Share

Memilih Waspada

Dengan langkah terburu-buru Kinar melenggang menuju rumah, begitu turun dari bis. Berjalan sendirian karena Linda tidak masuk kerja. Rasa lelah dan lapar yang mendera membuat Kinar ngin segera sampai rumah. Ia begitu kelelahan di kantor karena banyak berkas proposal yang harus diperiksanya sebelum dilaporkan pada pimpinan.

"Oalah ... Mbak Kinar baru pulang? Ada tamu cowok di rumahnya, lho, Mbak!" seru seorang tetangga, saat Kinar sampai di depan rumah tetangga tersebut, yang berselang tiga rumah dari rumahnya. Kinar lantas menanggapinya hanya dengan tersenyum tipis.

"Siapa sih?" batin Kinar sambil berjalan menuju rumah.

Rasa penasaran seketika menelusup dalam dada Kinar, menggantikan rasa lapar yang menderanya.

Kendaraan roda dua model sport telah terparkir di halaman rumah dan sepasang sendal juga terlihat di depan teras.

"Dia lagi, dia lagi! Nyebelin banget nih orang. Mau apa sih, dia?" gerutu Kinar dalam batin karena tahu jika yang bertamu di rumahnya adalah Galang. Laki-laki yang begitu nekat menurut Kinar.

"Assalaamu'alaikum ...," sapa Kinar begitu memasuki rumah.

"Wa'alaikumsalam, Nar!" Bukan ibunya atau sang adik yang membalas salam Kinar, melainkan Galang.

"Iya!" sahut Kinar ketus seraya melangkah menuju kamar dan mengabaikan Galang yang duduk di ruang tamu.

Kinar melepas lelah dengan merebahkan diri di kasur, walau perutnya terasa melilit minta diisi. Maklum, tadi di kantor ia tidak sempat makan di kantin saat jam istirahat.

"Kinar!" panggil Widya begitu memasuki kamar anak gadisnya tersebut. "Galang tadi minta ijin sama Ibu, mau ngajak kamu jalan-jalan, katanya," lanjut Widya membuat Kinar terkejut.

"Maleslah, Bu. Dia itu dari kemarin nyamperin Kinar di kantor, Bu. Nyebelin tau, Bu."

"Gak boleh, gitu sama laki-laki. Jangan kasar! Kalau hari ini gak mau, tolak dengan cara yang halus. Banyak cowok kalau merasa dikasari bisa berbuat nekat, Kinar. Apalagi sama kamu yang judes gitu." Widya berusaha menasihati Kinar. "Ibu mau temui dia dulu. Kamu cepetan nyusul keluar," omel Widya lagi membuat Kinar merasa kesal.

Kinar berdiri di depan cermin, mengikat rambut agar terlihat rapi setelah berantakan karena rebahan. Ia bergegas keluar kamar menemui Galang di ruang tamu yang sejak tadi ngobrol dengan Widya.

"Aku udah ijin sama Ibu. Mau gak nemenin jalan-jalan, Nar?" ujar Galang begitu Kinar menemuinya di ruang tamu. Gadis itu duduk di samping sang ibu.

"Maaf ya, Mas ... lain kali aja. Hari ini aku capek banget," tolak Kinar sambil tersenyum kecut.

"Gak papa, kalau kamu hari ini capek. Semoga besok-besok kamu gak nolak ajakanku. Ya udah aku pamit dulu kalau gitu. Soalnya aku udah dari tadi nungguin kamu pulang." Ada gurat rasa kecewa di wajah Galang, saat berpamitan pulang.

Kinar lantas mengantar Galang hingga jalan depan halaman rumah, begitu laki-laki itu berpamitan pada sang ibu. Kinar menyaksikan punggung Galang yang perlahan menghilang.

***

"Kinar! Kamu kemarin nyuruh Galang ngambil fotomu, ya?" tanya ayahnya saat mereka berkumpul di ruang keluarga sambil nonton TV.

"Foto apa, Pak?" jawab Kinar sambil bertanya karena bingung akan pertanyaan sang ayah.

"Ya, fotomu, lah!"

"Kinar gak ngerasa dimintai foto sama Galang, Pak."

"Bener, kan? Bapak udah ngerasa kalau ini cuma akal-akalannya Galang aja ngomong sama adikmu. Tau, deh, nanti kalau terjadi apa-apa sama kamu, Nar," gerutu Ridwan saat ia merasakan firasat buruk yang akan terjadi pada anak gadisnya tersebut.

"Maksud, Bapak?"

"Bapak tuh ngerasa ada yang gak beres sama Galang itu, meskipun Bapak baru dua kali bertemu. Moga aja apa yang Bapak rasakan salah, Nar. Waktu adikmu cerita, Bapak juga udah nyangkal, gak mungkin kamu ngasih foto sembarangan sama laki-laki."

Kinar tampak termenung, mendadak memikirkan ucapan sang ayah tentang Galang. Rasa takut seketika menyergap dalam dadanya.

"Dasar kurang ajar banget, memang. Berani-beraninya nyuri foto orang. Mana pura-pura udah izin sama aku, lagi. Dasar! Gak mungkinlah, aku ngasih foto sembarangan, apalagi baru kenal." Kinar menggerutu sekaligus mengumpat dalam batin.

***

Sejak kejadian Galang mengambil foto tanpa sepengetahuannya, Kinar makin kesal saja. Apalagi ucapan ayahnya masih terngiang di telinganya. Kinar merasa sang ayah seolah-olah cemas dan takut jika hal buruk terjadi padanya.

Kinar merasa lega, telah tiga hari Galang tak menampakkan batang hidungnya. Kinar mengira kalau Galang saat ini tengah merasakan kecewa karena tawarannya menjemput di kantor hingga ajakan jalan-jalan juga ditolak.

"Tumben, Galang kok gak main ke sini lagi, ya, Nar?" tanya Widya ketika masuk ke kamar anak gadisnya itu dengan membawa setumpuk baju yang telah terlipat rapi. Kinar terdiam, tak segera menjawab tanya sang ibu.

"Bakalan panjang nih, kalau Ibu udah tanya tentang mahkluk menyebalkan itu." gumam Kinar dalam batin.

"Nar ...!"

"I-iya, Bu. Kinar gak tau juga, mungkin dia sibuk."

"Mungkin juga, kali, ya?"

Sejenak Kinar menatap sang ibu yang merapikan keranjang baju di samping lemari. Tak berapa lama, wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu keluar, setelah suara sang suami terdengar memanggilnya.

Hari ini Kinar libur dari kantor. Ia sengaja mengurung diri di rumah, melepas lelah.

"Mbak Kinar! Dicari Mas Galang, tuh!" panggil Dayu yang berdiri di pintu kamar Kinar yang dalam keadaan terbuka. Padahal, Kinar tampak sedang santai rebahan.

"Siapa?"

"Dih, pura-pura gak denger, nih! Mas Galang, Mbak!"

"Ih ... ngapain lagi sih, itu orang nyariin aku mulu. Sebel, deh!"

"Tau!" ujar sang adik seraya membuka kedua tangan dan tatapannya seolah-olah meledek Kinar yang memasang muka sebal itu.

Kinar bangun dari rebahan, kemudian keluar kamar setelah memastikan tampilannya di depan cermin. Ia terpaksa untuk menemui Galang.

"Sengaja ke sini atau mampir?" tanya Kinar mencoba basa-basi sekenanya.

"Sengaja ke sini, pengen ketemu kamu, Nar. Kangen, dah berapa hari gak ketemu rasanya udah kayak setahun," sahut Galang, kemudian menutup mulut dengan tangannya, menahan tawa. Laki-laki itu seolah tak peduli, meskipun Kinar telah bersikap jutek.

"Idih! Orang jelek gini kok dikangenin?"

"Kamu yang bilang, ya? Menurutku kamu manis kok, Nar. Hari ini libur, kan? Jalan-jalan, yuk!"

"Jalan-jalan?"

Galang mengangguk. Berkali-kali dia menampilkan senyumnya yang menawan.

"Sialan! Meskipun udah ditolak berkali-kali nih orang, masih aja ngajakin jalan." Kinar mengumpat dalam hati laki-laki di hadapannya itu.

"Mau, kan? Mau ya!"

"Ya udah, aku ganti baju dulu. Tapi eit ... tunggu dulu! Kamu harus janji kalau jalan-jalannya hanya sebentar. Sebelum maghrib, kamu harus udah nganterin aku sampai rumah dan aku gak mau jauh-jauh. Oke!"

"Siap, Cantik!"

Kinar selalu berpikir kotor mengenai laki-laki setelah berulang kali tersakiti, bahkan ia trauma. Makanya ajakan jalan Galang kali ini, memaksanya untuk waspada. Pikiran takut Galang berbuat macam-macam di jalan seketika berkelebat di benaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status