Dengan mengenakan kaus berbalut jaket berbahan jeans dan bawahan celana panjang berbahan yang sama dengan jaket, Kinar mematut di depan cermin. Rambut lurusnya ia biarkan tergerai, tak lupa bedak warna nude menghias wajah, serta lipstik warna soft juga menghiasi bibirnya.
"Nah, gitu dong! Sesekali jalan sama cowok. Liburan kok cuma ngurung di rumah," canda Widya ketika anak gadisnya meminta izin, berpamitan.Widya tersenyum, kemudian mengantar Kinar hingga teras. Wanita itu menyaksikan sang anak gadis dan Galang jalan berdua mengendarai motor.Saat dalam perjalanan, sesekali Kinar merenggangkan letak duduk agar tidak menempel di punggung Galang. Tangannya pun berusaha berpegangan pada besi di belakang jok. Ia harus mawas diri, pikirnya."Mau Mas ajak ke mana, aku ini?" tanya Kinar sambil menepuk bahu Galang pelan."Tenang aja! Aku akan mengajakmu ke tempat yang indah," balas Galang sambil menoleh."Tempat indah gimana maksudnya?!" gertak Kinar yang mulai sewot."Ada deh!"Deg.Jantung Kinar seketika berdebar. Ada rasa takut menyergap dada. Pikirannya mulai berkecamuk. Ia takut akan Galang kalau berbuat macam-macam. Kinar benar-benar kalut hingga keringat dingin mulai bercucuran meskipun angin berembus di jalanan.Dalam diam menahan takut, Kinar mencoba memutar otak agar kecemasannya tidak terjadi."Berhenti sebentar aja, bisa, gak, Mas?" ujar Kinar setengah berteriak karena jalanan tampak lumayan ramai.Galang lantas menepikan kendaraan yang dikemudikannya di depan warung yang telah tutup. Mereka berdua kemudian turun dari motor."Gimana, kalau kamu nganterin aku ke rumah temanku aja?" bujuk Kinar agar Galang tidak mengajaknya ke tempat yang aneh-aneh. Pikiran buruk memang telah berkecamuk di kepala Kinar sejak tadi. Makanya ia menawarkan ide itu supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Jaman sekarang, perempuan dituntut lebih waspada agar kejadian buruk tidak menerpanya."Oke gak pa pa. Ayo!"Akhirnya Galang mengikuti ajakan Kinar berkunjung ke rumah teman yang searah dengan jalan yang dilewatinya saat ini. Tak berapa lama, keduanya tiba di sebuah perkampungan dengan suasana asri. Banyak pepohonan, jarak rumah satu dengan rumah yang lainnya pun tidak terlalu dekat. Hawa dingin khas pegunungan pun begitu terasa dirasakan Kinar.***Galang lebih banyak diam ketika Kinar dan sang teman bercengkerama bersama. Maklum, sejak sang teman cuti melahirkan, baru kali ini Kinar bertemu. Itupun siasat Kinar dalam rangka menghindar dari ajakan Galang karena rasa takut yang menderanya.Lebih kurang satu jam Kinar dan Galang bertamu. Setelah cukup mengobrol, akhirnya keduanya berpamitan pulang."Jangan ngebut, aku takut!" Kinar memukul bahu Galang dengan geram saat tiba-tiba dengan santainya laki-laki itu menambah kecepatan."Makanya pegangan! Gini, nih." Galang menoleh, kemudian meraih satu per satu tangan Kinar dan meletakkannya di pinggangnya."Gak, ah!" Secepat kilat Kinar menarik tangannya dari pinggang Galang dan beralih berpegangan pada besi di belakang jok.Galang yang menyadari penolakan dari Kinar untuk berpegangan di pinggangnya, malah semakin menambah kecepatan. Kinar bergeming seraya berdoa dalam hati."Busyet! Ni orang kayaknya ngerjain aku. Ya Allah ... takut," gumam batin Kinar.Pandangan Kinar semakin silau saat menatap ke depan, karena matahari yang telah bergeser ke arah barat memancarkan sinarnya cukup terang."Kok ini lewat jalan lain, ya? Bukannya tambah jauh kalau lewat jalan sini?" protes Kinar yang hanya mampu diucapkan dalam hati. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, jalanan tampak sepi hanya satu dua kendaraan yang lewat.Rasanya Kinar ingin berteriak, tetapi ia merasa takut. Takut jika Galang semakin brutal mengemudikan kendaraannya. Namun, sesaat kemudian, entah kenapa Galang sedikit mengurangi kecepatan saat melewati jalanan depan telaga. Kinar pun sedikit merasa lega. Mungkin laki-laki itu tahu kalau Kinar menahan takut."Mampir ke telaga sebentar, yuk! Kita duduk-duduk aja sambil menikmati sore. Yang penting sebelum maghrib, aku udah janji bakalan nganterin kamu pulang." Galang menoleh untuk beberapa saat sambil menatap wajah Kinar. Jalanan menuju telaga tampak lengang, hanya terlihat beberapa pasangan muda-mudi yang juga melewati jalanan yang sama."Oke, tapi jangan lama-lama, lho!" Kinar mulai melunak. Semua karena gadis itu telah berpikiran yang macam-macam, ketakutan jika Galang akan berbuat yang tidak-tidak jika ia menolak.Galang membelokkan kendaraannya, melewati jalan setapak yang masih berupa tanah berbatu menuju tepian telaga. Ada debar yang mulai menjalar dalam dada Kinar. Entah debar ketakutan atau debar yang lainnya. Gadis itu masih bingung membedakan rasa yang menyergap dadanya tiba-tiba.Tiba di tepi telaga, Galang bergegas memarkirkan kendaraannya di tempat yang aman tak jauh dari tempat duduk keduanya.Angin berembus menerpa wajah Kinar. Galang lantas berinisiatif menyibakkan rambut gadis itu yang terurai. Galang sigap menyelipkan anak rambut yang menutup sebagian wajah gadis itu. Sontak, Kinar menepis tangan Galang sambil menatapnya, geram. Kinar tidak mau diperlakukan seperti itu. Apalagi di tempat yang lumayan sepi."Maaf!" ucap Galang singkat sambil tersenyum, menangkupkan kedua tangannya di depan dada."Jangan kayak gini lagi! Aku gak suka, apapun alasannya!" cetus Kinar dengan ketus seraya mengalihkan pandangan."Iya."Hening. Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing sambil menikmati keindahan senja sekaligus keindahan telaga."Ya ampun ... jaketku ketinggalan di rumah Santi!" teriak Kinar tiba-tiba. Tanpa sadar, Kinar menepuk lengan Galang yang mengenakan jaket bomber warna coklat tua sebagai lapisan luar dari kaus yang membalut tubuh laki-laki itu.Angin dingin yang menusuk pori-pori kulit membuat Kinar teringat akan jaket yang tadi ia kenakan, tetapi tertinggal di rumah sang teman."Dingin? Pake jaketku aja, gih, biar gak kedinginan!" tawar Galang, tetapi Kinar sontak menggeleng. "Pake, ya?" sambung Galang lagi, sesaat kemudian sambil melepas jaket.Kinar terdiam, dalam batinnya merasa telah lama tak mendapat perlakuan manis dari seorang laki-laki. Ada desiran halus yang tiba-tiba menyusup dalam dadanya, ketika dengan lembut Galang memakaikan jaket di badannya.Kinar kebingungan karena ia tiba-tiba jadi luluh. Ia pasrah menyodorkan tangan saat dipakaikan jaket oleh Galang.Kinar semakin takluk, seolah sikap judesnya selama ini hilang mendadak. Tak hanya pasrah dipakaikan jaket, ia juga terdiam saat Galang meraih dan menggenggam tangannya. Tak seperti beberapa saat yang lalu, ia selalu waspada dengan apa yang dilakukan laki-laki itu padanya. Ada apa dengan Kinar?"Terima kasih," ujar Kinar dengan hati tak tentu seraya menatap wajah Galang sebentar, kemudian menunduk. Kinar merasa malu tampak dari pipinya yang merona."Sama-sama," sahut Galang sambil mengeratkan genggaman tangan. Sekilas laki-laki itu menyunggingkan senyum menawan.Tanpa sengaja pandangan keduanya bersirobok. Seketika ada desir lembut menjalar dalam dada Kinar. Sementara wajah Galang pun bersemu kemerahan. Ia segera mengalihkan pandangan ke arah langit yang menampilkan semburat keemasan yang begitu indah di ufuk barat karena rasa gugup yang menderanya."Cerah banget, ya?" ujar Galang membuyarkan lamunan yang baru saja Kinar kunjungi."A-apa?! Kamu tadi bilang apa?" balas Kinar terbata karena terkejut dan tidak mendengar apa yang diucapkan Galang."Kamu pasti udah punya pacar, ya ... itu yang kutanyakan barusan.""Aku dah lama gak pacaran." Spontan, pernyataan itu keluar dari bibir Kinar. Lantas Kinar menarik tangan dari dalam genggaman Galang."Yessss!" teriak Galang membuat Kinar menatap ke arahnya sambil ternganga, heran."Kenapa?""Mau gak jadi pacarku?""Aku gak lagi cari pacar, tapi cari suami.""Oke. Siapa takut!""Maksudnya?""Gimana, kalo aku lamar kamu aja?"Ada rasa yang semakin menjalar dalam dada Kinar, ketika tiba-tiba Galang merasa tertantang dengan ucapannya."Emang berani, melamar aku di depan Bapak?" sambung Kinar kemudian."Duh! Kenapa sih, aku jadi nantangin dia gini?" gerutu Kinar dalam batin merasa menyesal."Berani dong ... aku lelaki pemberani!" sahut Galang. "Berarti kamu nerima aku, kan?" sambungnya kemudian.Kinar terdiam, seketika lidahnya terasa kelu. Ia bingung harus menerima atau menolaknya. Semua terasa mendadak, meskipun gelagat laki-laki itu telah Kinar rasakan sejak berkunjung ke rumahnya. Apalagi Galang diam-diam mencuri fotonya beberapa waktu yang lalu."Gimana, ya ... buktikan saja dulu di depan orangtuaku. Kalau kamu benar-benar datang melamar, otomatis aku terima.""Oke. Deal, ya? Tapi aku ... aku duda, loh!" ujar Galang berterus terang dengan statusnya saat ini, tetapi Kinar terkejut seketika.Kinar seketika merasa kecewa dan menyesal, tetapi ia terlanjur memberi tantangan, dan Galang telah menerima tantangan tersebut."Ya udah, soal status gak masalah. Yang penting, kan, jadi laki-laki itu harus bisa bertanggung jawab kalau sudah jadi suami," jawab Kinar kemudian, setelah terdiam beberapa saat.Kali ini Kinar benar-benar hilang akal. Dia yang selama ini tidak mudah takluk dengan seorang laki-laki, tiba-tiba luluh di hadapan seorang duda bernama Galang."Ya udah pulang, yok!" ajak Galang sambil berdiri menyodorkan tangan menggapai Kinar agar bangkit dari duduk. "Sebentar lagi, ya! Aku, kok, tumben masih pengen menikmati angin di sini sama kamu, Mas."Galang menatap heran, batinnya tersenyum. Laki-laki itu merasa jika usahanya mulai menampakkan hasil.Kinar tiba-tiba menarik tangan Galang agar kembali duduk di sampingnya lagi. Gadis itu merasa aneh sendiri, mendadak menginginkan untuk duduk berlama-lama, berduaan dengan Galang.Dada Kinar makin bergetar hebat, usai ia memin
Tiga hari berlalu usai Kinar memberi tantangan pada Galang. Ia yang telah kembali pada rutinitasnya kini tampak tersengal-sengal begitu tiba di rumah sepulang dari kerja. Guratan lelah tercetak jelas di wajah ayu Kinar. Bagaimana tidak? Hari ini, ia dituntut menyelesaikan laporan pekerjaan sebelum masa kontrak kerjanya berakhir beberapa hari lagi."Assalamualaikum ... Kinar pulang, Bu," ucapnya sambil tersenyum kecut di hadapan Widya yang sedang berada di teras. "Gak dijemput, Galang? Kayaknya udah tiga hari ini, gak ke sini, ya, Nar?" tanya Widya yang berjalan tepat di belakang Kinar. Keduanya sama-sama masuk rumah."Gak, Bu. Kinar laper banget, mau makan dulu, Bu.""Mendingan mandi dulu, gih, biar seger!""Nanti aja, Bu, soalnya Kinar tadi gak sempat ke kantin. Kinar harus nyelesain laporan sebelum libur kontrak kerja abis, Bu," gerutu Kinar.Kinar sejenak menatap wajah ibunya yang tersenyum. Widya sangat paham jika anak gadisnya itu sedang kelelahan."Ya udah sana makan dulu, abis
Jantung Kinar berdegup makin kencang, menunggu dengan cemas kelanjutan tanggapan ayahnya dan juga Galang."Benar, Pak!" jawab Galang singkat. Secara bergantian Kinar memandang ke arah Galang dan juga sang bapak. Wajah Galang seketika bersemu merah, sepertinya ia juga menahan gugup. "Tapi sudah benar-benar cerai secara sah, kan? Disimpan akta cerainya?" cecar Ridwan kemudian."Iya, Pak.""Ya sudah. Kalau kamu serius sama Kinar ... bawa orangtuamu ke sini, sekalian akta ceraimu, ya!" seru Ridwan kemudian."Iya, Pak. Besok, kalau gak ada halangan, Bapak saya, saya ajak ke sini." Galang tersenyum sambil melirik ke arah Kinar, membuat gadis itu merasa lega usai mendengar pernyataan bapaknya."Ya udah, lanjut ngobrol sama Kinar, ya!" Ridwan kemudian meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. "Yes! Akhirnya aku diterima sebagai calon mantu!" pekik Galang sambil mendekatkan wajah ke wajah Kinar. Kedua tangan Galang juga terulur, mencubit lembut pipi Kinar karena gemas."Siapa bilang diterima
Galang yang mengenakan celana panjang berbahan jeans yang robek di bagian kedua lututnya, serta atasan kaus warna hitam bergambar tengkorak, tentu saja membuat Kinar syok setengah mati. Tak lupa laki-laki itu juga memakai jaket kulit sebagai lapisan luar pakaiannya, persis seorang rocker.Tak hanya penampilan luar yang melekat di tubuh Galang yang berubah. Bahkan, laki-laki itu juga membawa kendaraan roda dua lawas yang dimodifikasi. Benar-benar membuat Kinar sedikit syok."Idih! Gayanya rock n roll banget. Dan itu motor siapa lagi yang dibawa?" gerutu Kinar dalam batin. Gadis itu menunjukkan rasa tidak sukanya akan penampilan Galang saat ini."Keluar, yuk!" ajak Galang yang masih berdiri di teras. "Barusan adzan, aku mau sholat dulu. Mas, gak sholat, gitu?""Ya udah aku sholat dulu juga, Nar. Aku mau ke mesjid aja," balasnya.Kinar melirik ke arah celana panjang yang dipakai Galang. "Memangnya boleh, sholat pakai celana robek-robek kayak gitu?""Nanti pinjam sarung di masjid.""Ya
"Aku datang mau ngajak kamu. Ayuk buruan!" seru Galang yang telah menunggu Kinar di teras. "Bentar, napa? Ganti baju aja belum, apalagi kamu ngajaknya mendadak gini," protes Kinar.Kinar sengaja membalas ucapan laki-laki itu dengan ketus, lantaran sikapnya berubah sejak tadi malam. Dingin dan berwajah muram. Bahkan senyum menawan yang selalu tersungging di bibir Galang itu hilang seketika. "Gak usah dandan lama-lama!" teriak Galang lagi.Kinar sigap menuju kamar, berdandan sekenanya. Ia hanya memakai bawahan rok di bawah lutut berbahan jeans dan kemeja wanita motif kotak-kotak. Mayang menyapukan bedak ringan di wajah, kemudian memoles lipgloss di bibir agar tidak terlihat kering. Ia keluar kamar lagi dan siap memenuhi ajakan Galang.Kinar diam-diam merasa mulai bosan dan kesal dengan sikap Galang. Selama perjalanan gadis itu hanya terdiam, enggan bersuara. Mengingat sikap Galang yang dingin dan terkesan marah padanya, padahal Kinar tak merasa melakukan kesalahan."Sebenarnya aku mau
Jantung Kinar berdebar hebat saat Galang mendaratkan bibir di bibirnya. Laki-laki itu menciuminya dengan beringas untuk beberapa lama, kemudian melepaskan tautan bibir."Cukup! Stop, Mas, aku takut. Kita belum sah, Mas!" pekik Kinar sambil mencoba mendorong tubuh Galang, akan tetapi tenaganya tak cukup kuat dan tidak berhasil. Galang menatap lekat Kinar saat wajah itu mendongak. Duda tampan itu menyeringai, seakan-akan hendak menerjang tubuh Kinar. Seketika, Kinar gemetaran."Sebentar lagi kita nikah, Sayang. Kamu gak perlu takut," bujuk Galang sambil tangannya bergerak, membuka satu per satu kancing atasan yang dikenakan Kinar."Ya ampun, gimana ini?" rengek Kinar dalam batin sambil memejamkan mata. Kinar tampak tak kuasa menolak saat bibir laki-laki itu berlabuh ke bagian dada dan bermain-main cukup lama di sana. Tubuh gadis itu bergetar dan ada rasa yang berdesir aneh di urat syarafnya. Galang tidak berhenti di situ saja. Duda berwajah tampan itu mulai membuka kaus lengan panjan
Kecemasan yang menyelimuti batin Kinar, perlahan memudar begitu jalanan yang di kanan kirinya hutan karet terlewati. Bahkan, Kinar tersenyum lega saat memasuki jalanan yang sudah tak asing lagi baginya. Secara bersamaan, Galang juga mengurangi kecepatan."Bentar lagi sampai, kan? Makanya, kamu tenang aja," ujar Galang sambil menoleh. "Iya," jawabnya sambil menghela napas dalam, prasangka buruknya tak terjadi. "Awas kebablasan lagi, loh, Mas!" lanjut Kinar mengingatkan Galang agar berkonsentrasi menatap jalanan. Kendaraan yang dikemudikan Galang tiba di jalan depan masjid, kemudian belok masuk gang kecil menuju rumah Kinar. Gadis itu tersenyum lega, seakan-akan telah lupa dengan kejadian tadi, saat berada di rumah laki-laki itu.Begitu tiba di rumah, Kinar menatap kedua orangtuanya dan sang adik yang sedang duduk santai bersama di teras. Kinar dan Galang yang telah turun dari kendaraan, kemudian menghampiri mereka. Keduanya mencium hormat punggung tangan Ridwan dan Widya."Galang! Ba
Kinar berdiri di sisi jendela kamar Dayu yang dibiarkan terbuka. Menatap ke luar, menikmati udara sore yang lumayan menyejukkan, karena cuaca agak mendung. Dalam lamunannya teringat perkataan istri pamannya yang kemarin datang ke rumah. "Benarkah yang dikatakan Bulik Sari tentang Mas Galang?" gumam Kinar.Gadis itu menghela napas dalam-dalam. Ia tidak percaya dengan pengakuan yang diperoleh ibunya Kayla dari menantunya, yang tak lain masih bertetangga dengan Galang."Ah, kenapa aku jadi ragu begini, sih?" gerutunya lagi dalam batin.Berulang kali pikiran Kinar diserang rasa ragu membuat hatinya menjadi bimbang untuk melangkah."Mungkin ini ujian orang yang mau nikah," gumamnya lagi, mencoba mendamaikan hatinya sendiri. Kinar beranjak dari kamar sang adik, melangkah menuju kamarnya sendiri. Ia lantas terpaku di depan cermin seraya membayangkan acara pernikahan. Tak berapa lama, suara motor mirip yang biasa dikendarai Galang terdengar berhenti di halaman, membuyarkan lamunannya."Miri