Share

Catatan Kedua : Memori

Jalanan di tahun 2050 tak terlalu ramai, hanya beberapa Flying Skate saja yang nampak masih melayang di gelapnya malam. Setelah alat teletransporter ditemukan, mereka lebih memilih menggunakan itu. Meski masih ada manusia yang sadar akan kesehatannya hingga rela jalan kaki agar tetap terjaga kebugaran tubuhnya. Ini wajar dilakukan oleh mereka yang memang terlahir secara murni melalui rahim seorang ibu.

Sangat berbeda denganku yang lahir di laboratorium saat masa transisi. Manusia buatan sepertiku daya tahan tubuhnya lebih baik. Bahkan aku tak akan cepat menua seperti mereka yang terlahir alami.

"Aah... sampai juga di rumah. Halo W115, aku pulang!"

"Selamat datang kembali, Tuan Artemis. Mau saya buatkan teh hangat?"

"Tidak, W115! Buatkan kopi hitam saja untukku."

W115 adalah robot rumah tangga disini sekaligus sahabatku juga. Selama rumah ku tinggalkan, dia yang mengurus semuanya. Terdengar suara guntur dari luar. Ah...hujan lagi! Tapi di masa ini hanya ada hujan buatan termasuk sinar mataharinya. Sebab tak mumgkin sinar matahari bisa menembus kaca Dome yang teramat tebal ini. Hujan alami yang kurasakan terakhir kali saat aku berumur 8 tahun.

"Silahkan ini kopinya, Tuan. Sepertinya ada tamu diluar. Biar saya bukakan saja pintunya."

Tamu? Memang tadi samar kudengar suara bel rumah berbunyi. W115 segera membuka pintu. Hampir saja aku menyemburkan kopi yang kuminum saat mendengar siapa yang datang.

"Tuan Putri Serenada!"

"Ternyata ini rumahmu ya, Artemis. Hm... memang orang yang dipercaya ayahku itu rumahnya lebih besar dari yang lainnya."

Aku hanya mematung saat Tuan Putri Serenada mengamati sekitar. Rumahku memang lebih luas, itulah perbedaan yang punya jabatan dengan orang biasa. Rumah ini memang fasilitas yang diberikan untukku selama bekerja di Laboratorium Utama sebagai Arkeolog.

"Jadi, sedari tadi kau mengikutiku?"

"Yup! Aku selalu penasaran dengan apa isi rumah orang yang punya jabatan. Hm... ada patung kuno disini. Lalu benda aneh disana. Yup! Kesimpulanku rumahmu seperti penampungan sampah."

Penampungan sampah katanya? Benda yang ada disini tidak ku dapatkan dengan mudah. Termasuk dapat saat bekerja. Aku menyukai benda kuno yang tak pernah ada di masa sekarang. Setiap koleksi disini memiliki nilai seni tersendiri. Begitu mudahnya Tuan Putri Serenada menyebutnya sebagai "sampah".

"Oke, Tuan Putri sudah cukup tur keliling rumahku. Sekarang sudah malam dan waktunya istirahat."

"Hei, kau mengusirku!"

"Harusnya aku yang marah tadi! Kenapa benda-benda disini dikatakan sampah?"

"Kan memang sampah! Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi."

"Tuan Artemis, perhatikan kata-kata anda. Dia Tuan Putri...."

"Aku manusia dan punya perasaan! Tentu saja sikap dan kata-katanya buatku marah. Sembarangan dia menyebut ini semua sampah!"

"Oh, Artemis bisa marah rupanya? Aku kesini ingin memberitahumu sesuatu hal. Ayo ke kamarmu, sekarang!"

Amarahku mulai mereda, meski sebenarnya masih kesal juga. Memang seperti inilah aslinya Serenada. Suka memancing emosi, biasanya aku bisa menahannya. Tapi kata-katanya kali ini memang keterlaluan!

Aku menaiki tangga bersama Tuan Putri Serenada. Kamarku ada di lantai dua. ID di lengan kiri kudekatkan pada alat scan dan pintu kamarku pun terbuka.

"Baiklah, mungkin kau tidak akan percaya akan apa yang aku tunjukkan padamu kali ini."

***

Tuan Putri Serenada mengeluarkan benda tipis kecil yang disebutnya sebagai memori penyimpanan data. Dia menemukannya dari salah satu alat yang kami temukan. Sebelum dihancurkan, ia mengutak atik alatnya dan menemukan benda itu.

"Ya, lalu apa bagusnya?"

"Isinya, Artemis!"

"Kita tidak punya alat yang bisa digunakan untuk membuka isi data didalamnya."

"Aku ada ini!"

Sebuah benda berbentuk kotak dengan berbagai macam bentuk lubang di sampingnya. Aku belum pernah tahu benda apa itu. Tuan Putri Serenada menjelaskan padaku bahwa itu adalah alat khusus milik Dova. Ia mengambilnya saat Dova sedang sibuk melakukan sesuatu.

"Apa kau mencurinya dari laboratorium? Tuan Putri macam apa ini, suka mengambil barang yang bukan miliknya!"

"Aku hanya mengambilnya eh bukan meminjamnya lebih tepatnya."

"Kau memang tidak berubah sejak dulu!"

"Ssh...tidak ada waktu lagi! Aku sudah memutar ini di kamarku. Untung saja ayahku tidak ada. Kau harus mendengarnya sendiri, Artemis."

Memori itu kemudian dimasukkan ke alat tadi. Terdengar suara yang tidak begitu jelas di awal. Alat ini tidak mengeluarkan gambar sama sekali, padahal ada lensanya untuk memproyeksikan sebuah gambar. Mungkin data yang tersimpan hanyalah suara.

***

Haloo...

Haloo...

Aku membuat rekaman ini sebelum semuanya menghilang. Ini akan menjadi saksi sejarah. Aku menyaksikannya sendiri. Bumi tidak seutuhnya hancur.

bzz..zzzt

Tidak...tidak seutuhnya. Ini hanya akal-akalan Tony Rodger. Agar dia bisa menjadi pemimpin. Dome...zzt... dan semuanya hanya buatannya.

Bzzz...

Aku mencoba untuk mengembalikan keseimbangan alam di Bumi. Lihat saja...bzzzzzz

***

"Apa maksudnya? Nonsense mengembalikan bumi seperti yang dulu! Apa ini bentuk konspirasi untuk membelot ayahmu? Suara itu menyebut nama ayahmu juga."

"Ya awalnya aku juga berpikir begitu, Artemis. Tapi aku masih penasaran dengan Dome. Apa ini semua palsu? Lalu kita ini hidup dimana selama ini?"

"Kalau ini bukan bumi tentu bentuk kita akan berbeda. Gravitasi tiap planet berbeda dan akan mempengaruhi bentuk makhluk didalamnya."

"Aku mencurigai sesuatu, Artemis."

Wajah Serenada mendekat kepadaku. Membuatku harus menjaga jarak.

"Apa itu?"

"Ada dunia lain dibalik Dome ini."

"Ya, tapi kurasa itu hanya daerah kering dan beracun. Sangat tidak ramah untuk manusia!"

"Tapi bagaimana jika orang yang merekam suara tadi sudah melakukan semuanya. Sudah mengembalikan keseimbangan alam seperti yang dia katakan."

"Itu mustahil, Serenada!"

"Bagaiamana jika kita bertaruh, Artemis? Kalau kau yang benar aku akan menurutimu apapun. Tapi kalau...."

"Maaf, aku tidak suka taruhan! Lagipula ini pelanggaran bagi kita menembus Dome. Robot penjaga bisa menghapus data kita."

"Dengarkan kali ini saja, Artemis! Aku tidak memintamu untuk menembus Dome. Tapi kalau memang diperlukan ya apa boleh buat?"

Aku hanya mendengus kesal. Tapi, Serenada memaksaku untuk mau mengikuti misinya yang tidak jelas sama sekali. Kesempurnaan sudah ada di dalam Dome. Apalagi yang mau dicari?

"Hidup terlalu sempurna itu membosankan! Aku sudah merasakan kemudahan sejak kecil. Itu sebabnya kenapa aku memilih pekerjaan yang saat ini kujalani."

"Dova tahu akan hal ini?"

"Aku rasa tidak! Tapi entah kalau dia diam-diam ikut mencari tahu tentang hal ini. Tenang, ada orang yang sama penasarannya sepertiku. Masih ingat Novan?"

"Hm... ya dia yang lebih dulu lulus dari sekolah itu kan? Memang kuakui dia jenius."

"Dia yang akan ikut memecahkan misteri kehidupan di luar Dome ini bersama kita. Eh, itupun kalau kau mau juga."

Mataku melotot tak percaya. Novan bukan anak yang nakal sewaktu sekolah. Dia sangat patuh dengan aturan. Rasanya aneh kalau dia tiba-tiba ikut penasaran dengan dunia diluar Dome.

"Jadi bagaimana, Artemis?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status