Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini.
"Halo, Artemis...!"
"Astaga! Kalian semua...."
Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.
Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk.
"Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."
Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
"Silahkan ID Anda..."Suara AI atau Artificial Intelligence yang keluar dari mesin penerima tamu di hadapanku itu sangat khas. Seringkali suaranya membuatku tak sadar kalau itu bukan manusia, melainkan mesin. Segera ku tunjukkan lengan kiri yang terdapat tato mirip barcode ke arah sensor mesin tadi."ID diterima! Silahkan masuk Tuan Artemis."Pintu megah dihadapanku itu terbuka lebar. Kini aku disambut oleh dua robot humanoid yang nyaris mirip manusia. Wajah, kekenyalan kulit dan warna, kedipan mata mereka semua nyaris sama. Hanya perbedaannya, gerakan mereka masih nampak kaku."Mari kami antar, Tuan. Kamar anda ada di lantai 10.""Saya bawakan barang bawaan anda, Tuan."Kedua robot itu memang cukup membantu, meski sesekali aku ingin membawa tasku sendiri. Anggap saja ini olahraga. Tapi dua robot humanoid itu keburu mengambil tasku. Ya sudahlah...."Oh, maaf...."Mungkin kalian masih bingung. Teknologi ini belum ada di masa kalian hidup. Jika kalian membaca tulisan ini, maka artinya ka
Jalanan di tahun 2050 tak terlalu ramai, hanya beberapa Flying Skate saja yang nampak masih melayang di gelapnya malam. Setelah alat teletransporter ditemukan, mereka lebih memilih menggunakan itu. Meski masih ada manusia yang sadar akan kesehatannya hingga rela jalan kaki agar tetap terjaga kebugaran tubuhnya. Ini wajar dilakukan oleh mereka yang memang terlahir secara murni melalui rahim seorang ibu.Sangat berbeda denganku yang lahir di laboratorium saat masa transisi. Manusia buatan sepertiku daya tahan tubuhnya lebih baik. Bahkan aku tak akan cepat menua seperti mereka yang terlahir alami."Aah... sampai juga di rumah. Halo W115, aku pulang!""Selamat datang kembali, Tuan Artemis. Mau saya buatkan teh hangat?""Tidak, W115! Buatkan kopi hitam saja untukku."W115 adalah robot rumah tangga disini sekaligus sahabatku juga. Selama rumah ku tinggalkan, dia yang mengurus semuanya. Terdengar suara guntur dari luar. Ah...hujan lagi! Tapi di masa ini hanya ada hujan buatan termasuk sinar m
Tuan Putri Serenada adalah perempuan tipe pemaksa. Semua orang harus mau menuruti apa katanya. Apa boleh buat? Lebih baik ku ikuti saja dulu kemana dia mengarah nantinya."Yaa... baiklah!""Yeah! Itu baru Artemis, temanku! Aku mau melihat apa alat pemutar musik yang kita temukan tadi ada isi memorinya atau tidak?""Ini cuma alat kuno biasa. Tidak ada isinya!"Serenada langsung merebutnya dariku. Tentu saja itu buatku terkejut. Dia melihat lebih teliti lagi benda itu."Kau kurang teliti. Bagaimana mungkin orang sepertimu bisa menjadi Arkeolog?"Nah, mulai lagi dia meledekku. Serenada memaksa membuka pemutar musik itu dan tiba-tiba ada yang terjatuh saat alat itu terbelah menjadi dua."Hei, alatnya rusak! Kalau sudah begini jadi tidak berharga lagi."Serenada tak menghiraukanku. Dia mengambil benda kecil tadi yang terjatuh. Lalu menunjukkannya padaku. Rupanya ada memori yang hampir sama bentuknya dengan yang tadi."Kita lihat apa isi memori ini."Saat memori tadi dimasukkan ke dalam alat
Lama kami bertiga hanya terdiam. Sial! Aku kini terjebak pada situasi semacam ini. Tak pernah kusangka kalau manusia di dalam Dome sudah banyak yang penasaran dengan dunia di luar sana."Jadi, bagaimana Artemis? Hanya kau yang sedari tadi diam. Tapi, aku tidak akan membiarkanmu untuk berkata TIDAK."Senyum Dova berubah menjadi sinis, ia sepertinya mulai membaca pikiranku. Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Kulihat tangannya menekan sesuatu pada meja putih bundar.Dinding di samping Dova terbuka layaknya laci. Ia mengeluarkan sesuatu dari sana. Saat kusadari benda apa itu, reflek kakiku mundur satu langkah. Itu senjata penghapus data! Bagaimana dia bisa memilikinya?"Baiklah, aku ikut saja!""Bagus, itu yang ingin kudengar darimu Artemis.""Jangan bercanda dengan senjata itu, Dova!""Aku tidak bercanda kali ini, Tuan Putri! Ini adalah misi rahasia yang sangat ku jaga dengan rapat. Kalau Artemis berani menolak atau melapor ke robot polisi, lebih baik datanya kuhapus saja."Aku bernapas
"Dova, ayo bantu kami!""Iya, aku datang! Ayo segera bawa ke ruangan.""Bruuk!"Debu berterbangan di dalam ruangan membuat kami terbatuk sesaat. Mesin penghisap debu otomatis di dalam ruangan segera bekerja. Kini ruangan kembali bersih. Benda hitam kotak apa ini? Seluruh lapisan benda ini ditutupi kain hitam."Ini alat elektronik jaman dulu?""Sepertinya bukan Artemis, lebih baik kita buka dulu."Kami mencoba membuka kain penutupnya terlebih dahulu. Barulah nampak ini adalah sebuah kotak kayu. Dova membersihkan permukaannya dengan kain tadi."Hanya kotak kayu biasa, tapi kenapa bisa seberat itu ya?""Supaya kita tahu, buka saja dengan Laser Pembelah.""Kalian berdua minggirlah! Biar aku yang membukanya."Dova mulai membelah kotak itu dengan sangat hati-hati. Aku dan Serenada hanya bisa melihatnya sampai akhirnya satu sisi kotak itu terbuka dan isinya berhamburan."Astaga! Apa ini?""Ini disebut buku, Tuan Putri. Jaman dulu orang membuat buku dengan kertas yang berasal dari pohon. Rupan
Dova masih diam tak mampu berkata apapun. Aku berlari ke bagian pantry dan menekan tombol otomatis untuk menyeduh coklat hangat. Tuan Presiden memang beberapa kali ke laboratorium. Namun, baru kali ini aku melihat wajah Dova nampak pucat bahkan sampai terjatuh. Setelah bertemu dengan Tuan Presiden."Minumlah ini, tenangkan dirimu dulu.""Ba-baik Artemis. Terima kasih ya!"Coklat hangat yang ada sekarang memang sudah buatan secara kimia. Meski begitu, efeknya tetap sama, mampu menenangkan suasana hati seseorang."Aku rasa ayahku mencurigaimu, Dova.""Kenapa begitu, Tuan Putri?""Karena Dova dulu paling sering berhubungan dengan Profesor Sanders. Sementara beliau saja pada akhirnya mencoba keluar dari sini dan dianggap pembelot. Bukan begitu Dova?""Terkadang aku tidak paham dengan dunia ini, Tuan Putri Serenada. Orang yang sudah banyak berjasa bagi kemajuan Dome, justru dimusuhi begitu hebat hanya karena dia memiliki prinsip yang berbeda dengan ayahmu."Kepala Dova mulai mendongak ke at
Aku sudah bersiap berada diatas Flying Skate. Tapi tiba-tiba Serenada memanggilku. Nah, ada apa lagi? Jam kerja sudah berakhir dan aku mau pulang."Boleh aku malam ini menginap di rumahmu, Artemis?"Serenada mau menginap di rumahku untuk apa? Duh, jelasnya aku tak suka. Mengganggu privasiku saja! Sejak dulu aku terbiasa sendiri, eh tidak juga! Maksudku hidup bersama W115, robot pelayan sekaligus sahabatku itu."Sekali ini saja Artemis, kumohon.""Nanti Tuan Presiden mencarimu. Aku bisa dihapus datanya dan dianggap menyembunyikan anak kesayangannya.""Huh! Kau tidak tahu ayahku seperti apa. Tenang saja, dia tidak akan mencariku.""Ah, pokoknya tidak!"Kutinggalkan Serenada begitu saja dan langsung terbang menaiki Flying Skate milikku. Dalam perjalanan, sebenarnya aku masih berpikir tentangnya. Tidak biasanya Serenada bersikap begini anehnya. Sepertinya setelah dia tahu rumahku, rasa penasarannya terlalu tinggi.***"W115, tolong buatkan kopi untukku!""Satu atau dua, Tuan Artemis?""Ten