintang satu. Semua polisi yang berjaga memberikan salam hornat. Salah satu dari mereka membawakan tas koper, mengantarkanya hingga masuk ke dalam rumah.

"Ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan, penegak hukum akan segera di hukum" Ucapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status