Share

Cinta Masa Lalu

Flashback 4 tahun yang lalu

Haykal membuat kesepakatan untuk tidak saling telponan atau mengirimkan pesan saat Kinar ke Bandung, dengan dalih agar gadis itu konsentrasi memilih kampus yang tepat. Selain itu, Haykal juga bilang pada Kinar agar perjumpaannya saat Kinar pulang ke Jakarta jadi lebih seru. Apalagi, perpisahan itu baru pertama kalinya dijalani keduanya. Satu bulan tidaklah lama.

Cowok itu memang ada-ada saja, membuat ide seperti itu membuat Kinar semakin tergila-gila padanya. Kinar berharap begitu tiba di Jakarta, ia ingin segera bertemu dengan kekasihnya itu. Rasa rindunya telah tertumpuk selama dua puluh sembilan hari dan harus segera ditukar dengan perjumpaan yang indah.

Kinar benar-benar tiba di rumahnya. Rasa lelah usai perjalanan kurang lebih enam jam lamanya tidak ia rasakan, saking inginnya segera berjumpa dengan Haykal. Setelah mandi dan mengobrol dengan sang adik, Kinar melangkah menuju teras.

Dengan menggenggam segelas es jeruk, ia mengawasi dan menyapa warga kompleks yang lewat depan rumahnya. Batinnya berharap, salah satu dari mereka adalah Haykal karena kekasihnya itu biasanya pulang dari kampus pukul setengah lima sore.

Wajah cantik Kinar mulai mendung, batinnya pun merasa gelisah. Sosok yang dinanti tak juga tampak, padahal waktu mulai mendekati Maghrib.

Sang adik memanggil, membuat Kinar masuk rumah dan duduk di ruang tamu. Menikmati pisang goreng buatan ibunya sambil mengawasi jalanan depan rumah dari balik jendela kaca ruang tamu. Tetap saja tak muncul Haykal yang sudah sangat ia rindu.

"Tumben, udah jam segini belum lewat juga," gumam Kinar, kemudian menghela napas berat.

Kinar mencoba berpikir positif dan bersikap tenang. Mungkin, kekasihnya itu lupa jika hari ini Kinar pulang dari Bandung. Seandainya ingat, Haykal pasti tak mau melewatkan pertemuan untuk melepas rindu.

Hingga malam berlalu, belum juga terlihat batang hidung cowok berlesung pipit yang dirindukan Kinar. Bahkan tak ada pesan atau sekedar miscall, padahal perjanjian untuk tidak saling menanyakan kabar telah berakhir. Kinar jadi gemas. Ia yang merasa tersiksa oleh rindu kemudian menangis.

Kinar lantas berlari menuju kamar. Batinnya merasa campur aduk antara kesal, sedih dan marah. Ia lantas membenamkan wajah di bantal, melampiaskan rasa sesak dengan tangisan.

"Kamu ke mana, sih, Mas? Tega banget nyiksa aku kayak gini," jerit Kinar lirih.

***

Tok, tok, tok!

Ketukan berulang di pintu utama membuat Kinar yang berada di ruang keluarga yang bersebelahan dengan ruang tamu, mendongak ke arah jam dinding. Hampir pukul delapan malam. Kinar berpikir tidak mungkin ayah dan ibunya yang baru berangkat ke acara resepsi pernikahan telah pulang secepat itu. Tidak mungkin juga Dayu yang berpamitan menginap tiga hari di rumah saudara di Bekasi pulang tiba-tiba.

Kinar yang terlanjur asyik membaca-baca brosur beberapa kampus di Bandung, terpaksa beranjak menuju pintu.

"Siapa, sih?" omelnya memutar handel pintu agak kasar.

Kinar menarik gagang  pintu dengan kesal. Sontak, ia tercekat dan mematung saat pintu telah terbuka. Sosok yang membuatnya menangis kemarin, kini telah berdiri menjulang di hadapan, tanpa ekspresi.

"Mas Haykal?"

Tak ada jawaban walaupun sekedar tersenyum. Haykal justru menatap tajam, membuat Kinar beringsut mundur. Haykal tampak begitu berbeda. Diam, dingin dan sorot matanya menyeringai.

"Mas?" teriak Kinar sambil gemetar saat Haykal tiba-tiba bersimpuh di kakinya.

Haykal tampak mendongak, menatap penuh arti, tetapi Kinar tak bisa mengerti maksud tatapannya itu. Gadis yang mengikat rambutnya satu ke atas itu berusaha menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Dadanya seketika ikut-ikutan berdenyut nyeri tanpa tahu sebabnya.

"Kinar! Kamu cinta sama aku?" tanya Haykal sambil menggenggam erat jemari Kinar yang dingin.

"Kamu, kenapa sih, Mas? Aku jadi takut, lho," ujar Kinar yang tubuhnya makin gemetar. Ia seolah-olah kehilangan sosok Haykal yang biasanya jahil, suka iseng dan sering bercanda.

"Kamu cinta sama aku?" cecar Haykal lagi sambil tak melepas genggaman tangan.

Kinar mengangguk, kelopak matanya mulai berkaca-kaca.

"Seandainya ada sesuatu yang terjadi sama aku, apa kamu tetep cinta aku?" imbuh Haykal dengan bibir bergetar saat berucap.

"Memangnya ada apa, Mas?" tanya Kinar dengan buliran bening yang mulai meleleh di pipinya.

"Jawab dulu!" desak Haykal dengan sorot mata menghujam jantung Kinar.

Gadis itu makin gemetar ketakutan, beringsut melepaskan diri dari genggaman tangan Haykal.

"Plis, jawab aku, Kinar," pinta Haykal terdengar memelas dengan intonasi suara yang mulai menurun.

"Buat apa aku menjawabnya, Mas. Sejak dulu selalu aku katakan, kalau sangat mencintai Mas. Bahkan, aku begitu takut kalau harus kehilangan Mas!" pekik Kinar yang semakin terisak.

Haykal berdiri kemudian merengkuh tubuh ramping Kinar dan mendekapnya erat.

"Maafkan aku telah membuatmu takut. Aku hanya ingin mendapatkan keyakinan, bahwa kamu benar-benar mencintaiku."

"Apa maksudnya, Mas?" 

Batin Kinar seketika merasakan ada yang tidak beres dengan cowok yang dicintainya itu. Ia lantas melepaskan diri dari pelukan.

"Gak! Gak kenapa-napa," sahut Haykal sembari tersenyum getir kemudian merengkuh tubuh Kinar lagi. 

Kinar merasa wajahnya hangat saat membenamkan diri di dada atletis milik Haykal. Tubuhnya seketika bertambah gemetar saat kepalanya dibelai dengan lembut. Darahnya berdesir membuatnya terlena dalam pelukan.

Setelah beberapa lama saling memeluk erat, Haykal tampak merenggangkan pelukan. Tangannya kemudian menggenggam wajah Kinar dan melabuhkan bibir, membuat gadis itu tersentak. Tubuh Kinar merasakan sensasi layaknya kesetrum aliran listrik.

Haykal lantas meminta Kinar untuk berjanji menunggunya dengan nada memaksa. Hal itu semakin membuat Kinar berpikir aneh dan takut. Ia merasa penasaran akan sosok yang dicintainya itu. Kerinduan yang telah Kinar tahan selama satu bulan lebih itu, nyatanya tidak tersalurkan dengan sempurna. Ia makin merasa ada yang tidak beres dengan Haykal.

Sejak pertemuan terakhir itu, Kinar tidak lagi berjumpa dengan Haykal. Bahkan kekasihnya itu juga tidak lewat depan rumahnya saat berangkat ataupun pulang dari kampus. Padahal yang Kinar tahu, Haykal sedang dalam masa skripsi.

Tak cukup sampai di situ, Kinar semakin didera rindu saat ia menanyakan kabar Haykal pada teman-temannya yang nyatanya juga tidak mengetahui. Iseng, Kinar bertekad menuju rumah Haykal dengan menghilangkan rasa gengsi.

"Cari siapa, Neng?" 

"Nyak, rumah depan itu dikontrakkan, ya? Emang yang punya rumah ke mana, ya, Nyak?" tanya Kinar pada wanita yang menghampirinya, begitu ia terkejut mendapati sebuah tulisan yang tertera di pintu rumah milik orangtua Haykal.

"Orangnya udah pada pindah, Neng, sejak anaknya yang bernama Haykal itu nikah. Pan, ceweknya hamil duluan!" sahut wanita paruh baya itu membuat pandangan Kinar seketika kabur dan tubuhnya hampir limbung karena terkejut.

Kinar merasa syok, pikirannya seketika kalut. Batinnya tidak bisa menerima kabar jika Haykal nyatanya mengkhianati cintanya selama ini. 

Hari ke hari Kinar semakin mengurung diri di kamar. Tak ada semangatnya lagi untuk melanjutkan kuliah. Ia depresi berat karena Haykal. Ayah dan ibunya kemudian memulangkan Kinar ke Solo, agar menemani sang nenek.

***

Hawa dingin menusuk pori-pori kulit, membuat Kinar kebelet pipis sehingga pikirannya yang mengembara ke masa lalu buyar seketika. Batinnya masih merasakan sakit dan dendam terhadap Haykal. Ia yang trauma akan cinta takut menjalin hubungan dengan laki-laki lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status