Share

Chapter 3

    "Persetan dengan tugas!" seru Gladis. 

      Pada akhirnya nurani Gladis itu yang menang. Ia segera memarkir mobilnya dan secepat kilat berlari menghampiri mobil Arsen.

    "Arsen!  Arsen!"  teriak Gladis memecah kesunyian malam.

    "Arsen ayo bangun, aku mohon sadarlah!" serunya lagi sambil membuka pintu mobil.

      Dia berusaha menyadarkan Arsen yang tidak sadarkan diri dan tampak luka-luka.  Darah megalir dari kepala dan tangannya yang terkulai lemas ke bawah saat Gladis membuka pintu mobil Arsen. Gladis panik sekali begitu meihat keadaan Arsen.

     Jalanan malam hari itu tampak  tidak terlalu ramai. Tetapi, ada beberapa pedagang makanan yang kebetulan mangkal di dekat situ.  Tanpa pikir panjang ia pun mulai berteriak minta tolong.

      Teriakannya yang nyaring membuat beberapa pengendara yang kebetulan lewat menepi dan membantu Gladis.

    "Saya tadi melihat mobil mas ini ditabrak truk, saya mau mendekat tapi takut lihat asapnya tadi," kata seorang pedagang kaki lima.

    "Kita hubungi ambulance, tolong dibantu siram mobilnya yang mengeluarkan asap itu, cepat, saya takut!" kata Gladis.

   

       Pedagang kaki lima itu mengangguk, salah seorang pengendara mobil lain tampak langsung menelepon petugas dan juga ambulance untuk melaporkan adanya kecelakaan. 

        Tak lama kemudian Ambulance pun datang dan segera mengevakuasi Arsen. Salah seorang petugas medis yang melihat Gladis berada dekat dan tampak panik pun segera menghampiri. 

    "Mbak kenal sama mas ini?" 

    "Kebetulan dia teman saya. Kebetulan saya lewat dan hapal mobilnya," jawab Gladis.

    "Mbak bisa ikut dengan kami ke rumah sakit kalau begitu."

    "Saya kebetulan membawa kendaraan, biar saya mengikuti dari belakang."

     Sesampainya di rumah sakit, Arsen langsung dibawa ke ruang IGD. Gladis pun menunggu dengan cemas di luar.

    Setelah beberapa lama menunggu, seorang dokter tampak keluar dari IGD dan berjalan menghampiri Gladis.

    "Nona keluarga pasien kecelakaan tadi?" 

    "Saya temannya, Dok. Bagaimana kondisi teman saya?" 

    "Tangannya patah, dan ia juga mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya.  Kita harus menunggu sampai pasien sadar untuk observasi lebih lanjut."

   "Pasien tidak mengalami gegar otak, Dok?" tanya Gladis.

   "Itulah yang saya katakan tadi, kita harus menunggu sampai pasien sadar untuk mendengar keluhannya lebih lanjut."

    "Baiklah, Dok. Apa sekarang dia sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan?" 

    "Tentu saja, silahkan Nona ke bagian administrasi terlebih dahulu, ya."

    "Baik, Dok. Terima kasih banyak."

     Gladis langsung mengurus administrasi supaya Arsen bisa segera dipindahkan.

    Saat ia kembali, tampak dokter yang tadi menangani Arsen berbicara dengan beberapa orang petugas dari kepolisian. Gladis pun segera menghampiri mereka. 

   "Selamat malam, Pak," sapanya. 

   "Selamat malam, Mbak. Kami dari  kepolisian, tadi kami mendapat laporan telah terjadi kecelakaan. Saat tiba di TKP beberapa orang mengatakan jika korban sudah dibawa ke rumah sakit. Jika tidak keberatan bisa Mbak ceritakan kejadiannya? Dia teman Anda? Kenapa kalian berada di mobil yang berbeda?" 

    Gladis menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.

   "Kami menginap di hotel yang sama karena urusan pekerjaan. Tadi, saat saya melintas di TKP, saya melihat mobil kawan saya tiba-tiba berhenti di bahu jalan lalu dia keluar dari  mobil. Saya memang tidak berniat untuk pergi bersamanya, tapi belum jauh saya pergi saya melihat kecelakaan itu terjadi melalui kaca spion. Kejadiannya begitu cepat, Pak," tutur Gladis menjelaskan.

    "Baiklah kalau begitu, Mbak. Kami meminta nomor ponsel Anda untuk kami hubungi jika keteraangan Anda kami perlukan." 

    "Oh, silakan, Pak. Ini kartu nama saya," kata Gladis sambil membuka dompet dan menyerahkan kartu namanya.

    Tiga anggota kepolisian itu pun langsung pamit pergi.  Setelah itu, ia pun menjenguk Arsen di kamar perawatan. Ia sengaja memasukkan Arsen ke ruang VVIP supaya lelaki itu nyaman juga mendapatkan perawatan yang terbaik.

     Tanpa terasa, air matanya menetes saat melihat Arsen berbaring dengan dipasangi infus dan juga alat bantu pernapasan. 

 

    "Kasian amat sih, Lo. Lagian, ngapain pake acara berhenti tengah jalan. Kau ini selalu mengingatkan orang untuk tidak ceroboh. Tapi, kau sendiri sangat ceroboh, dasar bodoh!" maki Gladis. 

    Ia pun mengempaskan diri di sofa yang ada di ruangan itu. Tanpa sadar, ia akhirnya tertidur hingga tersadar di pagi hari karena sinar matahari yang masuk dan membuatnya silau serta suara gumaman. Ia segera menghampiri Arsen yang tampak sudah membuka mata. 

    "Ah, syukurlah kau sudah sadar. Apa ada yang terasa sakit? Aku panggilkan dokter, ya." 

    "Kau siapa? Kenapa aku ada di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status