"Kirimkan lokasinnya sekarang! aku akan segera menuju kesana!" ucap Kevin saat ditelepon oleh orang yang dia sewa. Melinda sangat heran saat melihat gelagat Kevin yang sangat gugup. Dia berusaha mengejar Kevin sambil berteriak, "Kevin tunggu!"
Sayangnya, Kevin tidak menggubris suara Melinda karena dia juga diberi tau jika Arsen dalam bahaya. Gadis bermata sipit itu terus mengejarnya sampai ke basement parkiran mobil. Dengan cepat, sebelum Kevin masuk kedalam mobil, dia menarik lengan pria tersebut.
"Tunggu! Ada apa?"
"M-maaf nona, saya buru-buru!"
Kevin melepas genggaman Melinda dan masuk kedalam mobil. Tanpa menoleh lagi ke arah melinda, dia langsung menancap gas. Sementara Arsen masih menganalisa keadaan sekitar. Berusaha mencari celah jalan keluar.
Sadar, orang-orang yang mengikuti tau bahwa Arsen mengetahui jika sedang diikuti. Mereka semakin me
Saat Gladis menciumnya, ketika mereka menghabiskan malam bersama. Memberi perhatian untuknya, mencubit tangannya waktu terasa sakit, momen dimana pertama kali Arsen bertemu Gladis di Rumah sakit sampai Arsen mengingat tentang benturan keras saat dirinya di dalam mobil. Seketika itu juga, Arsen langsung tersadar dan sudah berada di Rumah sakit. Sebelumnya, saat pekerjaannya hampir selesai, Gladis ditelepon seseorang dengan nomor yang tak dikenal. Gladis menyipitkan mata saat melihatnya. Awalnya dia ragu untuk menerima telepon dari nomor rumahan tersebut. "H-halo ...." "Halo selamat siang, ini dari rumah sakit ... Apa benar ini Gladis? Nomor anda tersimpan di kontak darurat milik pasien atas nama Arsen Adyatama." Deg! Benar perasaan Gladis yang sedang tidak nyaman dan gelisah dari tadi. Pihak rumah sakit memberi tahu jika Arsen mengalami kecelakaan jatuh dari tangga dengan kondi
Tanpa bosa-basi lagi, mereka berdua segera pergi ke kantor. Sementara keadaan di kantor sedang ricuh karena rapat bulanan para pemegang yang mulai curiga karena hasil pembagian profit tidak sesuai dengan uang yang masuk. Mereka menanyakan kemana Arsen sebenarnya. [Arsen sudah kembali! Bersiap-siaplah] Isi pesan singkat di ponsel Melinda dan CFO perusahaan saat mereka masih rapat dari seseorang. Begitu membaca pesan tersebut, wajah gadis bermata sipit itu langsung berubah menjadi pucat pasi. Obrolan orang-orang disekitarnya seolah-olah hanya angin lalu. Dengan badan gemetar, CFO perusahaan beringsut keluar dari suasana ruangan yang masih ricuh. Melinda duduk mematung dengan tatapan mata kosong. Pikirannya menjadi kosong seperti terhipnotis. Salah satu pemegang saham meninggikan nada bicaranya, menuduh Arsen dalang dibalik semua kerugian yang terjadi. Karena memang faktanya, semua kesenja
Kevin membuka lebar pintu ruang rapat yang masih ricuh. Terlihat Melinda hanya menunduk saat dimaki oleh salah satu pemegang saham. Sejurus kemudian semua mata yang ada disana melihat kearah Arsen. Tak terkecuali Melinda yang langsung tersentak melihat Arsen berdiri di ambang pintu. "A-arsen?" gumamnya. Begitu bos arogan itu masuk dan memposisikan dirinya di hadapan semua orang. Dengan wajah serius, dia memandangi orang-orang yang beraada di hadapannya, beberapa saat kemudian, ia melihat beberapa lembar kertas berisi laporan bulanan. Tiba-tiba saja Arsen meminta maaf. "Kepada direktur dan pemegang saham yang terhormat! Saya sangat menyesal atas apa yang terjadi hari ini dengan permintaan maaf yang tulus." Arsen lalu membungkuk di hadapan semuanya. Hal tersebut membuat semua orang yang mengetahui sifat aslinya terheran-heran, termasuk Kevin dan Melinda. Bagaimana bisa seorang Arsen A
"Berdoalah, karena malam ini malaikat maut sudah menunggu kalian!"DOR! DOR! Dua letusan senjata api terdengar dan dua nyawa melayang tanpa sempat memberikan perlawanan. Sementara sang malaikat maut dalam wujud manusia itu tertawa. Dengan penuh kepuasaan ia menghampiri korbannya, memeriksa apa mereka masih hidup atau benar-benar sudah pergi ke neraka. Setelah memastikan tidak ada sidik jari yang tertinggal, ia pun meninggalkan tempat itu. Ia langsung menuju basement tempat mobilnya diparkir. Kemudian ia membuka penutup wajah yang sejak tadi ia gunakan. Lalu diraihnya ponsel dan menekan beberapa angka yang ia hapal diluar kepala. "Tugas sudah aku selesaikan dengan baik. Mereka sudah menghadap penciptanya." * * * "Gue tunggu 5 menit! Eh, ralat, tiga menit atau gue pergi!
Gladis dan Arsen sudah saling kenal satu sama lain. Saat Gladis kuliah, Arsen adalah mentornya. Lebih tepatnya mentor Dajal, karena dia terkenal kejam dan untuk tugas yang dia berikan, jika salah harus di ulangi lagi. Meski hanya satu kesalahan kecil, dan jujur saja Gladis sangat membencinya. 'Sial, kenapa harus dia?' gerutunya dalam hati. Ketika proposal dari masing-masing didiskusikan dan rapat sedang berlangsung. Para proyek manager dan manajemen kontruksi sedang berdebat saling mengunggulkan perusahaan mereka. Namun, Gladis dan Arsen yang paling menggebu gebu. Entah karena masa lalu atau memang karena pekerjaan. "Bagaimana perusahaan kalian mengerjakan proyek besar seperti ini? sedangkan visi misi saja tidak jelas," sindir Arsen kepada Gladis. "Oh, jadi Anda meremehkan kami? Lalu bagaimana seorang CEO &nbs
"Persetan dengan tugas!" seru Gladis. Pada akhirnya nurani Gladis itu yang menang. Ia segera memarkir mobilnya dan secepat kilat berlari menghampiri mobil Arsen. "Arsen! Arsen!" teriak Gladis memecah kesunyian malam. "Arsen ayo bangun, aku mohon sadarlah!" serunya lagi sambil membuka pintu mobil. Dia berusaha menyadarkan Arsen yang tidak sadarkan diri dan tampak luka-luka. Darah megalir dari kepala dan tangannya yang terkulai lemas ke bawah saat Gladis membuka pintu mobil Arsen. Gladis panik sekali begitu meihat keadaan Arsen. Jalanan malam hari itu tampak tidak terlalu ramai. Tetapi, ada beberapa pedagang makanan yang kebetulan mangkal di dekat situ. Tanpa pikir panjang ia pun mulai berteriak minta tolong. Teriakannya yang nyaring membuat beberapa pengendara yang kebetulan lewat men
Gladis mengerutkan dahinya dan menatap Arsen. "Kau tidak tau aku siapa?" tanyanya. Arsen menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan tidak ingat siapa diriku. Kau siapa? Ini di mana? dan Aku kenapa?" cecar Arsen penuh kebingungan. Gladis tertegun selama beberapa saat hingga pada akhirnya ia langsung berlari keluar untuk menghubungi dokter. Tak lama kemudian, dokter dan beberapa perawat pun datang memeriksa Arsen dan juga memberikan beberapa pertanyaan. Setelah itu dokter pun mengajak Gladis untuk bicara di ruangannya. "Teman Anda mengalami amnesia. Ini pasti karena benturan yang sangat keras di kepalanya." "Ap-apa bisa sembuh seperti semula? Apa dia bisa kembali mengingat semuanya?" tanya Gladis khawatir. Dokter menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Bisa, tentu saja bisa. Biasanya pasien ak
Kevin terus menyalahkan dirinya sendiri, dia sangat bingung bila atasnya tidak dapat ditemukan. Alasan apa yang tepat untuk dia laporkan ke perusahaan nanti, sementara trading proyek masih terus berjalan. Saat ini dia sangat membutuhkan kehadiran Arsen. Kevin mencoba mencari Arsen ke beberapa tempat, seperti restoran atau tempat hiburan yang biasa dikunjungi Arsen sebelumnya. Tetapi hasilnya nihil. Sementara itu Gladis yang sedang menyuapi Arsen harus menghentikan sejenak kegiatannya karena ponselnya berdering. Ternyata pesan masuk dari kantor polisi, memberi tahu perihal perkembangan kasus dari kecelakaan yang Arsen alami. "Habis ini aku keluar sebentar ya," kata Gladis meminta izin kepada Arsen. "Ke mana?" "Ke kantor Polisi untuk mengetahui tentang perkembangan kecelakaan yang kamu alami," jawab Gladis. "Hemm ...," jawa