Share

BAB 3 : Murka dari neraka

"Apa tujuanmu? kenapa ingin membunuhku?" Julio bertanya.

"Anda mungkin bisa melihat bintang yang berada di angkasa. Tetapi Anda tidak bisa melihat seekor semut yang berada di bawah kaki Anda" Asmodeus memainkan botol Champagne, menginjaknya dan menggelinding kan menggunakan kakinya.

"Apa... apa maksudnya? aku tidak mengerti sama sekali ucapan mu"

"Lupakan... dan jika nyawa Anda ingin selamat, Anda harus menuruti keinginan saya"

"Apa itu? apa kamu ingin uang? sebutkan saja berapa" Julio mengeluarkan ponsel miliknya dengam tangan bergetar.

"Berapa uang yang Anda miliki saat ini?"

"Ad... ada sekitar 800 juta di akun mobile banking yang berada di ponsel ini" Julio berkeringat.

"Sudah cukup, dan sekarang transferkan 800 juta itu ke... yayasan yatim piatu"

"Yayasan yatim piatu?"

"Ya, bebas, yang pasti harus yayasan yatim piatu"

"Yayasan.... yayasan yatim piatu mana?"

"Jangan banyak tanya! gunakan otak Anda! cari di internet! dan cepat kirimkan uangnya!" Bentak Asmodeus.

"Ba...baik, aku cari dulu yayasan yatim piatu yang mencantumkan nomor rekening untuk donasi"

Kedua tangan Julio semakin gemetar. Sekitar beberapa menit menunggu. Asmodeus berdiri, mendekat kepada Julio. Mengepalkan kedua tangannya.

"In....ini lihat! hahaha... aku sudah transfer semuanya sesuai perintahmu" Julio semakin ketakutan dalam sela tawanya. Serta menunjukan bukti transfer itu.

"Minumlah" Asmodeus mengambil kembali botol Champagne dan memberikannya kepada Julio.

"Mi... minum tanpa gelas?"

"Ya, minumlah!" Bentak Asmodeus.

"Tapi aku tidak biasa minum tanpa gel...."

Sebelum Julio selesai berbicara, Asmodeus memasukan botol Champagne dengan paksa ke mulut pejabat bea cukai itu. Lalu, melakukan tendangan berputar hingga mengenai bagian bawah botol Champagne, terdengar "Krek" suara dari tulang rahangnya yang patah dan membuatnya masuk semakin dalam, mulut Julio berlumuran darah, juga mengerang kesakitan.

Asmodeus mengeluarkan sebilah pisau, bergerigi tajam dan runcing. Tak mengenal rasa iba, sang pembunuh berdarah dingin itu menghujamkan pisaunya ke leher Julio, mengoyaknya tanpa ampun. Darah mengalir seperti air yang keluar dari keran.Sofa, karpet dan lantai berubah menjadi lautan darah.

"Selamat datang di neraka" Asmodeus menancapkan mawar besi, tepat di lubang yang mengaga, leher Julio.

Lanjut Asmodeus, menginjak ponsel milik Julio hingga hancur. Tampilan terakhir dari layar ponsel Julio adalah aplikasi chat, Julio tengah berkirim pesan dengan seorang polisi untuk meminta tolong. Asmodeus menyadarinya sejak awal, selesai transfer uang, tangan Julio diam-diam berpindah aplikasi, lalu mengirimkan suatu pesan.

Dari arah dapur seseorang berteriak "Ahhhhhhhh!!!!!!!" Teriak Wanita, selir dari Julio. Tengah menyaksikan langsung pembunuhan itu.

Mendengar teriakan histeris dari wanita itu, Asmodeus menghampirinya, tenang dan santai. Layaknya tidak ada apapun yang telah terjadi. Asmodeus menyudutkannya, sang wanita bersujud memohon ampun dalam tangisnya.

"Tolong jangan bunuh aku!"

"Jadilah wanita terhormat, atau akan bernasib sama seperti tuan Anda"

Berbalik, Asmodeus pergi meninggalkan wanita itu. Asap hitam merebak, hampir ke seluruh ruangan. Asmodeus tak lagi terlihat, menghilang seperti terbawa oleh angin. Suara tangis meledak, mewarnai kekejaman yang terjadi di villa mewah, Julio Arham.

****

White Rose School. Sekolah menengah atas, Rizel dan istrinya Delista menghadiri acara pertemuan orang tua dan wali kelas dari Genia, anaknya. Wali kelasnya bernama Elrose, memanggil Genia dan kedua orang tuanya ke ruangan.

"Selamat siang Bapak dan Ibu, perkenalkan nama saya Elrose, wali kelas putri Bapak dan Ibu"

"Saya Rizel, dan ini istriku Delista" Mereka saling berjabat tangan.

"Maksud kami dari pihak sekolah mengundang Bapak dan Ibu untuk membicarakan program bimbingan di rumah, untuk mempertahankan atau meningkatkan prestasi para murid"

"Maaf kalau boleh tau, bagaimana prestasi Genia di sekolah?" Tanya Rizel.

"Genia adalah salah satu anak cerdas di sekolah kami, untuk itu kami harap Bapak dan Ibu lebih memperhatikan putri sebagai orang tuanya dari bidang pendidikan di rumah, tetapi berikan juga ketenangan dan kenyamanan karena dua hal itu memacu sang anak menjadi lebih berkualitas karena ada perhatian istimewa dari kedua orang tuanya" Mendengar penjelasan Elrose, Rizel dan Delista saling menatap sambil tersenyum.

"Pasti Bu, pasti akan kami turuti saran dari Ibu wali kelas" Jawab Delista antusias.

"Dan kami juga menerima konseling kepada kedua orang tua murid dalam rangka memberikan pendidikan khusus tanpa tekanan kepada sang anak jadi Bapak dan Ibu jangan ragu ya untuk datang ke sekolah, dan konsultasikan kepada kami, Sekarang saya mau bertanya, Genia bagaimana suasana di rumah bersama kedua orang tua?"

"Ibu sangat perhatian, baik dan lembut, untuk itu aku selalu berusaha membantu pekerjaan rumah, dan Ayah... meskipun selalu sibuk, tapi Ayah sangat menyayangiku, dia tidak pernah membentak ataupun marah-marah" Genia menjawab serta tersenyum.

"Wah sangat beruntung sekali ya, Kamu memiliki orang tua yang sangat-sangat baik" Jawab Elrose.

Ponsel Rizel berdering. Steiner, salah satu anggotanya tengah menghubungi. Rizel ijin keluar ruangan, mencari tempat yang tidak begitu ramai. Lanjut, mengangkat panggilan dari Steiner.

"Halo ada apa Steiner?"

"Halo Pak komisaris, maaf jika menganggu acara bapak, tapi... tapi ini ada kasus lagi Pak" Suara Steiner terdengar panik.

"Kasus? kasus apalagi?" Rizel mengkerutkan dahi.

"Anu Pak Komisaris... Pejabat bea cukai, Pak Julio Arham telah di bunuh secara sadis di villanya yang berada di jalan corsela"

"Apa!? di...di bunuh? baik... baik aku akan segera datang kesana" Jawab Rizel terkejut.

"Tapi kan Pak Komisaris ada aca..." Rizel menutup telponnya. Berjalan cepat kembali ke ruangan wali kelas. Rizel berpamitan.

"Maaf Bu Elrose, aku harus pamit, ada pekerjaan yang harus di kerjakan" Delista dan Genia saling menatap keheranan.

"Ada Apa?" Tanya Delista.

"Kasus yang sama, seperti yang terjadi kepada mendiang George Hampton"

"Tidak apa-apa Pak, silahkan bapak kalau mau pergi, sebagai seorang abdi negara menjalankan tugas merupakan hal yang penting dan tidak bisa di tunda" Elrose menjawab ramah.

"Kalau begitu aku permisi, Delista aku titip Genia, hati-hati di jalan saat akan pulang nanti ya" Rizel memasang wajah tak enak.

"Iya tenang saja, hati-hati di jalan, ingat jangan ngebut Ayah" Jawab Genia.

"Hati-hati" Delista memegang tangan Rizel.

Jarak yang di tempuh cukup jauh. Rizel melihat polisi telah banyak yang berdatangan. Para awak media telah berkumpul. Siap meliput peristiwa pembunuhan yang terjadi kepada pejabat bea cukai itu.

Masuk menerobos, Steiner dan Claudia telah berada di lokasi terlebih dulu. Mata Rizel terbelalak melihat kondisi Julio Arham yang sama persis dengan seekor sapi yang di sembelih, jauh dari kata manusiawi. Terkoyak, bermandikan darah.

Salah satu anggotanya, Steiner memungut satu persatu serpihan ponsel Julio. Mengumpulkannya dan memasukan ke dalam plastik. Serta Claudia, membersihkan sisa-sisa darah dari setangkai mawar yang terbuat dari besi. Sedangkan tim forensik lainnya, tengah sibuk memeriksa lokasi dan jasad Julio Arham

"Pak Rizel, mawar ini tertancap tepat di leher beliau" Ujar Claudia.

Sang komisaris, Rizel segera mengambilnya. Dan memakai cara yang sama, menarik sebatang besi tipis yang menjadi kepala putik. Sesusai dugaannya, pembunuh bernama Asmodeus itu meninggalkan sebuah pesan. Rizel membacanya.

"Jasad kedua ini, adalah contoh manusia berkepala hewan yang berikutnya. Bahkan kematian tidaklah pantas bagi setan berdasi, selain tertimbun oleh kotorannya sendiri.

Asmodeus, The Godslayer"

"Pesan yang sangat mengerikan" Brigjen Andara mendatangi Rizel.

Rizel menoleh "Lapor Pak Brigjen!" memberikan salam hormat khas kepolisian.

"Ini tidak bisa di biarkan terlalu lama Rizel, pembunuh ini benar-benar memalukan kita sebagai anggota kepolisian"

"Pembunuh ini benar-benar terlatih Pak Brigjen Andara, sangat rapih dalam menyelesaikan aksinya"

"Untuk itu aku mengirimkan satu orang berbakat sepertimu, dia adalah Axel Troume, Axel masuk lah" Brigjen Andara memperkenalkan anggotanya.

Seorang pria berambut hitam, rapih dan berkulit putih, mendatangi Rizel dan Andara. Tersenyum, memberikan salam hormat kepada mereka berdua.

"Salam kenal Komisaris Rizel, namaku Axel Troume, berpangkat sama, dan tentunya aku senang bisa berkenalan" Axel dan Rizel berjabat tangan.

"Aku pun sama, senang bisa berkenalan" Jawab Rizel.

"Semoga kalian bisa menjadi tim terbaik yang bisa menyelesaikan kasus ini" Brigjen Andara menepuk pundak Rizel dan Axel.

"Kami akan berusaha Pak Brigjen, semoga kasus ini segera terselesaikan, sebelum ada korban lain yang berjatuhan" Jawab Rizel.

"Jangan terlalu cepat menyelesaikannya, karena darah segar yang mengalir memiliki aroma yang khas, melebihi parfum yang tercipta di dunia ini, terlalu di sayangkan jika kita tidak menyaksikannya kembali" Ucapan Axel dalam senyumnya yang aneh, membuat Rizel dan kedua anggotanya, Claudia dan Steiner menatapnya dengan tajam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status