Tiga hari berlalu usai Kinar memberi tantangan pada Galang. Ia yang telah kembali pada rutinitasnya kini tampak tersengal-sengal begitu tiba di rumah sepulang dari kerja. Guratan lelah tercetak jelas di wajah ayu Kinar. Bagaimana tidak? Hari ini, ia dituntut menyelesaikan laporan pekerjaan sebelum masa kontrak kerjanya berakhir beberapa hari lagi."Assalamualaikum ... Kinar pulang, Bu," ucapnya sambil tersenyum kecut di hadapan Widya yang sedang berada di teras. "Gak dijemput, Galang? Kayaknya udah tiga hari ini, gak ke sini, ya, Nar?" tanya Widya yang berjalan tepat di belakang Kinar. Keduanya sama-sama masuk rumah."Gak, Bu. Kinar laper banget, mau makan dulu, Bu.""Mendingan mandi dulu, gih, biar seger!""Nanti aja, Bu, soalnya Kinar tadi gak sempat ke kantin. Kinar harus nyelesain laporan sebelum libur kontrak kerja abis, Bu," gerutu Kinar.Kinar sejenak menatap wajah ibunya yang tersenyum. Widya sangat paham jika anak gadisnya itu sedang kelelahan."Ya udah sana makan dulu, abis
Jantung Kinar berdegup makin kencang, menunggu dengan cemas kelanjutan tanggapan ayahnya dan juga Galang."Benar, Pak!" jawab Galang singkat. Secara bergantian Kinar memandang ke arah Galang dan juga sang bapak. Wajah Galang seketika bersemu merah, sepertinya ia juga menahan gugup. "Tapi sudah benar-benar cerai secara sah, kan? Disimpan akta cerainya?" cecar Ridwan kemudian."Iya, Pak.""Ya sudah. Kalau kamu serius sama Kinar ... bawa orangtuamu ke sini, sekalian akta ceraimu, ya!" seru Ridwan kemudian."Iya, Pak. Besok, kalau gak ada halangan, Bapak saya, saya ajak ke sini." Galang tersenyum sambil melirik ke arah Kinar, membuat gadis itu merasa lega usai mendengar pernyataan bapaknya."Ya udah, lanjut ngobrol sama Kinar, ya!" Ridwan kemudian meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. "Yes! Akhirnya aku diterima sebagai calon mantu!" pekik Galang sambil mendekatkan wajah ke wajah Kinar. Kedua tangan Galang juga terulur, mencubit lembut pipi Kinar karena gemas."Siapa bilang diterima
Galang yang mengenakan celana panjang berbahan jeans yang robek di bagian kedua lututnya, serta atasan kaus warna hitam bergambar tengkorak, tentu saja membuat Kinar syok setengah mati. Tak lupa laki-laki itu juga memakai jaket kulit sebagai lapisan luar pakaiannya, persis seorang rocker.Tak hanya penampilan luar yang melekat di tubuh Galang yang berubah. Bahkan, laki-laki itu juga membawa kendaraan roda dua lawas yang dimodifikasi. Benar-benar membuat Kinar sedikit syok."Idih! Gayanya rock n roll banget. Dan itu motor siapa lagi yang dibawa?" gerutu Kinar dalam batin. Gadis itu menunjukkan rasa tidak sukanya akan penampilan Galang saat ini."Keluar, yuk!" ajak Galang yang masih berdiri di teras. "Barusan adzan, aku mau sholat dulu. Mas, gak sholat, gitu?""Ya udah aku sholat dulu juga, Nar. Aku mau ke mesjid aja," balasnya.Kinar melirik ke arah celana panjang yang dipakai Galang. "Memangnya boleh, sholat pakai celana robek-robek kayak gitu?""Nanti pinjam sarung di masjid.""Ya
"Aku datang mau ngajak kamu. Ayuk buruan!" seru Galang yang telah menunggu Kinar di teras. "Bentar, napa? Ganti baju aja belum, apalagi kamu ngajaknya mendadak gini," protes Kinar.Kinar sengaja membalas ucapan laki-laki itu dengan ketus, lantaran sikapnya berubah sejak tadi malam. Dingin dan berwajah muram. Bahkan senyum menawan yang selalu tersungging di bibir Galang itu hilang seketika. "Gak usah dandan lama-lama!" teriak Galang lagi.Kinar sigap menuju kamar, berdandan sekenanya. Ia hanya memakai bawahan rok di bawah lutut berbahan jeans dan kemeja wanita motif kotak-kotak. Mayang menyapukan bedak ringan di wajah, kemudian memoles lipgloss di bibir agar tidak terlihat kering. Ia keluar kamar lagi dan siap memenuhi ajakan Galang.Kinar diam-diam merasa mulai bosan dan kesal dengan sikap Galang. Selama perjalanan gadis itu hanya terdiam, enggan bersuara. Mengingat sikap Galang yang dingin dan terkesan marah padanya, padahal Kinar tak merasa melakukan kesalahan."Sebenarnya aku mau
Jantung Kinar berdebar hebat saat Galang mendaratkan bibir di bibirnya. Laki-laki itu menciuminya dengan beringas untuk beberapa lama, kemudian melepaskan tautan bibir."Cukup! Stop, Mas, aku takut. Kita belum sah, Mas!" pekik Kinar sambil mencoba mendorong tubuh Galang, akan tetapi tenaganya tak cukup kuat dan tidak berhasil. Galang menatap lekat Kinar saat wajah itu mendongak. Duda tampan itu menyeringai, seakan-akan hendak menerjang tubuh Kinar. Seketika, Kinar gemetaran."Sebentar lagi kita nikah, Sayang. Kamu gak perlu takut," bujuk Galang sambil tangannya bergerak, membuka satu per satu kancing atasan yang dikenakan Kinar."Ya ampun, gimana ini?" rengek Kinar dalam batin sambil memejamkan mata. Kinar tampak tak kuasa menolak saat bibir laki-laki itu berlabuh ke bagian dada dan bermain-main cukup lama di sana. Tubuh gadis itu bergetar dan ada rasa yang berdesir aneh di urat syarafnya. Galang tidak berhenti di situ saja. Duda berwajah tampan itu mulai membuka kaus lengan panjan
Kecemasan yang menyelimuti batin Kinar, perlahan memudar begitu jalanan yang di kanan kirinya hutan karet terlewati. Bahkan, Kinar tersenyum lega saat memasuki jalanan yang sudah tak asing lagi baginya. Secara bersamaan, Galang juga mengurangi kecepatan."Bentar lagi sampai, kan? Makanya, kamu tenang aja," ujar Galang sambil menoleh. "Iya," jawabnya sambil menghela napas dalam, prasangka buruknya tak terjadi. "Awas kebablasan lagi, loh, Mas!" lanjut Kinar mengingatkan Galang agar berkonsentrasi menatap jalanan. Kendaraan yang dikemudikan Galang tiba di jalan depan masjid, kemudian belok masuk gang kecil menuju rumah Kinar. Gadis itu tersenyum lega, seakan-akan telah lupa dengan kejadian tadi, saat berada di rumah laki-laki itu.Begitu tiba di rumah, Kinar menatap kedua orangtuanya dan sang adik yang sedang duduk santai bersama di teras. Kinar dan Galang yang telah turun dari kendaraan, kemudian menghampiri mereka. Keduanya mencium hormat punggung tangan Ridwan dan Widya."Galang! Ba
Kinar berdiri di sisi jendela kamar Dayu yang dibiarkan terbuka. Menatap ke luar, menikmati udara sore yang lumayan menyejukkan, karena cuaca agak mendung. Dalam lamunannya teringat perkataan istri pamannya yang kemarin datang ke rumah. "Benarkah yang dikatakan Bulik Sari tentang Mas Galang?" gumam Kinar.Gadis itu menghela napas dalam-dalam. Ia tidak percaya dengan pengakuan yang diperoleh ibunya Kayla dari menantunya, yang tak lain masih bertetangga dengan Galang."Ah, kenapa aku jadi ragu begini, sih?" gerutunya lagi dalam batin.Berulang kali pikiran Kinar diserang rasa ragu membuat hatinya menjadi bimbang untuk melangkah."Mungkin ini ujian orang yang mau nikah," gumamnya lagi, mencoba mendamaikan hatinya sendiri. Kinar beranjak dari kamar sang adik, melangkah menuju kamarnya sendiri. Ia lantas terpaku di depan cermin seraya membayangkan acara pernikahan. Tak berapa lama, suara motor mirip yang biasa dikendarai Galang terdengar berhenti di halaman, membuyarkan lamunannya."Miri
Kinar terbaring meringkuk di sisi ranjang menghadap ke lemari kaca. Dalam bayangan di cermin tampak laki-laki yang telah dengan tega berbuat sesuatu, yang belum boleh dilakukan kepadanya, duduk membelakanginya sambil menunduk. Kinar terisak, ada rasa sesak bercampur sesal dalam dadanya. Sesaat kemudian ia mencoba bangun dan menyibakkan selimut. "Astaga ... rasanya perih dan pahaku rasanya sakit, ngilu!" rintih Kinar sambil meringis. Ia kemudian menggulung selimut dan melepas kain seprei yang penuh noda darah. Mahkota suci yang ingin ia jaga hingga hari pernikahan tiba, akhirnya terenggut sudah.Kinar tertatih menuju kamar mandi. Namun, Galang sigap menuntun. Gadis itu tampak merendam kain sprei dan selimut dengan deterjen di ember. "Jangan takut! Aku akan bertanggung jawab, Nar," ujar Galang saat sama-sama tiba di kamar. "Ya, seharusnya. Masak iya, kamu mau punya niat kabur!" ketus Kinar. "Oh ya, Mas, ternyata tato Mas ada di mana-mana, ya? Gak cuma satu. Apalagi di punggung juga a