Share

Chapter 7

    "Tuhan! cobaan apa lagi ini?" teriak Gladis dalam batinnya.

    Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi.

    Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata. 

    "Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kata ayahnya yang akan selalu diingat Gladis.

    Dan saat ini Arsen memintanya untuk membantu mengganti pakaiannya, tentu saja hal ini membuat dada Gladis berdebar tak beraturan, karena ini pertama kalinya dia membuka baju pria.

    Gladis masih mematung di sisi ranjang Arsen dengan pikirannya sendiri. 'Senakal nakalnya gue, sebangsat bangsatnya gue, belum pernah yang namanya membuka baju cowok.' 

    "Jadi pulang gak? kok malah diem bengong di situ?" kata Arsen memecah keheningan dan lamunan Gladis.

    "Eh, jadi kok jadi," jawabnya setengah kaget.

    Posisi Arsen saat ini duduk di atas ranjangnya, kemudian Gladis mendekat dan membuka kancing baju seragam rumah sakit yang di pakai Arsen. Satu per satu dengan detak jantung sudah seperti habis lari maraton.

    Di tambah Arsen yang selalu menatap Gladis sambil tersenyum dan membelai lembut pipi tirus itu membuatnya jadi merah merona.

    'Tuhan! jangan cabut nyawaku saat ini karena serangan jantung mendadak,' serunya dalam hati.

    Seorang perawat yang tiba-tiba masuk membuat mereka terkejut. "Ehem, maaf mengganggu kemesraan kalian tetapi ada administrasi yang harus di selesaikan dan dokter juga berpesan untuk cek-up serta perawatan paska kecelakaan seperti terapi okupasi jika diperlukan." 

   "Hemm, iya sus, sebentar," jawab Gladis yang buru-buru memakaikan kemeja kepada Arsen.

    "Ya, nona, ditunggu di ruang admin," ucap perawat yang dijawab anggukan oleh Gladis, lalu dia keluar meninggalkan kamar mereka.

    Arsen yang menggenggam tangan gadis blesteran di hadapannya itu sebenarnya sudah penasaran dari tadi. "Bukannya lebih baik kalau kita masih di sini? kenapa buru-buru dan kalau pekerjaan memang gak bisa dikerjakan dari sini?" 

    "Umm, jadi gini, kita di kota Bali ini karena liburan menginap sementara di hotel, kita sebenarnya berdomisili di kota jakarta, aku lupa cerita soal ini kemarin," jawab Gladis menjelaskan.

    "Liburan? dalam rangka apa?" tanya Arsen lagi yang membuat Gladis menghentikan aktifitasnya yang sedang mengemas barang milik Arsen.

    Gladis mendengus kasar dengan batinnya yang mengomel sendiri karena dia harus memutar otak untuk menjawab. 'Please god! orang jenius kalau amnesia tolong deh, kejeniusannya jangan di bawa dong!'

    "Memang liburan harus dalam hal apa gitu? kaya orang susah aja dih, gak kan? kita kesini buat nepatin janji kita dulu kalo universary kamu mau ajak aku liburan dan kebetulan ada proyek juga di sini, dan ya ... disinilah kita sekarang," karang Gladis lagi.

    Arsen nampak percaya dengan jawaban Gladis, dia juga merasa bersalah karena gara-gara kecelakaan itu membuat mereka tidak bisa liburan seperti yang dibayangkan Arsen, "Oh ya, maafkan aku, seharusnya .... " 

    "Ssttt, dah gak usah cerewet!" potong Gladis sambil menutup mulut pria berambut lurus itu.

    Arsen hanya mesem melihat tingkah Gladis yang kembali serius merapikan barang milik Arsen ke dalam tas.

   "I love you," tiga kata sederhana mengalir begitu saja membuat wanita cantik di hadapannya terkekeh geli.

    "Ih, apaan coba kaya bocah aja."

    "Aku cuma jadi bocah kalo sama kamu aja kok, tapi bener gak sih, kamu cinta sama aku dari dulu?"

    "Aku rasa bukan hanya dulu tapi sekarangpun aku mencintaimu" gombal Gladis yang membuatnya geli sendiri, tetapi tidak di pungkiri memang itu yang dia rasakan.

    Setelah menyelesaikan adminitrasi Lalu mereka bergegas meninggalkan rumah sakit dan kembali ke hotel.

    Sementara itu suasana di hotel sudah ricuh karena mendapat mandat untuk memindahkan barang dari kamar Gladis ke kamar Arsen. Serta didekorasi ulang seperti orang sedang bulan madu dan tentu saja membuat para karyawan hotel terheran, terutama karyawan wanita.

    Karena mereka hafal betul kalau Arsen ke sini pasti karena ada urusan bisnis, dan bisa di pastikan juga, karyawan yang sedang cuti saja jadi ikut masuk hanya untuk sekedar melihat Arsen.

    "Kau tau siapa wanita yang akan bersama tuan Arsen?" tanya salah seorang karyawati hotel yang mulai bergosip.

    "Tidak, tuan Arsen belum pernah membawa seorang wanita dari mana pun," jawab salah seorang karyawati lain yang ikut nimbrung.

    "Oh aku iri dengan wanita yang beruntung mendapatkan tuan Arsen yang cool dan macho serta menawan dan kharismatik itu." 

    Reska yang melihat barang barang Gladis di pindahkan ke kamar lain merasa heran dan bingung. Dia menghampiri karyawan yang tengah bertugas memindahkan barang tersebut.

    "Ini siapa yang nyuruh pindahin barang di kamar ini?" 

    "Maaf tuan kami hanya di suruh manajer hotel ini" jawabnya.

    'Ini gak bisa di biarin, aku harus tanya sama orangnya langsung' guman Reska.

    Lalu dia langsung menelfon Gladis tetapi tidak ada respons, kemudian pesan masuk dari Gladis Mebuat Reska semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

    [Gak usah telfon terus, gue gak ilang dan gue bakal balik ke hotel hari ini]

    "Ini anak emang ya, seneng banget buat orang jengkel sendiri, ngeselin banget, udah yang satu suka bikin teka teki yang ini ngeselin, duh punya temen kek gini amat yak," Reska merasa kesal sendiri.

    Selang beberapa jam. Sesampainya di hotel, mereka lalu bergegas menuju ke kamar Arsen yang sudah di dekor sedemikian rupa, tetapi saat di lobi hotel, Gladis jadi bahan pembicaraan para karyawan hotel.

    "Eh liat tu, ternyata dia cewek yang bersama tuan Arsen," omong salah satu karyawan hotel sambil melirik ke arah Gladis.

    "Kalo gak salah itu assistennya bos Reska, kok bisa sama tuan Arsen, jangan jangan ada politik dibalik ini." 

    "Tuan Arsen juga berbeda dari biasanya, duh kalo orang ganteng mau di apain juga tetep ganteng, auranya emang beda." 

    Gladis tak ambil pusing dengan sorotan mata para karyawan, karena dia tau pasti jadi bahan gosip orang di sekitarnya terutama para wanita. Karena penampilan Arsen yang terlihat cool walau dia hanya memakai kaos lengan panjang dan ripped jeans, berbeda sekali dengan Arsen yang selalu menawan dengan setelan jas.

     Dia lebih khawatir dengan 2 pria yang harus dihindarinya, sambil memperhatikan sekiar Gladis bergumam, 'Jangan sampai gue ketahuan Reska atau Kevin di sini, apa lagi kalau lagi sama Arsen kek gini, bisa jadi gue kaya tersangka yang lagi di wawancarai wartawan.' 

    Dan benar saja dia melihat Reska keluar dari pintu lift.

    Gladis mulai panik, 'shit! baru aja ngebatin eh, dia nongol beneran,' teriaknya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status